Kasus Suap Ekspor CPO
Terungkap, Hakim Djuyamto Terima Kardus Berisi Valas USD Pelicin Vonis Lepas CPO Dari Arif Nuryanta
Djuyamto disebut menerima kardus berisi valas USD dari eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Djuyamto disebut menerima kardus berisi valas USD dari eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.
Uang valuta asing tersebut diterima Djuyamto sebagai suap untuk vonis lepas terhadap tiga korporasi terkait kasus ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO).
Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, pada Rabu (3/9/2025).
Duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut yakni eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
"Setelah itu, saya kasih kabar ke Pak Djuyamto, bahwa oleh-oleh dari Pak Arief sudah saya terima ada di mobil. Terus beliau bilang katanya suruh simpan di rumah dinas saja, terus saya bawa ke rumah dinas," kata saksi eks soupir Djuyamto, Edi Suryanto di persidangan.
Baca juga: Hakim Djuyamto Ditawari Rp 20 Miliar Untuk Kabulkan Eksepsi Perkara Korupsi Korporasi Minyak Goreng
Kemudian, kardus berisi uang asing tersebut disimpan di rumah dinas yang berada di Ampera, Jakarta Selatan.
"Setelah itu saya taruh, terus saya kembali ke kantor menyampaikan ke Bapak (Djuyamto) bahwa titipan dari Pak Arief sudah saya terima dan saya taruh di rumah dinas. Terus setelah itu, beberapa hari kemudian Bapak ke rumah dinas sama saya untuk melihat kardus itu," ungkap Edi.
Kardus tersebut dikatakan Edi akhirnya dibuka Djuyamto.
Baca juga: Kasus Vonis Lepas CPO, Hakim Djuyamto Tak Ajukan Eksepsi Atas Dakwaan Terima Suap Rp 9,5 Miliar
"Sebelum kardus itu dibuka, Terdakwa Djuyamto, ada menyuruh saksi tidak untuk mengambil kardus lain. Untuk tempat mengambil kardus sepatu atau kardus?" tanya jaksa.
"Iya, ada. Sesudah membuka. Ada dua kardus," jawab Edi.
"Terus saya ambilkan, saya serahkan ke Bapak, kan Bapak di dalam, saya masuk ke dalam, Bapak lagi menghitung itu, uang," imbuhnya.
Kemudian Jaksa menanyakan uang tersebut mata uang apa.
"USD pecahan 100," jawab Edi.
Kasus suap hakim bermula saat tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.