Proyek Kereta Cepat
Mahfud MD Dicap 'Sengkuni' usai Kritik Whoosh, PSI Ungkit Peran Jokowi Tunjuk Menkopolhukam
Mahfud disebut sebagai sengkuni oleh kader PSI Sudarsono setelah mengkritik soal Whoosh dan IKN proyek strategis andalan Jokowi
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mendapatkan sentilan usai mengomentari polemik kereta cepat Whoosh hingga Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baik Whoosh maupun IKN, keduanya adalah program unggulan Joko Widodo (Jokowi) saat menjadi Presiden RI periode 2019-2024.
Mahfud MD mengatakan dua program itu berpotensi mengandung pelanggaran hukum dan korupsi, yakni dugaan potensi mark-up biaya Whoosh dan penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang berlebihan untuk IKN.
Sebagai ahli hukum, Mahfud MD pun mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan masalah ini.
Namun, komentar Mahfud MD berbuntut panjang.
Seorang pecatan kader PDIP yang kini jadi kader PSI, Sudarsono, menilai Mahfud MD telah terlalu jauh mengomentari program itu.
Terlebih, Mahfud dahulu juga "orang dalam" pemerintahan, yang juga diangkat menjadi seorang menteri oleh Jokowi.
Menurut Sudarsono, komentar Mahfud justru berpotensi negarawan itu dicap sebagai "Sengkuni".
Sengkuni adalah sebuah sosok tokoh pewayangan yang memiliki sifat licik, manipulatif, penuh tipu muslihat atau pandai menghasut dan mengadu domba.
Istilah ini sering digunakan sebagai kiasan untuk merujuk pada seseorang yang memiliki sifat-sifat negatif serupa.
"Bagi kami, kami marah terutama orang-orang yang dulunya mengabdi dengan beliau (Jokowi) diangkat oleh beliau (Jokowi), seperti Mahfud, hingga Said Didu."
Baca juga: Mahfud MD Nilai Kontrak Proyek Kereta Cepat Whoosh dengan China Harus Dibuka Demi Selesaikan Masalah
"Saya kok bingung ini, Mahfud kok jadi Sengkuni ya? artinya kemarin dia seperti apa, kok ikut-ikutan ngupas IKN katanya berpotensi ada pelanggaran, termasuk di whoosh dia ngomong ada pelanggaran," ungkap Sudarsono dalam podcast Ruang Konsensus by Unpacking Indonesia yang tayang di YouTube Zulfan Lindan Unpacking Indonesia, Kamis (23/10/2025).
Komentar Mahfud ini, lanjut Sudarsono, dapat menimbulkan kegaduhan di publik.
"Dia (Mahfud MD) sekian tahun ikut beliau (Jokowi) dia Menkopolhukam lagi, berarti kan tau semua dinamika, kok sekarang ikut-ikut menyampaikan hal itu (kritikan), menurut saya ini kan yang membuat gaduh," lanjut Sudarsono.
Sudarsono memahami, Mahfud sebagai ahli hukum ingin membahas sesuatu di bidang hukum pula.
Namun, menurutnya Mahfud harus tahu diri siapa yang memberikannya jalan menjadi seorang menteri, kalau bukan Jokowi.
"Justru ini, kok Mahfud jadi sengkuni, dulu dia kan Menkopolhukam, artinya kalau ada hal-hal yang berpotensi kepada hal-hal yang melanggar hukum, dia ada di dalamnya kok, kalau (persoalan) itu benar begitu."
"Tapi bagi kami (tuduhan itu) memang itu tidak benar. Makanya saya berani sampaikan, saya sekarang Sudarsono yang menjadi kader PSI ini berani sampaikan, ini kok Mahfud MDd berpotensi jadi Sengkuni," kata Sudarsono.
Diingatkannya, Jokowi dulu sangat legowo saat Mahfud, menterinya, maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) "menantang" anaknya, Gibran Rakabuming Raka.
Terlebih , Mahfud maju dengan partai yang dulu memecat Jokowi.
"Artinya apa yang disampaikan beliau ini bukan layaknya disampaikan oleh seorang negarawan, apalagi seorang menkopolhukam, cawapres lagi."
