Cerita Mobil Listrik Neta dan Kerasnya Persaingan Pasar EV di Thailand, di Mana Posisi BYD?
Thailand adalah contoh negara di mana persaingan antar merek mobil listrik China sudah demikian sengit.
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Thailand adalah contoh negara di mana persaingan antar merek mobil listrik China sudah demikian sengit. Dari sebelumnya hanya beberapa saja merek mobil listrik China yang masuk, kini totalnya sudah mencapai 18 merek.
Thailand adalah pasar mobil listrik terbesar China di luar negeri. Penguasaan pasar mobil listrik di Thailand oleh brand China mencapai 70 persen (angka gabungan total seluruh merek mobil listrik China).
Seperti halnya di Indonesia, BYD pun merangsek keras merebut pasar EV di Thailand. Kerasnya persaingan antar merek mobil listrik China membuat merek lapis kedua nyaris tumbang.
Menurut laporan artikel Channel News Asia, persaingan ketat kendaraan listrik Tiongkok menguji target produksi lokal mobil listrik di Thailand yang ditargetkan Pemerintah Thailand.
Pemerintah Thailand punya program insentif untuk meningkatkan produksi kendaraan listrik di Thailand dengan membebaskan bea masuk mobil listrik yang diekspor ke Thailand.
Tetapi Pemerintah Thailand mewajibkan kepad merek EV China agar menyesuaikan volume impor dengan produksiny di dalam negeri di Thailand (dirakit lokal).
Sejumlah pemain EV China yang lebih kecil kini berjuang keras untuk bersaing dengan brand BYD yang makin dominan di Thailand. Fenomena ini dianggap mengganggu rencana produksi lokal EV d Thailand.
Neta, salah satu merek kendaraan listrik China pertama yang memasuki Thailand pada tahun 2022, adalah contoh produsen mobil yang sedang kesulitan memenuhi persyaratan program insentif Pemerintah Thailand seperti disebut di atas.
Berdasarkan skema tersebut, produsen mobil dibebaskan dari bea masuk, tetapi diwajibkan untuk menyesuaikan volume impor dengan produksi dalam negeri di tahun 2024.
Namun karena tren penjualan yang sedang melambat dan pengetatan kondisi kredit, produsen mobil meminta kelonggaran kepada Pemerintah Thailand untuk menyesuaikan skema tersebut dan kekurangan produksi tahun 2024 dialihkan ke tahun ini.
Baca juga: Toyota Berencana Akuisisi Neta
Neta mengatakan, mereka tidak dapat memproduksi mobil dalam jumlah yang dibutuhkan secara lokal dan pemerintah telah menahan sejumlah pembayaran kepada pembuat kendaraan listrik tersebut.
Hal ini mengutip pernyataan pejabat Departemen Cukai Panupong Sriket, yang menerima pengaduan oleh 18 dealer Neta di Thailand bulan lalu.

Para dealer berupaya memperoleh kembali lebih dari 200 juta baht (6,17 juta dolar AS) dari utang yang diduga belum dibayar.
Pengaduan tersebut, yang salinannya dilihat oleh Reuters, juga merinci pembayaran yang terlewat oleh Neta terkait dengan dukungan yang dijanjikan untuk membangun ruang pamer dan layanan purnajual.
"Saya berhenti memesan lebih banyak mobil pada bulan September karena saya merasakan ada yang tidak beres," kata pemilik dealer Neta Saravut Khunpitiluck. "Saat ini saya sedang menuntut mereka."
Perusahaan induk Neta, Zhejiang Hozon New Energy Automobile, memasuki proses kebangkrutan di Tiongkok bulan lalu, menurut media pemerintah.
Baca juga: Neta Rombak Operasional di Malaysia Usai Isu Ambruknya Perusahaan Induk di China
Neta dan induknya di Tiongkok tidak menanggapi permintaan komentar Reuters.
Pangsa Neta di pasar EV Thailand mencapai puncaknya sekitar 12 persen dari penjualan EV pada tahun 2023 ketika industri tersebut sedang tumbuh, menurut data Counterpoint Research, dengan BYD memiliki pangsa 49 persen tahun itu.
Di Thailand, merek-merek Tiongkok mendominasi pasar EV dengan pangsa gabungan lebih dari 70 persen.
Jumlah merek mobil listrik China melonjak berlipat ganda di tahun 2024 lalu menjadi 18. Hal memberikan tekanan pada merek-merek yang tidak memiliki jangkauan kuat seperti BYD yang telah mengambil alih dari Tesla sebagai pembuat EV terbesar di dunia.

Dalam lima bulan pertama tahun ini, pendaftaran baru mobil Neta merosot 48,5 persen dari tahun sebelumnya dan pangsa pendaftaran kendaraan listriknya turun menjadi 4 persen, menurut data pemerintah.
"Penurunan Neta di Thailand mencerminkan kerapuhan merek kendaraan listrik Tiongkok kelas dua baik di dalam maupun luar negeri," kata Abhik Mukherjee, analis otomotif di Counterpoint Research.
"Persaingan harga yang ketat dan keunggulan skala pemain dominan telah membuat kelangsungan hidup semakin sulit bagi perusahaan yang lebih kecil, terutama di pasar ekspor, di mana marginnya tipis dan dukungan purnajual yang kuat sangat penting," sebutnya.
Merek EV China Ramai-ramai Diskon Harga di Thailand
Thailand merupakan pasar ekspor Neta saat ini. Di negeri gajah putih tersebut Neta menjual tiga model, dengan Neta V-II Lite termurah seharga 549.000 baht (16.924 dolar AS) sebelum diskon.
Sebagai perbandingan, BYD menjual model Dolphin di Thailand seharga 569.900 baht dan kini menjadi pemimpin pasar di segmennya.
Pasar otomotif domestik Thailand menjadi semakin kompetitif di tengah ekonomi yang lesu. "Beberapa merek China telah memangkas harga lebih dari 20 persen," kata Rujipun Assarut, asisten direktur pelaksana KResearch, unit pemberi pinjaman Thailand Kasikornbank.
"Penetapan harga telah menjadi strategi utama untuk merangsang pembelian," imbuhnya.
Kelebihan kapasitas produksi EV di China dan perang harga telah mendorong produsen mobil untuk berekspansi ke luar negeri, tetapi pasar seperti Thailand kini mencerminkan tekanan persaingan yang sangat ketat, yang membuat perusahaan-perusahaan kecil menghadapi risiko serupa.
Baca juga: Perakitan Neta X di Pondok Ungu Bekasi Diminta Pakai Komponen Lokal
Tiga tahun lalu, Pemerintah Thailand meluncurkan rencana ambisius untuk mengubah industri mobilnya, yang telah lama didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar Jepang seperti Toyota dan Honda.
Pemerintah Thailand berupaya memastikan setidaknya 30 persen dari total produksi mobilnya adalah kendaraan listrik pada tahun 2030.
Thailand, yang mengekspor sekitar setengah dari produksi mobilnya ini telah menarik lebih dari 3 miliar dolar AS investasi dari sekelompok produsen kendaraan listrik Tiongkok, termasuk Neta, yang sebagian terpikat ke ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut oleh skema insentif pemerintah.
"Kasus Neta seharusnya membuat para pembuat kebijakan Thailand berpikir ulang," kata Ben Kiatkwankul, mitra di firma penasihat urusan pemerintah yang berpusat di Bangkok, Maverick Consulting Group.
Desember lalu, setelah penjualan menurun tajam, Dewan Investasi Thailand memberikan perpanjangan waktu produksi lokal awal kepada produsen kendaraan listrik untuk menghindari kelebihan pasokan dan perang harga yang semakin memburuk.
Berdasarkan skema awal, produksi kendaraan listrik lokal pada tahun 2024 diharuskan untuk menyamai setiap kendaraan yang diimpor antara Februari 2022 hingga Desember 2023 atau produsen mobil akan dikenai denda yang besar.
Produsen mobil terhindar dari denda tersebut dengan perpanjangan yang membawa produksi yang belum terpenuhi ke tahun ini, tetapi dengan rasio yang lebih tinggi yaitu 1,5 kali impor.
Dewan Investasi Thailand mengatakan dalam pernyataan kepada Reuters pada hari Sabtu bahwa masalah Neta terkait dengan situasi keuangan perusahaan induknya dan tidak memengaruhi industri kendaraan listrik Thailand dalam jangka panjang.
"Pemerintah Thailand tetap berkomitmen pada sektor otomotif dan terus mempromosikan kebijakan yang mendukung industri kendaraan listrik dan teknologi terkait," katanya.
Siamnat Panassorn, wakil presiden Asosiasi Kendaraan Listrik Thailand, mengatakan masalah Neta bersifat khusus perusahaan dan tidak mencerminkan kelemahan dalam kebijakan Thailand atau pasar.
Namun, guncangan eksternal, termasuk ketegangan geopolitik dan momok tarif yang lebih tinggi, telah menambah tekanan yang dirasakan oleh sektor tersebut, katanya.
Bagi dealer Neta Thailand seperti Chatdanai Komrutai, krisis semakin dalam. Pemilik mobil merek tersebut telah berbondong-bondong ke media sosial untuk berbagi masalah perawatan dan dukungan purnajual yang terbatas dan lembaga pengawas konsumen sedang memeriksa beberapa keluhan tersebut.
"Menjual mobil lagi sulit saat ini. Tidak ada kepercayaan," kata Chatdanai.
Sumber: Reuters/CNA
Jadwal Bangkok United vs BG Pathum: Ajang Pratama Arhan Cs Pertahankan Hasil Positif |
![]() |
---|
Jadwal Voli FIVB U21 2025 Putra: Laga Hidup Mati Indonesia ke 16 Besar, Thailand Menolak Pasrah |
![]() |
---|
Daftar 6 Tim Lolos 16 Besar Kejuaraan Dunia Voli 2025 Putri: Thailand Sempurna, Beda dengan Vietnam |
![]() |
---|
Gaikindo: Penjualan Mobil Listrik Tekan Produksi Lokal |
![]() |
---|
Penuhi Konvensi Ottawa, Kamboja Bakal Sisir Ranjau Ilegal yang Mereka Tanam di Wilayah Thailand |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.