Rabu, 29 Oktober 2025

Proyek Kereta Cepat

Ada Dugaan Mark Up Proyek Whoosh, KPK Bisa Periksa Jokowi? Mahfud: Tidak Harus, Bisa Menterinya Dulu

Eks Menko Polhukam, Mahfud MD bicara bisa tidaknya Jokowi diperiksa terkait dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

Instagram @jokowi
PROYEK KERETA CEPAT WHOOSH - Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi dalam  acara Kompas 100 CEO Forum ke-15 yang diselenggarakan di Ruang Konferensi Pers, Istana Garuda, Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN). Jumat, 11 Oktober 2024. Eks Menko Polhukam, Mahfud MD buka suara terkait kemungkinan KPK memeriksa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Tuntutan pemeriksaan Jokowi dalam polemik proyek Kereta Cepat Whoosh ini muncul karena Jokowi sempat mengklaim bahwa proyek ini adalah idenya. 
Ringkasan Berita:
  • Eks Menko Polhukam, Mahfud MD bicara soal kemungkinan KPK memeriksa Presiden ke-7 RI Jokowi terkait dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
  • Mahfud menegaskan, secara yuridis, KPK bisa meminta keterangan Jokowi terkait proyek kereta cepat Whoosh.
  • Namun menurut Mahfud, pemeriksaan soal dugaan mark up proyek Kereta Cepat Whoosh ini tidak harus Jokowi yang diperiksa. Tapi bisa dimulai dari jajaran menteri Jokowi yang menjabat saat proyek ini dilaksanakan.

TRIBUNNEWS.COM - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara terkait kemungkinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

Tuntutan pemeriksaan Jokowi dalam polemik proyek Kereta Cepat Whoosh ini muncul karena Jokowi sempat mengklaim proyek ini adalah idenya.

Selain itu, proyek kereta cepat ini awalnya telah dilakukan uji kelayakan secara komprehensif dengan Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Namun pada akhirnya proyek kereta cepat ini diberikan kepada China.

Mahfud menegaskan, secara yuridis, KPK bisa meminta keterangan Jokowi terkait proyek kereta cepat yang dibangun semasa Jokowi masih menjadi presiden.

Karena pada dasarnya semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Namun menurut Mahfud, dalam praktiknya ini bukan soal berani atau tidak, tapi soal tata krama.

Mahfud menyebut, pemeriksaan soal dugaan mark up proyek Kereta Cepat Whoosh ini tidak harus Jokowi yang diperiksa.

"Kalau yuridis formal itu semua orang kedudukannya sama di depan hukum. Kalau mau KPK bisa juga minta keterangan Pak Jokowi. Tapi dalam praktik, bukan soal berani, tapi tata krama di negara kita. Kan tidak harus Pak Jokowi ini sebenarnya," kata Mahfud dalam Program 'Terus Terang' yang ditayangkan di kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa (22/10/2025).

Mahfud menuturkan, pemeriksaan proyek Kereta Cepat Whoosh ini bisa dimulai dari jajaran menteri Jokowi yang menjabat saat proyek ini dilaksanakan. Lalu juga memeriksa orang-orang yang ikut melakukan negosiasi dengan China.

"Mulai dari orang-orang keduanya, menteri-menterinya, lalu siapa orang yang nego kesana (China) lalu cari kontraknya," jelas Mahfud.

Keterangan dari orang-orang yang terlibat pembangunan proyek Whoosh ini dinilai penting oleh Mahfud, agar nantinya bisa terungkap soal detail isi kontrak proyek Kereta Cepat Whoosh ini.

Karena menurut Mahfud, benar tidaknya adanya mark up dalam proyek Kereta Cepat Whoosh ini bisa dilihat dari isi kontraknya.

Baca juga: Rocky Gerung: Jokowi Berpotensi Dipidana Imbas Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Whoosh

"Agar kita tahu kontraknya kayak apa sih sebenarnya, kan akan ketahuan dari kontrak kalau ada ada main-mainnya. Nah Tapi kita gak pernah punya akses ke kontraknya," imbuh Mahfud.

Mahfud juga menegaskan, proyek Whoosh ini dalam pembangunannya melibatkan banyak pihak.

Sehingga bisa saja Jokowi tidak terlibat dengan masalah dugaan mark up proyek Whoosh ini.

"Bisa jadi, bisa jadi Pak Jokowi tidak terlibat dalam masalah jelek urusan ini. Bisa jadi tidak korupsi, tidak mendapat kickback (pembayaran ilegal atau suap)."

"Tapi duga dugaan adanya kickback dan mark up itu kan tidak harus dilakukan oleh Pak Jokowi, kan banyak melibatkan orang," jelas Mahfud.

Eks Penyidik KPK Yakin Ada Indikasi Korupsi di Kasus Whoosh

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, meyakini ada dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh

Ia mengaku getol ingin menyelidiki terkait dengan dugaan penggelembungan anggaran (mark up) proyek Whoosh itu.

Menurut Yudi, tidak ada perbuatan kasus korupsi yang tidak sengaja, semuanya pasti dilakukan dengan direncanakan secara matang.

"Saya ingin langsung menyidik karena melihat data-data yang begitu jelas. Betul sekali (ada indikasi korupsi). Indikasi yakin. Layak (diselidiki)," kata Yudi Purnomo, dikutip dari kanal YouTube Official iNews, Rabu (22/10/2025).

"Mengapa saya yakin? Kita tahu bahwa suatu kasus korupsi itu dilakukan dengan sengaja. Dia pasti ada yang namanya perencanaan," lanjutnya.

Yudi menyebut apa yang terjadi saat akibat dari dugaan korupsi proyek Whoosh ini sudah ditentukan sejak awal.

Baca juga: Prof Sulfikar: Menkeu Purbaya Berani Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh karena Itu Maunya Prabowo

Ia menjelaskan, ada 3 hal pelaku dalam kasus korupsi, yaitu intelektual dader, koordinator, dan eksekutor.

"Pertama adalah intelektual dader, orang yang memerintahkan, orang yang punya kewenangan. Kemudian yang kedua adalah koordinator, dia yang kemudian menjadi jembatan antara intelektual dader dengan orang yang terakhir, eksekutor," jelasnya.

Menurut Yudi Purnomo, proyek Whoosh dipilih Indonesia dari China bukan Jepang karena tidak ada jaminan apa pun dari pihak China.

"Dalam suatu pemerintahan good government pasti semua ada acuan. Apa acuannya? Yaitu adanya kajian, adanya legal opinion, pasti itu ada. Sama seperti misalnya kita harus membaca, misalnya ada rapat perpindahan dari Jepang ke China itu pasti hitung-hitungannya, matematika dan sebagainya, itu kan putusan pasti kan ada turunannya, itu menurut saya harus kita telusuri," kata Yudi.

Yudi menilai ada tiga hal yang harus diperiksa, yaitu proses, pembangunan, dan sekarang adalah utang yang menumpuk.

Baca juga: Polemik Utang Kereta Cepat Whoosh: AHY Putar Otak Cari Solusi, China Singgung soal Manfaat

"Ada hal yang sangat penting walaupun ada perubahan undang-undang BUMN terkait dengan kerugian BUMN adalah bukan kerugian negara. Kita ingat kasus ini terjadi tempusnya itu adalah ketika undang-undang masih jelas ada keuangan BUMN itu ketika terjadi kerugian adalah kerugian negara."

"Jadi menurut saya orang-orang yang ada di WIKA, Jasa Marga, KAI, dan terkait perkebunan itu adalah pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban pertama, karena mereka yang ada di middle," lanjutnya.

Yudi menjelaskan bahwa pembuat kebijakan tidak bisa langsung diperiksa, karena itu adalah hal yang tidak mungkin. Untuk itu, pihak yang ada di level tengah yang dapat diperiksa terlebih dahulu.

"Kita harus mencari dulu di level middle-nya, kalau di middle dapat, maka di bawah di bagian lowernya sebagai eksekutor, dia kemudian akan berbicara karena ada kasus," ungkapnya.

Yudi pun menyarankan KPK harus segera bergerak mengusut kasus Whoosh. Karena menurut instingnya sebagai penyidik KPK, ia yakin ada indikasi korupsi di kasus tersebut.

Baca juga: Utang Whoosh Menggunung, AHY Peras Otak Siapkan Dua Cara Melunasinya, Apa Saja?

Klaim Jokowi soal Proyek Kereta Cepat Whoosh

Mengenal Kereta Cepat Whoosh, kereta cepat Jakarta-Bandung yang diresmiksn Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diklaim tercepat pertama di Indonesia dan asia tenggara, Senin (2/10/2023).
Mengenal Kereta Cepat Whoosh, kereta cepat Jakarta-Bandung yang diresmiksn Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diklaim tercepat pertama di Indonesia dan asia tenggara, Senin (2/10/2023). (Tangkap layar kanal YouTube Sekretariat Presiden)

Analis kebijakan publik, Agus Pambagio mengungkap, Presiden ke-7 RI, Jokowi pernah mengumbar janji proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCBJ) tidak akan rugi.

Selain itu, menurut Agus, Jokowi juga menyebut proyek tersebut baik untuk bangsa dan negara.

Janji itu disampaikan Jokowi kala Agus bertemu Presiden RI ke-7 tersebut di Istana Bogor pada 2019 silam.

Dalam pertemuan ini, Agus sendiri sudah menyatakan penolakan terhadap proyek kereta yang diberi nama Whoosh itu karena sudah dianggap tidak layak diteruskan.

"Pak Presiden waktu itu memberikan penjelasan bahwa ini tidak akan rugi, ini pasti baik buat bangsa ini karena berteknologi tinggi, dan seterusnya," papar Agus, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan, Jumat (17/10/2025).

Selanjutnya, Agus Pambagio juga mengungkap ekspresi Jokowi saat diberitahu proyek kereta cepat ini tidak feasible (layak, bisa dilakukan, dan berpeluang berhasil, red).

Saat itu, Jokowi hanya senyum dan tetap yakin bahwa proyek tersebut tidak akan merugi.

Baca juga: Kritik Pemerhati Transportasi Buntut Gegeran Whoosh: Jangan Hanya Kejar Titik Impas Keuangan

"Tipikal Pak Jokowi, senyum gitu. Nggak ada yang aneh-aneh, 'bisa kok ini', gitu. Pokoknya, jalan," ujarnya.

Agus mengaku, saat akan bertanya lagi kepada Jokowi setelah menyampaikan penolakan proyek KCJB ini, dirinya justru dikode oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk tidak bertanya.

"Saya kan mau tanya lagi, saya dicolek, diinjak sama Pak Wantimpres. Ya sudah saya diam. Yang teman-teman yang lain juga banyak mungkin mau tanya," ungkapnya.

Kemudian Agus juga mengungkap Jokowi mengaku, itu adalah idenya sendiri untuk menggandeng China/Tiongkok dalam proyek Whoosh, padahal sebelumnya sudah ada feasibility study bersama Jepang.

Feasibility study adalah metode analisis yang bertujuan untuk mengevaluasi peluang keberhasilan suatu proyek.

Menurut Agus, Jokowi kemungkinan memilih China karena merasa lebih nyaman.

Apalagi, selama dua periode (2014-2019 dan 2019-2024), ayah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka itu memang dekat dengan China, lantaran ada banyak proyek bantuan dari negara yang berjuluk Negeri Tirai Bambu ini.

Baca juga: Mahfud MD Minta Dugaan Mark Up Whoosh Langsung Diselidiki, KPK: Kami Juga Lakukan Case Building

Utang Proyek Whoosh

Proyek Whoosh saat ini menuai sorotan karena utangnya yang mencapai Rp116 triliun, dan menjadi beban berat bagi BUMN Indonesia, terutama PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemimpin konsorsium PSBI.

Utang proyek Whoosh dinilai bagai bom waktu dan menjadi beban yang membuat PT KAI dan konsorsium BUMN kewalahan menanggung kerugian.

Proyek yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

Baca juga: Proyek Whoosh Diduga Mark Up 3 Kali Lipat, KPK Tantang Mahfud MD Serahkan Data

Whoosh, program yang dibangga-banggakan oleh Jokowi ini berujung pada tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

Karena menjadi lead konsorsium PSBI, maka PT KAI menanggung porsi kerugian paling besar, yakni Rp951,48 miliar per Juni 2025, jika dibanding tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

Sehingga, beban yang ditanggung PT KAI begitu berat, baik dalam bentuk biaya operasional kereta cepat maupun pengembalian utang.

Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin bahkan menyebut besar utang proyek Whoosh ini bagai bom waktu, sehingga pihaknya akan melakukan koordinasi dengan BPI Danantara untuk menanganinya.

“Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk masalah KCIC ini, terutama kami dalami juga. Ini bom waktu,” ujar Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rizkianingtyas Tiarasari/Rakli Almughni)

Baca berita lainnya terkait Proyek Kereta Cepat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved