Muktamar PPP
Banding Administratif, Pengurus PPP Minta Presiden Tinjau Ulang SK Kepengurusan Mardiono
PPP Malaysia mengajukan banding administratif Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Mardiono dan Agus Suparmanto.
Ringkasan Berita:
- Zainul Arifin ajukan banding ke Presiden Prabowo atas SK kepengurusan PPP 2025-2030 yang dianggap prematur.
- SK dinilai melanggar AD/ART PPP dan UU, sementara sengketa Muktamar X masih berproses di pengadilan.
- Banding bertujuan batalkan SK karena cacat prosedur dan ancam ketidakpastian hukum anggota partai.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Luar Negeri Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Malaysia, Muhamad Zainul Arifin mengajukan banding administratif Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Mardiono dan Agus Suparmanto ke Presiden Prabowo Subianto.
Zainul meminta Presiden Prabowo untuk meninjau ulang SK pengesahan kepengurusan PPP periode 2025-2030 tersebut.
Pasalnya, dia menilai, penerbitan SK prematur dan bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, peraturan perundang-undangan, serta asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Sebab, penerbitan SK tidak sejalan dengan AD/ART Partai PPP dan ketentuan UU Partai Politik, hingga Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 34 Tahun 2017.
"Dengan demikian, keputusan (SK PPP) tersebut dinilai melanggar AUPB, khususnya Asas Kepastian Hukum, Asas Kecermatan, dan Asas Ketidakberpihakan," kata Zainul, Senin (27/10/2025).
Zainul merupakan anggota sah PPP dan juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) Partai Persatuan Pembangunan Di Malaysia masa bakti 2021-2026.
Tak hanya itu, Zainul juga mengatakan, bahwa proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai keabsahan hasil Muktamar X PPP masih berjalan dan belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
“Seharusnya pemerintah menunggu perselisihan internal partai PPP selesai dulu, hingga putusan pengadilan inkrah terlebih dahulu sebelum menetapkan perubahan kepengurusan partai PPP,” terang Zainul.
Dia juga menilai, langkah pemerintah dalam mengesahkan perubahan kepengurusan baru berpotensi menimbulkan preseden buruk bagi tata kelola partai politik di Indonesia.
Zainul menyebut, pemerintah seharusnya bersikap netral dan menjunjung tinggi asas due process of law, bukan justru mempercepat pemberian legitimasi kepada salah satu pihak yang masih berstatus sengketa.
Baca juga: Mardiono Digugat oleh Pengurus PPP, Sebut Agus Suparmanto yang tepat Jadi Ketua Umum
Dia pun menjelaskan, pengajuan banding administratif tersebut didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memberikan hak kepada warga negara untuk mengajukan keberatan dan banding administratif terhadap keputusan pejabat pemerintahan yang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Zainul meyakini jika langkah ini juga merupakan bagian dari upaya hukum sebelum menempuh gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Zainul menjelaskan, tujuan pengajuan banding administratif untuk meminta Menteri Hukum meninjau kembali dan membatalkan Keputusan Menteri tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan masa bakti 2025–2030.
Sebab, dia menilai, keputusan tersebut tidak hanya cacat prosedural dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak konstitusional anggota partai.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.