Sabtu, 11 Oktober 2025

Aparat Penegak Hukum Didesak Bertindak Tegas Terhadap Mafia Tanah

Kalangan akademisi mendesak aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga kejaksaan, untuk menunjukkan keberanian dalam memproses hukum

|
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS/HERUDIN
ILUSTRASI MAFIA TANAH - Massa melakukan demonstrasi di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Selasa (25/10/2022). Aksi tersebut untuk menuntut MA untuk menangkap, membongkar, dan mengusut praktik mafia tanah dan mafia peradilan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kalangan akademisi mendesak aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga kejaksaan, untuk menunjukkan keberanian dalam memproses hukum para mafia tanah yang kian meresahkan masyarakat.  

Praktik culas yang seringkali merugikan rakyat kecil ini dinilai memerlukan perhatian khusus dan tindakan tanpa pandang bulu. 

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyatakan bahwa praktik mafia tanah telah menimbulkan keresahan luas.  

Ia menyoroti modus umum para mafia yang membeli tanah penduduk namun tidak pernah melunasi pembayarannya. 

"Betul, perlu perhatian khusus dari penegak hukum, mafia tanah harus diamankan karena meresahkan," kata Abdul Fickar kepada wartawan, Rabu (8/10/2025). 

Belakangan, muncul seorang berinisial SS dalam sejumlah kasus tanah.  

Di antaranya, kasus dugaan penggelapan aset pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Cilandak, Jakarta Selatan seluas 2.300 meter.  

Kasus tersebut saat ini sudah dilaporkan ke kejaksaan. 

Tak hanya itu, nama SS juga muncul dalam sengketa rumah dan tanah seluas 639 meter persegi milik Almarhum Kolonel (Pur) TNI Aloisius Sugianto, mantan perwira TNI, di Jalan Bondowoso, Menteng, Jakarta Pusat. 

SS juga tercatat terlibat dalam sengketa tanah seluas kurang lebih 6 Hektare di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Bali milik Bapak Made Gde Gnyadnya, yang telah bersertifikat SHM.  

Tanah tersebut kemudian beralih menjadi milik perusahaan milik SS dengan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama perusahaan. 

Kemudian, nama SS juga tercatat pernah berselisih dengan pemilik tanah dan bangunan di Jalan Jambu No 9, Kelurahan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.  

Tanah tersebut tercatat milik Soewati Kadiman yang sedang berselisih dengan SS. 

Nama Sandiana Soemarko juga tercatat dalam dugaan penempatan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau pemalsuan surat.  

Sementara itu, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, SS juga sempat mengajukan gugatan praperadilan.  

SS tercatat menggugat atas penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri di PN Jaksel.

Terkait hal itu, Fickar mendorong Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk tidak ragu mengumumkan status tersangka bagi pihak-pihak yang terlibat jika alat bukti sudah mencukupi.  

Menurutnya, kasus penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen merupakan delik umum yang merugikan kepentingan publik secara luas, bukan sekadar delik aduan. 

"Jika sudah cukup bukti, maka kewajiban penegak hukum menetapkan dan mengumumkannya. Artinya meskipun hanya dokumen seseorang yang diserobot dan dipalsukan, tetap pada dasarnya kepentingan umumlah yang dilanggar," ujar dia. 

Dirinya menyinggung agar tidak ada oknum yang bermain-main atau bersekongkol dengan mafia tanah.  

Menurutnya, keterlibatan oknum aparat akan mempertaruhkan citra penegak hukum dan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap seluruh institusi. 

"Jika oknum bermain-main di sini, belum menetapkan dan mengumumkan tersangkanya, maka akan berpengaruh tidak hanya pada kepercayaan publik tapi ketidakpercayaan pada aparatur penegak hukum secara keseluruhan, dan ini sangat berbahaya," katanya. 

Fickar mengakui bahwa pemberantasan mafia tanah merupakan tantangan besar, terutama karena adanya dugaan keterlibatan oknum aparatur di dalamnya.  

Oleh karena itu, ia menekankan perlunya ketegasan dari Presiden Prabowo Subianto untuk tidak segan mencopot pejabat yang terbukti terlibat dalam praktik lancung tersebut. 

"Itulah sulitnya, karena memang yang disebut mafia-mafia itu semua pihak termasuk di dalamnya oknum. Mestinya presiden tegas memberhentikan pejabat yang main-main," sebutnya. 

Apa itu Mafia Tanah? 

Mafia tanah adalah kelompok atau jaringan yang secara sistematis dan terorganisir melakukan pengambilalihan tanah secara ilegal dengan berbagai modus curang. 

Praktik culas ini biasanya melibatkan oknum dari berbagai profesi: notaris, pejabat desa, hingga aparat hukum.

Mereka melakukan praktik curang demi memanipulasi dokumen dan status kepemilikan tanah. 

Bagaimana modusnya? 

• Pemalsuan dokumen: Sertifikat tanah, akta jual beli, surat waris, dan dokumen legal lainnya dipalsukan agar terlihat sah.

• Manipulasi data kepemilikan: Mengubah nama pemilik tanah tanpa sepengetahuan pemilik asli.

• Gugatan fiktif: Mengajukan gugatan hukum dengan logika yang tampak masuk akal untuk merebut tanah secara legal.

• Kolusi dengan oknum pejabat: Melibatkan aparat desa, PPAT, atau pegawai BPN untuk meloloskan proses ilegal.

• Pendudukan fisik: Kadang menggunakan preman untuk menduduki lahan secara paksa

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved