Rabu, 29 Oktober 2025

Catatan Politik Bamsoet: Kebijakan Korektif Sebagai Upaya Memulihkan Perekonomian Nasional

Bamsoet menilai langkah korektif Presiden Prabowo di sektor keuangan negara-daerah menjadi terapi penting untuk memulihkan ekonomi nasional.

Editor: Content Writer
Istimewa
CATATAN POLITIK - Bambang Soesatyo menilai langkah korektif yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto, termasuk efisiensi anggaran dan perbaikan tata kelola keuangan negara-daerah, merupakan langkah strategis untuk memperkuat stabilitas dan pemulihan ekonomi nasional. 

Sikap bijak pertama yang patut dikedepankan adalah keberanian untuk jujur. Di akui saja bahwa efektivitas pengelolaan keuangan atau anggaran negara-daerah masih rendah. Karena tata kelola tidak efektif, korupsi marak. Dan, karena tidak kreatif dalam merumuskan kebijakan dan program, anggaran Pemda bernilai  triliunan rupiah hanya bisa diendapkan di bank. 

Padahal, dalam konteks memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat di berbagai daerah, anggaran berskala triliunan rupiah itu bisa digunakan untuk membangun fasilitas umum dan meningkatkan layanan publik, misalnya di bidang pendidikan atau kesehatan.

Selain keberanian bersikap jujur, Presiden juga mengajak segenap elemen masyarakat untuk realistis pada kondisi keuangan negara, serta fakta tentang kinerja perekonomian nasional yang belum cukup kuat untuk menciptakan lapangan kerja baru. Dengan berpijak pada fakta seperti itu, pemanfaatan ragam potensi kekuatan nasional, termasuk dana milik negara, sudah sepatutnya diprioritaskan untuk memulihkan produktivitas perekonomian negara agar mampu menciptakan lapangan kerja.

Maka, secara tidak langsung, Presiden Prabowo pun mengajak semua pihak untuk bersepakat menetapkan  skala prioritas  yang berfokus pada upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ingat bahwa lebih dari tujuh juta orang muda Indonesia kini menyandang status pengangguran. Kecenderungan untuk terjadinya gelembung angka pengangguran praktis tak terhindarkan karena produktivitas dunia usaha nasional nyaris stagnan akibat pertumbuhan penjualan yang melambat karena lemahnya permintaan konsumen.

Unit-unit bisnis skala besar yang tak mampu bertahan memilih berhenti berproduksi. Kecenderungan ini setidaknya tercermin dari kebangkrutan PT Sepatu Bata dan PT Sritex. Fenomena ini juga bisa dibaca pada putusan perkara pailit di Mahkamah Agung (MA). 

Per 2024 misalnya, MA memutuskan 195 perkara pailit.  Dan, sepanjang tahun 2025 ini, MA pun sudah memutuskan puluhan perkara pailit.  Indikator lain yang tak kalah pentingnya untuk diwaspadai adalah menurunnya daya serap dunia usaha nasional terhadap tawaran kredit dari perbankan.

Sedangkan gambaran tentang perekonomian rakyat, yang lazim diklasifikasi dalam kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),’sangat memprihatinkan. Data Kemenkop dan UKM menyebutkan bahwa pada 2021, jumlah pelaku UMKM mencapai 64,2 juta unit dengan kemampuan menyerap tenaga kerja yang sangat besar.

Pasca pandemi Covid-19, gambaran tentang UMKM sangat menyedihkan. Menurut asosiasi UMKM, tak kurang dari 30 juta unit usaha UMKM bangkrut. Setelah itu, progres pertumbuhan UMKM tahun-tahun terakhir ini belum jelas. 

Tetapi, BI mencatat bahwa pertumbuhan kredit perbankan untuk UMKM terus menurun hingga akhir 2024,  mencapai level terendah, yakni 3 persen. Seperti diketahui, untuk meringankan beban pelaku UMKM yang bangkrut, Presiden Prabowo telah merealisasikan kebijakan menghapus hutang mereka.

Jadi, wajar saja jika Presiden Prabowo terus mencari jalan-jalan baru untuk memulihkan dinamika dan produktivitas perekonomian nasional. Salah satunya adalah mengaktualisasikan rangkaian kebijakan korektif. Tujuannya, semata-mata meningkatkan efektivitas pemanfaatan semua potensi nasional, utamanya peningkatan efektivitas pemanfaatan anggaran negara-daerah.

Baca juga: Catatan Politik Bamsoet: Inisiatif Presiden Prabowo Perbaiki Tatanan yang Tidak Ideal

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved