Minggu, 5 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Menteri HAM Natalius Pigai Klaim Pelaksanaan Program MBG 99,99 Persen Berhasil, Apa Indikatornya?

Natalius Pigai mengatakan, ia telah memerintahkan 33 lebih kantor wilayah Kementerian HAM untuk memantau langsung pelaksanaan MBG

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
MENTERI HAM - Konferensi pers Menteri HAM RI Natalius Pigai, di kantor Kementerian HAM RI, Jakarta, Rabu (1/10/2025). Natalius Pigai mengklaim keberhasilan pelaksanaan progran Makan Bergizi Gratis (MBG) mencapai 99,99 persen, dengan deviasi atau penyimpangan pelaksanaan sebesar 0,0017 persen. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengklaim pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) di Indonesia 99,99 persen berhasil.

Pernyataan ini disampaikan Natalius Pigai sebagai salah satu respons maraknya siswa sekolah yang keracunan usai menyantap Makan Bergizi Gratis.

Baca juga: Anggota DPR: Ada SPPG MBG Isinya Anak, Istri dan Keponakan

Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah program prioritas nasional yang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sejak 6 Januari 2025.

 

Tujuannya adalah untuk meningkatkan gizi masyarakat, terutama anak-anak dan ibu hamil, serta mendukung pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul di Indonesia.

Baca juga: MBG Dipelesetkan Jadi Makan Beracun Gratis, DPR: Korban Nyata, Bukan Lelucon

Natalius Pigai mengatakan, ia telah memerintahkan 33 lebih kantor wilayah Kementerian HAM untuk memantau langsung pelaksanaan MBG di masing-masing wilayah.

Berdasarkan hasil pemantauan pihaknya, Pigai menyampaikan, ada dua hal yang menjadi catatan dari program MBG, yakni perihal pelaksaan produksi dan distribusi serta kurangnya pengawasan.

"Misalnya yang tadi pelaksanaan produksi, misalnya yang masak, keterampilannya, skills-nya, kemudian distribusi pangannya, tempat penyimpanannya, pasti ada 1-2 problem, ada, pasti. Kemudian kurangnya pengawasan, ada," kata Pigai, dalam konferensi pers di kantor Kementerian HAM RI, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Walaupun ada catatan yang menjadi atensi pihaknya, Pigai kemudian menilai, pelaksanaan MBG sudah 99,99 persen berhasil.

Adapun deviasi atau penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program MBG, katanya, hanya sebesar 0,0017 persen.

"Yang deviasi atau penyimpangan, penyimpangan, itu hanya 0,0017 persen. Jadi 99,99 persen makan bergizi gratis di Indonesia yang baru seumur jagung termasuk berhasil sampai pada hari ini," ucap Pigai.

Lebih lanjut, ia menekankan, program MBG tetap memerlukan pemantapan pelaksanaan ke depannya.

Misalnya, dengan melakukan peningkatan keterampilan sumber daya yang sudah ada maupun melakukan rekrutmen tenaga-tenaga kerja terampil.

"Tapi program ini kan masih terus. Maka diharapkan perlu ada pemantapan, perlu ada revitalisasi, perlu ada pengawasan, perlu ada peningkatan skills, perlu ada rekrutmen, tenaga-tenaga terampil yang nanti bisa ikut memberi kontribusi di dalam pelaksanaan makan bergizi gratis untuk masa yang akan datang," pungkas Pigai.

Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan sebanyak 6.517 orang mengalami keracunan makan bergizi gratis (MBG) sejak program tersebut diluncurkan pada Januari 2025. 

Data itu, kata Dadan, dihimpun sejak Januari sampai akhir September 2025.

Dadan mengatakan keracunan terbanyak terjadi di Pulau Jawa sebanyak 45 kasus.
Adapun sebanyak tiga wilayah pemantauan MBG, di antaranya wilayah 1 di Pulau Sumatera, wilayah II Pulau Jawa, dan wilayah III untuk Indonesia bagian timur.

"Kalau dilihat dari sebaran kasus, maka kita lihat bahwa di wilayah I itu tercatat ada yang mengalami gangguan pencernaan sejumlah 1.307, wilayah II ini sudah bertambah tidak lagi 4.147 ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang, wilayah III ada 1.003 orang," kata Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025). 

Baca juga: Presiden Prabowo akan Terbitkan Perpres soal Tata Kelola MBG Imbas Maraknya Kasus Keracunan

Dadan mengatakan temuan kasus keracunan meningkat di dua bulan terakhir.

Penyebabnya antara lain ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure).

"Seperti contohnya pemilihan bahan baku yang seharusnya H-2 kemudian ada yang membeli H-4, kemudian juga ada yang kita tetapkan processing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam karena optimalnya di 4 jam seperti di Bandung itu, ada yang masak dari jam 9 dan kemudian di delivery-nya ada yang sampai jam 12 ada yang 12 jam lebih," kata dia.

Dadan menyebut SPPG yang tak sesuai dengan prosedur akan ditindak dan ditutup sementara. 

"Jadi dari hal-hal seperti itu kemudian kita berikan tindakan bagi SPPG yang tidak mematuhi SOP dan juga menimbulkan kegaduhan kita tutup sementara, sampai semua proses yang dilakukan dan kemudian mereka juga harus mulai mitigasi," pungkas Dadan.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved