Minggu, 28 September 2025

Baleg DPR Tegaskan Pembahasan RUU PPMI Masih Terbuka dan Partisipatif

RUU PPMI belum final. Pekerja migran dari 8 negara desak perlindungan nyata. Baleg DPR janji dengar semua suara. Benarkah partisipatif?

Penulis: willy Widianto
Tribunnews.com/Istimewa
PEKERJA MIGRAN INDONESIA - Perwakilan organisasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) menghadiri audiensi dengan Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Mereka menyuarakan tuntutan perlindungan hukum, keadilan biaya penempatan, dan pengawasan perekrutan dalam pembahasan revisi RUU PPMI. 

Ringkasan Utama

Baleg DPR menegaskan pembahasan RUU PPMI masih terbuka dan partisipatif. Pekerja migran dari delapan negara menyampaikan aspirasi langsung soal perlindungan dan keadilan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU PPMI) masih berlangsung dan terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak.

Pernyataan ini disampaikan saat Martin memimpin Rapat Pleno Audiensi Baleg DPR RI bersama lembaga, asosiasi, dan pemerhati isu pekerja migran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

“Komitmen ini merupakan upaya untuk memastikan proses legislasi berjalan inklusif, transparan, dan partisipatif,” ujar Martin.

RUU PPMI merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Dalam audiensi tersebut, hadir perwakilan dari 60 organisasi pekerja migran Indonesia (PMI) yang tersebar di delapan negara: Indonesia, Taiwan, Hong Kong, Makau, Malaysia, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan. Organisasi pelaut migran juga turut menyampaikan aspirasi, baik secara langsung maupun daring.

Para PMI menyampaikan sejumlah masukan terkait substansi RUU, antara lain:

  • Pengaturan lebih tegas mengenai biaya penempatan yang kerap melebihi batas ketentuan pemerintah (overcharging)
  • Mekanisme pelaporan pelanggaran dalam proses perekrutan dan penempatan
  • Pembentukan pusat krisis (crisis center) yang responsif
    Pemenuhan jaminan sosial ketenagakerjaan, kesehatan, dan kematian
  • Pembatasan rekrutmen melalui sponsor untuk mencegah praktik penipuan
  • Pengaturan khusus bagi pelaut migran dalam pasal-pasal RUU

Baca juga: KPA: Konflik Agraria Tak Perlu Aparat, Menteri Harus Turun

Martin menyatakan bahwa seluruh masukan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan Baleg dalam pembahasan bersama pemerintah.

“Audiensi seperti ini harus dilakukan, baik pada saat penyusunan maupun pembahasan. Penyusunan RUU PPMI telah diselesaikan Baleg, dan saat ini menunggu Surpres (Surat Presiden) dan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah). Karena itu, audiensi ini akan melengkapi bahan Baleg ketika nanti dimulai pembahasan bersama dengan pemerintah,” tegasnya.

Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu juga meluruskan informasi yang beredar di masyarakat terkait status RUU PPMI. Ia menegaskan bahwa proses pembahasan belum selesai dan masih melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

“RUU PPMI sampai saat ini, dalam track record (rekam jejak) pembuatan UU di Baleg, pada periode ini paling tidak, ini adalah RUU yang banyak mendengarkan masukan, mungkin terbanyak. Jadi tidak ada yang namanya kita menutup pintu. Jadi kalau dikatakan meaningful participation, RUU PPMI ini sudah memenuhi,” ujar Martin.

Latar Belakang dan Urgensi Revisi

Sebanyak 135 orang WNI atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) bermasalah yang telah selesai menjalani proses hukum, dideportasi oleh pihak pemerintah Malaysia, Rabu (12/10/2022). 
Sebanyak 135 orang WNI atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) bermasalah yang telah selesai menjalani proses hukum, dideportasi oleh pihak pemerintah Malaysia, Rabu (12/10/2022).  (Dok KRI Tawau)

Revisi UU PPMI dilakukan karena dinilai belum optimal dalam memberikan perlindungan hukum, ekonomi, dan sosial bagi pekerja migran Indonesia.

Salah satu latar belakangnya adalah maraknya kasus pekerja migran non-prosedural yang rentan terhadap eksploitasi, perdagangan manusia, dan pelanggaran hak asasi.

Perubahan tata kelola kelembagaan juga menjadi faktor penting, menyusul pengalihan kewenangan dari Kementerian Ketenagakerjaan ke Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, yang menimbulkan ketidakpastian hukum terkait penempatan dan perlindungan PMI.

Dinamika ketenagakerjaan global dan perkembangan teknologi digital mendorong perlunya sistem informasi terpadu untuk mempercepat layanan perlindungan, termasuk dalam situasi darurat.

Baca juga: MoU dengan Arab Saudi, Mukhtarudin Tegaskan Komitmen Lindungi Pekerja Migran Indonesia

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan