Hacker Bjorka dan Kiprahnya
Polisi Pastikan Hanya WFT yang Pakai Nama Bjorka di Twitter sejak 2020, Bandingkan dengan Dark Web
Polda Metro Jaya mengaku masih harus melakukan pemeriksaan mendalam lagi mengenai identitas Wahyu Taha sebagai hacker Bjorka.
TRIBUNNEWS.COM - Wahyu Firmansyah Taha atau WTF (23) alias hacker Bjorka yang belakangan menjadi sorotan publik itu dipastikan merupakan satu-satunya orang yang memakai nama Bjorka di Twitter (sekarang X) sejak 2020.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus.
AKBP Fian memastikan bahwa berdasarkan penelusuran jejak digital, tidak ada akun lain yang memakai nama Bjorka selain akun Wahyu Taha itu.
"Dari bukti digital awal, yang kemarin saya sampaikan, dari akun X, memang akun twitter itu dari 2020 yang dia punya. Jadi tahun 2020 nggak ada akun twitter lain yang bernama Bjorka, cuman punya dia,” kata AKBP Fian,kepada wartawan, dikutip dari tribratanews.polri.go.id, Minggu (5/10/2025).
Kendati demikian, AKBP Fian mengaku masih harus melakukan pemeriksaan mendalam lagi mengenai identitas Wahyu Taha sebagai hacker Bjorka yang sempat membuat gaduh dengan membocorkan data pejabat negara pada 2022-2023 lalu.
"Apakah dia itu? Ya kita masih perlu (pendalaman). Kan baru satu bukti nih, perlu dicek lagi dengan bukti lain,” ujarnya.
AKBP Fian menambahkan saat ini tim penyidik juga tengah membandingkan aktivitas Wahyu Taha dengan unggahan di dark web yang pernah meretas data kementerian dan menyebarkan identitas pejabat publik itu.
Apabila hal itu cocok, status Wahyu Taha bisa dipastikan sebagai Bjorka yang selama ini buron.
“Ada kan filenya di tahun 2020 itu. Nah, itu nanti yang akan kita bandingkan dengan bukti digital yang lagi diproses di lab ini. Nah begitu itu kita temukan, baru kita pastikan bahwa dia adalah orang yang sama,” kata AKBP Fian.
AKBP Fian juga mengatakan bahwa di dark web, Wahyu Taha sempat mengganti nama sebanyak tiga kali, yakni sebagai SkyWave, ShinyHunter, dan Opposite6890.
“Jadi tujuan pelaku melakukan perubahan nama-perubahan nama ini adalah untuk menyamarkan dirinya dengan membuat menggunakan berbagai macam, tentunya email atau nomor telepon atau apapun itu sehingga yang bersangkutan sangat susah untuk dilacak,” ungkap AKBP Fian, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Bertolak Belakang, Hacker Bjorka Tak Punya Background Pendidikan IT, Belajar Boga, tapi Tak Lulus
AKBP Fian juga menjelaskan bahwa di dark web, sejumlah akun anonim menjual berbagai jenis data, termasuk data pribadi hasil peretasan dan serangan ransomware.
Namun, aparat penegak hukum internasional, yakni Interpol, FBI, serta kepolisian Prancis dan Amerika Serikat menutup platform dark web yang digunakan Wahyu Taha.
“Sehingga si pelaku ini akan lompat dari satu aplikasi dark web ke aplikasi dark web yang lain. Tetapi perangkat bukti digital yang kita temukan itu masih tersimpan di dalam perangkat-perangkat tersebut dalam bentuk jejak digital,” ucapnya.
Dari pemeriksaan, aktivitas Wahyu Taha juga memiliki akun dark forum dengan nama Bjorka, tetapi kemudian diganti menjadi SkyWave setelah disorot publik pada 5 Februari 2025 lalu.
Berdasarkan pengakuan pelaku, dia menguasai sejumlah data, termasuk data perbankan, data perusahaan kesehatan, serta data perusahaan swasta di Indonesia, yang telah diperjualbelikan melalui berbagai akun media sosial, yakni Facebook, TikTok, hingga Instagram dengan nama serupa.
Dari hasil penjualan tersebut, pelaku menerima pembayaran melalui akun-akun kripto yang dimilikinya dan selalu rutin menggantinya.
“Jadi, setelah akun tersebut di-suspend, maka dia akan selalu mengganti dengan akun-akun yang baru dan menggunakan email yang baru,” ujar Kasubdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon dalam jumpa pers, Kamis (2/10/2025).
Data sejumlah perusahaan yang dikuasai WFT bernilai puluhan juta rupiah saat dijual di dark web. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pelaku dan pembeli.
Uang Hasil Kejahatan Digunakan untuk Bantu Orang
AKBP Fian menyebut bahwa uang hasil kejahatan Wahyu Taha itu digunakan untuk membantu keluarga dekat.
"Dia menghidupi keluarganya," ujarnya.
Meskipun dikenal sebagai hacker berpenghasilan besar, Wahyu tinggal di rumah sederhana di Kelurahan Lawangirung.
Rumahnya kecil, hanya sekitar empat meter lebarnya, dengan dinding biru kusam dan jendela kaca nako, sebuah handuk juga tampak tergantung di salah satu sisinya.
Saat Tribun Manado mengunjungi rumah itu pada Jumat (3/10/2025), terlihat isi rumah yang padat—meja, kursi, lemari, dan peralatan rumah tangga bertumpuk di ruang sempit.
Penangkapan Bjorka berawal dari ada laporan dari seorang pria berinisial DH (38), perwakilan salah satu bank swasta di Indonesia yang melaporkan kasus dugaan ilegal akses data nasabah pada 17 April 2025 lalu.
Dalam laporan polisi tersebut, pada 5 Februari 2025, sebuah akun X yang dulu dikenal Twitter @bjorkanesiaaa mengunggah tampilan layar aplikasi bank milik nasabah.
Akun @bjorkanesiaaa juga mengirimkan pesan ke akun X resmi milik bank dan mengeklaim telah meretas 4,9 juta akun database nasabah bank.
“Akun tersebut juga memposting di salah satu web bahwa terlapor (pelaku) juga menjual data-data nasabah,” kata AKBP Herman dalam jumpa pers, Kamis (2/10/2025).
Setelah enam bulan penyelidikan dan penyidikan, Subdit IV Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya akhirnya menangkap Wahyu Taha di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada 23 September 2025 lalu.
Herman mengungkapkan motif Wahyu Taha mengunggah konten tersebut adalah untuk memeras bank swasta.
Namun, aksi pemerasan itu belum sempat terjadi karena pihak bank melapor kepada polisi sehingga pelaku berhasil ditangkap.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Tribun Manado/Ventrico) (Kompas.com/Baharudin)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.