Purbaya Bandingkan Perekonomian RI Era SBY dan Jokowi, Singgung Utang Negara Tembus Rp 9.138 T
Menkeu Purbaya membocorkan utang RI tembus Rp 9 Ribu T, ia lalu membandingkan ekonomi di masa pemerintahan SBY dan Jokowi
Ringkasan Berita:
- Menko Purbaya membandingkan kondisi ekonomi zaman SBY dan Jokowi.
- Dirinya menyebut zaman Jokowi banyak pembangunan infrakstruktur, namun sektor swasta lamban bergerak dan pertumbuhan uang beredar terlalu rendah untuk menopang aktivitas ekonomi.
- Maraknya pembangunan infrastruktur, mengakibatkan utang RI menggunung.
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membandingkan kondisi perekonomian zaman Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Diketahui, baik SBY maupun Jokowi, keduanya sama-sama menjabat menjadi Presiden Indonesia selama dua periode, 10 tahun.
Purbaya menilai, di masa 10 tahun kepemimpinan SBY, ekonomi tumbuh dengan sehat.
Meskipun, pembangunan infrastruktur tidak banyak dilakukan.
Sementara di zaman Jokowi, pembangunan infrastruktur dilakukan besar-besaran.
Tentu, agenda ini membutuhkan modal yang besar juga.
Menurut analisa Purbaya, ekonomi Indonesia masih lebih baik ketika dipimpin SBY.
Sebab, di era SBY (2004-2014) ekonomi lebih sehat karena digerakkan sektor swasta dengan pertumbuhan ekonomi mendekati 6 persen, uang beredar 17 persen , dan kredit 22 persen .
Kendati demikian pihaknya memaklumi setiap presiden memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola negara.
Kondisi itu memperlihatkan adanya dinamika ekonomi yang hidup, terutama karena peran aktif sektor swasta dan investasi domestik yang kuat.
Sementara era Jokowi (2014-2024), justru terlalu bergantung pada belanja infrastruktur pemerintah, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen , uang beredar 7 persen , dan kredit di bawah.
Baca juga: Menkeu Purbaya Sebut Bank Himbara Ketagihan Kucuran Dana Pemerintah
“Zaman SBY meski tak banyak bangun infrastruktur, rakyat makmur,” ujar Purbaya dalam acara Investor Daily Summit 2025 pada Kamis (9/10/2025) dilansir WartaKotaLive.com.
Semasa Jokowi, kata Purbaya, mesin ekonomi menjadi pincang karena swasta lamban bergerak sehingga pertumbuhan uang beredar terlalu rendah untuk menopang aktivitas ekonomi.
Selain itu, di era Jokowi perbankan harus berhenti karena kebijakan keuangan cenderung terlalu ketat.
Hal ini yang membuat beberapa sektor tak berhasil tumbuh secara optimal.
“Mesin ekonomi kita jadi pincang karena sektor swasta lamban bergerak,” kata Purbaya.
Utang Menggunung
Dalam kesempatan lain, Purbaya mengatakan, perlambatan ekonomi era Jokowi bukan semata akibat belanja infrastruktur, melainkan karena kurangnya keberanian perbankan menyalurkan kredit.
Juga karena lambannya ekspansi usaha baru di sektor produktif.
Di sisi lain, utang negara meroket karena kebijakan pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan.
Alhasil negara butuh pinjaman besar, hingga akhirnya tembus Rp 9.138 triliun.
Menurut Purbaya utang negara itu masih dalam level aman.
Sebab, total utang negara tersebut masih 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dan kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan sektor ekonominya."
"Ini kan masih di bawah 39 persen dari PDB kan, jadi dari standart ukuran internasional itu masih aman," jelas Purbaya saat menghadiri Media Gathering di Bogor, Sabtu (11/10/2025).
Menurut Purbaya, pemerintah seharusnya mulai memastikan nilai utang pemerintah itu digunakan sebaik mungkin.
"Ke depan kita akan cepat coba kontrol belanja pemerintah kita, supaya lebih baik, sehingga yang nggak perlu-perlu saya bisa mulai potong," ujar Purbaya.
Targetkan Ekonomi Tumbuh 8 Persen
Kini, di era Presiden RI Prabowo Subianto, Purbaya menginginkan ekonomi kembali tumbuh dengan sehat.
Untuk mengakselerasi pertumbuhan menuju 8 persen, dibutuhkan upaya yang nyata.
Strategi utama pemerintah adalah memastikan sektor swasta bertindak sebagai motor utama pertumbuhan, dengan APBN berperan sebagai katalis.
Strategi ini berfokus pada Sektor bernilai tambah dan multiplier tinggi, serta Revitalisasi sektor padat karya dengan dukungan alokasi Belanja APBN.
“Sektor swasta harus menjadi motor utama pertumbuhan. Pemerintah berperan menyiapkan iklim usaha yang kondusif, memperbaiki regulasi, dan mempercepat realisasi anggaran serta belanja kementerian/lembaga."
"Kita sudah mulai dengan membentuk tim akselerasi percepatan ekonomi, untuk menyelesaikan bottleneck investasi,” ujar Purbaya.
Selain itu, Purbaya mengidentifikasi Foreign Direct Investment (FDI) sebagai salah satu komponen vital.
FDI atau Penanaman Modal Asing (PMA) adalah investasi jangka panjang dari satu negara ke negara lain, yang tujuannya untuk mendapatkan kendali atas perusahaan atau aset di negara lain.
Dirinya mencontohkan Singapura sebagai negara yang sukses menciptakan Iklim Investasi pro-FDI dan transformasi ke sektor bernilai tambah tinggi.
Termasuk juga Korea Selatan yangberhasil melalui State-led Industrialization dan Vietnam berakselerasi lewat Integrasi perdagangan global dan FDI-Driven Manufacturing.
Belajar dari hal tersebut, ia akan turut menjamin iklim investasi.
Purbaya meyakini, jika dua mesin pertumbuhan yaitu pemerintah (fiskal) dan swasta dapat dijalankan secara sinergis, target pertumbuhan yang lebih tinggi dapat dicapai.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Purbaya Sebut Zaman SBY Rakyat Hidup Makmur, Dipimpin Jokowi Mesin Ekonomi Pincang
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Pravitri Retno Widyastuti/Nitis Hawaroh)(WartaKotalive.com/Feryanto Hadi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.