Kamis, 9 Oktober 2025

Kakorlantas: Penegakan Hukum Lalu Lintas 95 Persen Lewat ETLE, Tilang Manual Hanya 5 Persen

Kakorlantas Polri tegaskan 95% tilang kini berbasis ETLE digital, hanya 5% manual, demi lalu lintas tertib dan transparan.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Glery Lazuardi
Igman Ibrahim
Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho meninjau sistem tilang elektronik (ETLE) di Lapangan Korlantas Polri, Jakarta, Kamis (9/10/2025). Ia menegaskan, 95 persen penegakan hukum kini berbasis digital untuk wujudkan lalu lintas yang tertib dan transparan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan bahwa penegakan hukum lalu lintas saat ini sudah bertransformasi ke arah digital melalui sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). 

Menurutnya, 95 persen penegakan hukum kini dilakukan melalui sistem tilang elektronik, sementara tilang manual hanya tersisa 5 persen.

“ETLE 95 persen, itu kita utamakan, karena kita harus lompat dengan kondisi yang digital. Tilang (manual) itu hanya 5 persen,” kata Agus di Lapangan Korlantas Polri, Jalan MT Haryono, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Ia menjelaskan, selain tilang digital dan manual, ada juga penegakan hukum yang bersifat edukatif melalui teguran kepada pengendara.

“Masih ada penegakan hukum secara edukatif, itu adalah teguran. Jadi bagi kendaraan yang ditutup (pelatnya), itu kan nanti juga bisa kita tilang. Tidak bisa, di cara kerja ETLE tidak bisa sampai ke sana. Tapi masih ada tilang, masih ada teguran,” ujarnya.

Agus menegaskan bahwa Polantas tidak bangga dengan banyaknya jumlah penindakan, melainkan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas.

“Kita tidak bangga untuk melakukan penegakan hukum. Ditegur atau mungkin tidak ada penegakan hukum tetapi semuanya tertib, ETLE-nya juga tidak terlalu kerja optimal, nggak ada masalah. Yang penting selamat di jalan,” katanya.

Meski sistem ETLE kini mendominasi, Agus memastikan penegakan hukum manual tetap dilakukan secara terbatas, terutama jika pelanggaran tidak dapat ditangkap oleh kamera.

“Kalau kita tidak bisa meng-capture plat kendaraan yang ditutup, kan secara manual ada. Ada handheld, itu bisa dibawa, praktis. Ada tilang manual juga, biarpun hanya 5 persen. Ada juga teguran,” ujarnya.

Lebih lanjut, Agus juga menyinggung fenomena pengendara yang menutup pelat nomor kendaraan. Menurutnya, perilaku tersebut kini sudah jarang ditemukan.

“Fenomena itu dulu ada ya, tapi hampir sekarang tidak. Saya rasa semuanya, masyarakat kita pintar semuanya. Saya rasa nggak seperti itu, itu kurang bagus ya. Karena memang lalu lintas itu adalah cermin budaya bangsa,” katanya.

Ia menegaskan, budaya tertib lalu lintas mencerminkan karakter bangsa dan harus dijaga bersama.

“Bangsa kita mau seharusnya tutup-tutup gitu ya kan. Lalu lintas itu adalah urat nadi kehidupan. Semuanya orang menggunakan jalan. Saling menghormati, saling menghargai. Bagaimana kita ramah di jalan, kan begitu. Jadi senyum Polantas adalah marka utama,” pungkasnya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved