Korupsi KTP Elektronik
Jurus Sakit Buronan KPK Paulus Tannos, Upaya Ekstradisi dari Singapura Alot
Buronan korupsi e-KTP, Paulus Tannos terus upayakan berbagai cara untuk menolak ekstradisi dari Singapura ke Indonesia, kali ini pakai jurus sakit.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Buronan kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP), Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, terus mengupayakan berbagai cara untuk menolak ekstradisi dari Singapura ke Indonesia.
Setelah ditangkap pada 17 Januari 2025, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra itu kini menggunakan alasan kesehatan sebagai dalih utama untuk meminta penangguhan penahanan dan menghindari proses hukum di Tanah Air.
Meskipun proses persidangan ekstradisi terus berjalan, Paulus Tannos menunjukkan sikap tidak kooperatif.
Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kementerian Hukum, Agvirta Armilia Sativa, mengungkapkan bahwa Tannos telah berulang kali mengajukan permintaan penangguhan penahanan dengan alasan sakit.
"Dari yang bersangkutan memang sudah berkali-kali. Itu berkali-kali berbagai upaya terkait dengan (alasan) kesehatan disampaikan oleh beliau," ujar Agvirta di Kantor Kemenkum, Jakarta, Senin (6/10/2025).
Namun, upaya tersebut selalu menemui jalan buntu.
Baca juga: Buronan KPK Paulus Tannos Menolak Diekstradisi, Menko Yusril: Itu Kewenangan Negara
Otoritas Singapura, menurut Agvirta, telah menolak seluruh permintaan tersebut, termasuk dalam sidang jaminan (bail).
Pengadilan Singapura menilai fasilitas kesehatan di Penjara Changi sudah memadai untuk menangani kondisi kesehatan Tannos.
"Sidang bail-nya juga sudah beberapa hari yang lalu dilaksanakan dan ditolak oleh pengadilan Singapura. Intinya, fasilitas kesehatan yang ada di Changi Prison itu sudah cukup untuk mengakomodir kebutuhan kesehatan dari Paulus Tannos," katanya.
Selain dalih sakit, perlawanan hukum Tannos juga kandas di pengadilan.
Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum, Widodo, sebelumnya menyatakan bahwa pengadilan Singapura telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan oleh pihak Paulus Tannos.
Penolakan ini semestinya melemahkan posisi hukumnya, namun Tannos tetap bersikeras menolak dipulangkan.
"Kalau ditolak kan posisi dia harusnya berada di posisi yang lemah dan harusnya menyetujui, tapi dia tetap bersikeras melalui pengacaranya tidak mau diekstradisi di Indonesia," jelas Widodo pada 17 Agustus lalu.
Baca juga: Paulus Tannos Menolak Diekstradisi, Pengadilan Singapura Lanjutkan Sidang pada 7 Agustus 2025
Akibat penolakannya yang terus-menerus, masa penahanan Paulus Tannos di Singapura kembali diperpanjang sementara proses persidangan ekstradisi terus bergulir tanpa kepastian kapan akan rampung.
Adapun kasus Paulus Tannos merupakan proses ekstradisi pertama yang akan dilakukan oleh Indonesia dan Singapura.
Kedua negara telah melakukan penandatanganan perjanjian ekstradisi pada tahun 2022, yang dilanjutkan dengan ratifikasi pada tahun 2023.
Untuk diketahui, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, merupakan buronan KPK di kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Perusahaan itu disebut menerima Rp 145,8 miliar.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 silam. Dia kemudian menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.
Baca juga: Menteri Hukum: Proses Pemulangan Paulus Tannos ke Indonesia Masih Panjang
Dalam pengejaran KPK, Paulus Tannos ternyata sempat berganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik. Tannos tercatat memiliki paspor Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.
Pelarian dari Paulus Tannos pun berakhir di awal tahun ini. Tannos ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.