"Adapun dia saat maju mencalonkan cawapres itu kan atas legowonya Bapak Ir Joko Widodo, dia masih ada di kabinet beliau, menko lagi. (Mahfud) mau jadi presiden, beliau (Jokowi) izinkan, meskipun pertarungannya nyatanya cuman 16 persen didukung dengan partai yang memecat Jokowi. Dia (Mahfud) nggak tahu diri juga," ucap Sudarsono.
Mahfud, lanjut Sudarsono, seharusnya dapat mengingat dan menghargai apa yang telah Jokowi berikan kepadanya.
"Seharusnya Mahfud MD selayaknya tak mengomentari sejauh itu dan senegatif itu."
"Dia orang Jawa juga, 'mikul dhuwur mendehem jero', bagaimana Jokowi menjadikan seorang Mahfud MD, menjadi menteri, membantu beliau (di pemerintahan?)," ujar Sudarsono.
Menurutnya, Mahfud MD lebih baik mengomentari soal kedatangan pakar telekomunikasi Roy Suryo dan aktivis Tifauzia Tyassuma lebih dikenal sebagai Dokter Tifa.
Keduanya mendatangi makam ibunda Jokowi, bukan untuk berziarah melainkan untuk mengkroscek sesuatu.
"Lebih baik bapak mengomentari sebagai seorang tokoh NU, kayak kemarin kan masih nyaring soal Roy Suryo, Tifa ke makam (orang tua Jokowi), kalau orang NU tau (agenda mereka) saja pasti marah kok. Mahfud lebih baik berkomentar itu."
"Jadi, Pak Mahfud jangan begitu nggih pak, jangan jadi Sengkuni, saya pecinta Pak Jokowi yang menyatakan (diri sebagai) politikus kampung, anak desa."
"Bapak seorang professor doktor, taat beribadah tapi bapak jadi Sengkuni. Tau pak Jadi Sengkuni itu nerakanya nanti seperti apa pak?" kata Sudarsono.
Komentar Mahfud MD
Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan bahwa dari awal memang proyek Whoosh tidak beres karena banyak isu soal biaya, utang, kontrak hingga mark up.
Komentar itu disampaikan Mahfud saat isu soal utang Whoosh mencuat diusulkan agar dibayar dengan APBN, tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menolaknya.
Adapun utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ITU diketahui mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS.
"Ada masalah serius yang kemudian tidak bisa disembunyikan lagi. Sejak tanggal 13 Oktober 2025 misalnya, menggelegar berita-berita yang beredar luas beberapa tahun yang lalu bahwa penanganan Whoosh sejak awalnya memang tidak beres"
"Selain isu biaya dan utang yang begitu besar, ada juga isu pengalihan kontrak dengan Jepang ke China, ada isu pemecatan pejabat yang tidak setuju dengan projek itu, ada isu dugaan mark up, ada isu projek busuk dan sebagainya," ungkap Mahfud, Jumat (24/10/2025), dikutip dari YouTube Mahfud MD Official.
Menurut Mahfud, jika dalam pembuatan kontrak pihak kita kalah atau justru merugikan, kesalahan tidak bisa sepenuhnya ditujukan kepada China saja.
"Jika kita kalah dalam pembuatan kontrak yang kemudian mencekik, tentu kita tidak dapat hanya menyalahkan China, melainkan bisa menganggap bahwa pihak kita tidak becus memegang kebebasan setara dalam berkontrak dan abai terhadap kepentingan nasional sendiri," kata Mahfud.
Mahfud menilai, bisa saja ada dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini.
Oleh karena itu, kasus Whoosh ini sejatinya harus diselesaikan secara hukum juga, jadi tidak hanya dari segi politiknya saja.
Sehingga, ke depannya tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan.
"Bahkan mungkin saja koruptif seperti yang didugakan sampai saat ini. Inilah perlunya penyelidikan atas kasus ini. Kasus ini harus diselesaikan bukan hanya secara politik, tetapi juga secara hukum," tegas Mahfud.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/ Rifqah)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.