Rabu, 24 September 2025

Desakan Kapolri Listyo Sigit Prabowo Dicopot, Pakar: Prabowo Harus Kaji Dulu, Urgent atau Tidak

Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing mendesak Prabowo untuk melakukan analisis terlebih dahulu untuk menentukan urgensi pergantian Kapolri.

Tribunnews/Reynas Abdila
DESAKAN KAPOLRI DICOPOT - Dalam foto: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025). Desakan agar Kapolri diganti menuai pro dan kontra, sehingga pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menilai, Presiden Ri Prabowo Subianto harus melakukan analisis dan kajian secara objektif terlebih dahulu untuk mempertimbangkannya. 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar komunikasi politik, Emrus Sihombing mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk melakukan analisis terlebih dahulu untuk menentukan urgensi dicopotnya Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Apalagi, Prabowo memiliki beragam informasi intelijen tentangnya.

Hal ini disampaikan Emrus saat menjadi narasumber dalam program On Focus yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews, Senin (15/9/2025).

Adapun desakan pencopotan Kapolri mencuat dalam demonstrasi yang dipicu tragedi tewasnya pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan (21), yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polda Metro Jaya di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025) lalu.

Insiden tersebut dinilai menjadi puncak dari pola brutalitas aparat kepolisian yang represif dan gagal direformasi di bawah kepemimpinan Listyo Sigit Prabowo.

Namun, desakan agar Kapolri diganti menuai pro dan kontra, sehingga Emrus menilai, Prabowo harus melakukan analisis dan kajian untuk mempertimbangkannya.

"Saya pikir, Presiden Prabowo Subianto harus melakukan analisis, apakah itu memang urgent diganti atau tidak. Karena bagaimana pun Presiden Prabowo Subianto memperoleh data lebih banyak karena sebagai presiden, dia adalah pengguna data intelijen dan dari berbagai sumber termasuk dari masyarakat," jelas Emrus.

"Oleh karena itu, saya pikir sebaiknya Istana melakukan suatu pengkajian, tentang apakah tingkat urgensitasnya sudah tinggi atau memang belum begitu urgent," paparnya.

"Kajian ini menjadi suatu landasan objektif, apakah memang Kapolri harus diganti atau menunggu waktu yang tepat misalnya," tambahnya.

Kajian dari Sudut Internal dan Eksternal

Emrus menambahkan, kajian mengenai dicopotnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus dilakukan dari sudut internal dan eksternal.

Baca juga: Bocoran Isu Pencopotan Listyo Sigit, DPR: Akhir 2025 Kapolri Baru, Tunggu Tanggal Mainnya

Yakni, mempertimbangkan akseptabilitas (penerimaan) publik dan internal kepolisian, serta partai atau tokoh politik.

"Nah, untuk itu perlu dilakukan juga pengkajian dari sudut internal dan eksternal. Bagaimana tingkat akseptabilitas publik terhadap Kapolri kita saat ini dan bagaimana akseptabilitas di internal kepolisian terhadap kepemimpinan Listyo Sigit ini," tuturnya.

Lalu, Emrus menyarankan, pertimbangan kajian ini bisa dilakukan melalui survei tertutup di internal kepolisian, dan survei dari lembaga independen untuk melihat penilaian publik.

"Nah, bisa dilakukan suatu survei yang sifatnya tertutup, tanpa menyebut nama, di kepolisian. Lakukan saja tidak apa-apa dan itu bisa dilakukan oleh Presiden. Toh polisi itu di bawah langsung presiden, sehingga bisa dilakukan survei kepada internal," papar Emrus.

"Lalu, penilaian eksternal publik bisa dilakukan oleh lembaga survei yang independen. Jangan lembaga survei yang biasanya selalu membuat posisi kekuasaan tertentu positif, gitu ya," imbuhnya.

"Diberikan saja itu survei itu kepada lembaga pendidikan, misalnya Universitas Indonesia atau UGM atau ITB atau IPB Bogor ,kasih bagaimana nanti akseptabilitas publik," sambungnya.

"Selain itu, tentu saya berpendapat bahwa akseptabilitas Listyo Sigit juga dilihat dari partai politik dan tokoh-tokoh politik bangsa. Yang saya maksud tokoh-tokoh politik dalam hal ini adalah ketua-ketua umum partai, terutama partai-partai besar di parlemen," tegasnya.

Penilaian

Emrus juga menyarankan agar Prabowo melakukan penilaian kinerja dan penegakan hukum aparat kepolisian di bawah komando Kapolri  Jenderal Listyo Sigit Prabowo selama dirinya menjabat sebagai Presiden RI ke-8 sejauh ini.

"Kemudian juga tidak ada salahnya dilakukan semacam penilaian kinerja Kapolri kita yang sekarang, sejak Pak Prabowo menjadi presiden, sekitar sembilan, delapan bulan yang lalu," jelas Emrus.

"Yang terakhir saya mau katakan adalah bagaimana penanganan atau penegakan hukum di kepolisian selama 8 atau 9 bulan terakhir ini," tambahnya.

"Kalau memang penanganannya lebih meningkat dan produktif, itu menjadi nilai plus bagi Listyo Sigit sebagai Kapolri. Tetapi kalau penanganan kasus-kasus tidak dilakukan secara baik dan tidak presisi, saya kira perlu Bapak Presiden melakukan evaluasi," sambungnya.

Emrus menegaskan, urgensi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diganti harus dipertimbangkan secara objektif oleh Prabowo, bukan hanya sekadar karena tuntutan demonstran.

"Tingkat urgensi bahwa Kapolri akan diganti atau tidak, saya kira alangkah baiknya Bapak Presiden Prabowo Subianto melakukan suatu asesmen secara objektif. Tidak sekedar hanya katakanlah ada tuntutan dari demonstran dan lain sebagainya," tandasnya.

DEMONSTRASI RUSUH - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo berada di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (1/9/2025). Ia menegaskan kepolisian tengah memburu pelaku kerusuhan dalam gelombang demonstrasi di sejumlah wilayah Indonesia.
DEMONSTRASI RUSUH - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo berada di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (1/9/2025). Ia menegaskan kepolisian tengah memburu pelaku kerusuhan dalam gelombang demonstrasi di sejumlah wilayah Indonesia. (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

Isu Kapolri Diganti, Belum Ada Surpres dari Prabowo

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto juga diisukan telah mengirim surat ke DPR RI terkait pergantian Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Namun, Anggota Komisi III DPR RI Mohammad Nasir Djamil memastikan bahwa hingga saat ini DPR RI menegaskan belum ada Surat Presiden (Surpres) terkait pergantian Kapolri.  

“Sebenarnya kan sudah jelas jawaban dari Setneg sendiri dan juga Pak Sufmi Dasco (Wakil Ketua DPR) terkait dengan surpres tersebut. Jadi, sampai hari ini DPR belum menerimanya dan kami juga belum pernah mendengar hal tersebut,” ujar Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).

Legislator PKS itu menegaskan kabar mengenai adanya Surpres pergantian Kapolri tidak terkonfirmasi.

“Jadi dalam pandangan saya itu sudah clear, sudah tidak perlu lagi dipersoalkan apakah ada surat Presiden atau tidak karena secara resmi, secara kelembagaan Pak Dasco sudah menjawab hal-hal seperti itu,” tuturnya.

Ia juga memastikan di Komisi III DPR tidak ada pembahasan mengenai surat presiden terkait pergantian Kapolri.

“Di Komisi III juga tidak ada pembahasan soal surat Presiden tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nasir mengungkapkan bahwa pihak Istana melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi juga sudah menegaskan hal yang sama.

“Ya tentu saja karena Menteri Sekretaris Negara itu juga adalah juru bicara Presiden tentu apa yang disampaikan ya itu adalah bahagian dari sikap Presiden itu sendiri,” pungkasnya.

(Tribunnews.com/Rizki A./Chaerul Umam)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan