Pilpres 2019
Putusan MK dalam Sidang Sengketa Pilpres 2019 Dipercepat, Berikut Reaksi BPN hingga Imbauan Polri
Mahkamah Konstitusi (MK) mempercepat jadwal putusan dalam sidang sengketa Pilpres 2019, yang semula pada Jumat (28/6/2019) menjadi Kamis (27/6/2019).
Penulis:
Whiesa Daniswara
Editor:
Daryono
Andre pun juga mengimbau kepada pendukung Prabowo-Sandi untuk tidak menggelar aksi di depan Gedung MK.
"Kami sudah himbau tidak ada aksi depan MK, jadi jangan sampai pengamanan justru menganggu masyarakat yang beraktifitas," imbuh Andre.
Reaksi TKN

Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra memberikan reaksi terhadap putusan MK tersebut.
Menurut Yusril, percepatan jadwal putusan sidang sengketa Pilpres 2019 ini adalah hal yang biasa.
Baca: MK Percepat Sidang Putusan Sengketa jadi Kamis, 27 Juni, Ini Reaksi Tim Prabowo-Sandiaga
Baca: Kabar Politik Jelang Sidang Putusan MK, Saksi Ketakutan hingga Mahfud MD Disindir
"Tidak ada. Biasa-biasa saja. Mau Kamis atau Jumat sama saja," ucap Yusril Ihza Mahendra melalui pesan singkat, Senin (24/6/2019), dikutip dari Tribunnews.com.
Lebih lanjut ia mengatakan jika pihaknya pun tak mempersoalkan percepatan jadwal tersebut.
Sebab, kata Yusril, keputusan MK tidak akan mengubah hasil putusan.
"Podho Wae (sama saja)," terang Yusril.
Imbauan Polri

Dikutip dari Kompas.com, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar tidak ada mobilisasi massa ke Jakarta sebelum ataupun sesudah putusan sidang sengketa Pilpres 2019.
"Mabes Polri sudah mengimbau untuk tidak melakukan mobilisasi massa, pada tanggal 26, 27, 28, maupun pasca pada tanggal 29. Bahwa seluruh tahapan PHPU (perselisihan hasil pemilihan umum) di MK itu sudah dilakukan secara konstitusional," ujar Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Senin (24/6/2019).
Baca: 6 Fakta Menarik di Balik Sengketa Pilpres 2019 di MK, Suasana Hangat Jelang Penutupan Sidang
Baca: Minta Hakim Adil, Tim Hukum 02 Baca Ayat Alquran di Penutupan Sidang MK
Dedi mengatakan bahwa mobilisasi massa dinilai tidak perlu karena rangkaian sidang dapat disaksikan melalui layar televisi.
Ia pun kembali mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh berunjuk rasa di depan Gedung MK.
Unjuk rasa, kata Dedi, bersifat limitatif dan tetap harus menaati ketentuan seperti dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.