Rabu, 8 Oktober 2025

Kasus Korupsi PLTU Kalbar

Rumitnya Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Jerat Adik JK: Diselidiki 4 Tahun Lalu, Kasus High Profile

Kortas Tipikor Polri membeberkan kerumitan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi PLTU Kalbar yang menjerat adik JK.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KORUPSI PLTU - Kakortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo (tengah) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol Totok Suharyanto (kanan) dan Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Erdi Adrimulan Chaniago (kiri) memberikan keterangan dalam ungkap kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Di Mempawah, Kalimantan Barat pada 2008-2018 di Mabes Polri, Senin (6/10/2025). Kortastipidkor Polri menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (2x50 MW) di Desa Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2018 yang menyebabkan dugaan kerugian keuangan negara yang timbul yakni sekitar US$ 62,4 juta dan Rp 323,19 miliar. Kortas Tipikor Polri membeberkan kerumitan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi PLTU Kalbar yang menjerat adik JK.  TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Duduk Perkara

Pada kesempatan yang sama, Direktur Penindakan Kortas Tipikor, Brigjen Totok Suharyanto, menjelaskan duduk perkara kasus korupsi ini.

Totok menuturkan pada tahun 2008, PLN mengadakan proyek PLTU yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Lalu, saat proses lelang, Fahmi Mochtar yang saat itu menjabat sebagai Dirut PLN, melakukan pemufakatan jahat dengan memenangkan PT Bumi Rama Nusantara agar bisa mengerjakan proyek tersebut.

Padahal, kata Totok, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat.

"Selanjutnya dalam pelaksanaan lelang, diketahui bahwa panitia pengadaan atas arahan Direktur Utama PLN tersangka FM telah meloloskan KSO BRN, Alton, dan OJSC meski tidak memenuhi syarat teknis administrasi."

"Selain itu diduga kuat bahwa perusahaan Alton OJSC tidak tergabung dalam KSO (Kerja Sama Operasi) yang dibentuk dan dikepalai PT BRN (Bumi Rama Nusantara)," kata Totok.

Baca juga: Halim Kalla dan 3 Tersangka Korupsi PLTU 1 Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,3 T Belum Ditahan

Totok mengatakan pada tahun 2009, ketika adanya penandatanganan kontrak, KSO BRN telah mengalihkan proyek PLTU ke PT Praba Indo Persada.

Selanjutnya, Dirut PT Praba Indo Persada yang juga tersangka berinisial HYL menjadi pemegang keuangan KSO BRN.

Padahal perusahaan yang dipimpin HYL tidak memiliki kompetensi untuk mengerjakan proyek PLTU tersebut.

Masih di tahun yang sama, Fahmi Mochtar melakukan tanda tangan kontrak dengan RR terkait proyek PLTU dengan total nilai mencapai 80,8 juta dolar AS dan Rp507.424.168 (Rp507,4 miliar).

"Kemudian pada tanggal 24 Juni 2009, dilakukan tanda tangan kontrak oleh tersangka FM selaku Dirut PLN dengan tersangka RR selaku Dirut PT BRN dengan nilai kontrak 80.488.341 USD dan Rp507.424.168 atau total kurs saat itu Rp1,24 triliun saat itu," ujar Totok.

Dalam kontrak tersebut, pengerjaan PLTU Kalbar dilakukan dari 28 Desember 2009-28 Februari 2012.

Namun, hingga akhir kontrak, KSO BRN dan PT Praba Indo Persada tidak mampu menyelesaikan proyek itu meski telah dilakukan 10 kali amandemen.

"Akan tetapi faktanya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,25 persen. Sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta dolar AS. Itulah yang merupakan total loss," katanya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved