Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Divonis 4,5 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan JPU
Eks Dirut ASDP divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp1,2 triliun. Vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Ringkasan Berita:
- Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) pada 2019-2022.
- Adapun vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta agar Ira divonis 8,5 tahun penjara.
- Ada hal yang meringankan hukuman Ira yakni salah satunya tidak terbukti melakukan korupsi.
- Hakim menilai apa yang dilakukan Ira adalah kelalaian pengelolaan semata dan tidak ada niat untuk melakukan korupsi.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, divonis 4,5 tahun dalam kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu dengan pidana penjara empat tahun dan enam bulan," kata majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
Selain pidana penjara, Ira juga dijatuhi hukuman berupa denda Rp500 juta. Jika tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Adapun vonis dari hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni meminta Ira agar dihukum selama 8,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan penjara.
Hakim turut menyampaikan hal memberatkan dan meringankan vonis terhadap Ira.
Baca juga: KPK Jawab Tangisan dan Pleidoi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi: Proses Hukum Sah, Kerugian Negara Nyata
Hal memberatkan yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Selain itu, terdakwa juga dinyatakan telah menyalahgunakan wewenang sebagai direksi BUMN serta merugikan PT ASDP lantaran terlilit utang akibat tindak pidana yang dilakukan.
"Keadaan meringankan, perbuatan para terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi namun kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan etikat baik dalam prosedur dan tata kelola PT ASDP Indonesia Ferry," kata hakim anggota.
Hal meringankan lainnya yakni para terdakwa bisa memberikan legacy kepada PT ASDP Indonesia Ferry, tak menerima uang, dan memiliki tanggungan keluarga.
Dakwaan Ira Puspadewi
Sebelumnya, Ira didakwa bersama dua terdakwa lainnya yakni Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP tahun 2020–2024, Harry Muhammad Adhi Caksono dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP tahun 2019–2024, Muhammad Yusuf Hadi telah melakukan korupsi hingga merugikan negara Rp1,25 triliun.
Adapun korupsi yang dilakukan terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) pada 2019-2022.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan Ira telah melakukan korupsi bersama engan Adjie selaku pemilik manfaat (beneficial owner) PT Jembatan Nusantara.
Jaksa menjelaskan kasus bermula dari tahun 2019 lalu lewat skema KSU.
Perbuatan korupsi dilakukan hingga tahun 2022, ketika skema berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT Jembatan Nusantara.
Jaksa menguraikan, perbuatan Ira, Yusuf, Adhi Caksono, bersama Adjie dengan melakukan keputusan direksi nomor 35/HK:01/ASDP-2018 tanggal 19 Februari 2018, menjadi keputusan direksi nomor KD.86/HK.02/ASDP-2019 tanggal 6 Maret 2019.
Tindakan itu bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU antara PT ASDP Indonesia Ferry dengan PT Jembatan Nusantara.
Jaksa menyebut, para terdakwa menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU, melakukan perjanjian kerja sama KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry dengan PT JN sebelum adanya persetujuan dewan komisaris.
"Juga tidak mempertimbangkan risiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun VP, manajemen risiko, dan quality assurance," beber dakwaan jaksa dalam bab perbuatan melawan hukum.
Selanjutnya para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT Jembatan Nusantara kepada dewan komisaris PT ASDP Indonesia Ferry.
Namun, ternyata berbeda dengan substansi izin yang disampaikan kepada Menteri BUMN saat itu.
Ketiga terdakwa juga tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT Jembatan Nusantara dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli.
Para terdakwa juga melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 unit kapal PT Jembatan Nusantara oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU).
Menurut jaksa, ketiga terdakwa telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT Jembatan Nusantara yang kondisinya tidak layak.
"Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering [due diligence] PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi. Yaitu KMP Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku. Dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi, dalam kondisi karam," kata dakwaan jaksa.
Kemudian, melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT Jembatan Nusantara.
Dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021, kepada PT ASDP Indonesia Ferry sebagai pemilik baru PT Jembatan Nusantara.
Selain itu, melakukan pengondisian valuasi perusahaan PT Jembatan Nusantara oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan reviu ulang.
Baca juga: Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Dituntut 8,5 Tahun Penjara Dalam Kasus Korupsi Rp 1,2 Triliun
Serta memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen kepada opsi DLOM 30 persen yang diusulkan KJPP SRR.
Padahal tindakan itu bertentangan dengan sejumlah peraturan, mulai Pasal 97 Ayat 2 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas juncto Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Surat Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT ASDP Nomor SK.801/HK.002/ASDP-2020 tentang Pedoman Tata Kerja Dewan Komisaris dan Direksi (Board Manual) PT ASDP terkait etika jabatan direksi
Serta Pasal 11 Ayat 8 dan 10 Perubahan Anggaran Dasar PT ASDP Tahun 2009 dan sejumlah peraturan lainnya.
"Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, M. Yusuf Hadi, Harry M. Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik manfaat PT JN sebesar Rp1,25 triliun," ungkap dakwaan jaksa.
Jaksa menyebut, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen.
Rinciannya, dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT Jembatan Nusantara sebesar Rp 892 miliar; pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN Rp 380 miliar; dan dari nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp 1,272 triliun.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.