Selasa, 19 Agustus 2025

Menteri Nusron Tinjau Perumahan Cluster Tambun yang Digusur Paksa, Begini Duduk Perkaranya

Nusron menyatakan bahwa lima pemilik rumah yang mengalami penggusuran paksa tersebut merupakan korban konflik kepemilikan lahan di masa lalu.

Tribunnews/Rizki Sandi Saputra
PENGGUSURAN RUMAH - Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat meninjau langsung polemik penggusuran lima rumah di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025). Nusron menjelaskan duduk perkara dari polemik ini. 

Atas adanya keputusan tersebut akhirnya kata Nusron, ada eksekusi penggusuran tersebut oleh pihak pengadilan.

Nusron menyatakan bahwa lima pemilik rumah yang mengalami penggusuran paksa tersebut merupakan korban konflik kepemilikan lahan di masa lalu.

Baca juga: Kepala Otorita soal Kabar Penggusuran Warga Sekitar IKN: Semua Nanti Kami Sosialisasikan dengan Baik

Karena sejatinya, mereka membeli rumah tersebut dengan cara yang sah dan tidak mengetahui permasalahan di masa lampau.

"Beliau ini kalaupun berkonflik adalah korban, beliau nggak terlibat di situ. Seharusnya kalau mau eksekusi pun harus menggunakan prinsip kemanusiaan, tidak dengan prinsip tidak kemanusiaan main gusur gitu aja."

"Kan itu ada orangnya, harusnya dia urus dulu diganti dulu ke hakiman dan sebagainya," tandas dia.

Sertifikat SHM Tetap Sah di Mata BPN

Nusron Wahid menegaskan, Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan warga Kampung Bulu, Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang digusur tetap sah di mata Pemerintah.

“Ini di mata BPN, sah. Masih sah, meskipun sudah ada keputusan MA (Mahkamah Agung),” ungkap Nusron usai meninjau lokasi penggusuran rumah warga, Jumat (7/2/2025).

Mengutip Kompas.com, Nusron menegaskan, SHM tersebut sah karena tidak ada perintah dari MA maupun Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Cikarang untuk membatalkannya. 

Karena itu, Mimi Jamilah selaku ahli waris Abdul Hamid sebagai pemegang Akta Jual Beli (AJB) pertama kali menang dalam perkara harus mendatangi pengadilan agar dilakukan penetapan. 

Penetapan tersebut meminta agar Kementerian ATR/BPN membatalkan SHM warga karena mendapatkan perintah dari pengadilan.

“Kan dalam ammar keputusan itu mengatakan, AJB-nya tahun 1982 itu dianggap tidak sah, tidak punya kekuatan hukum,” ungkap Nusron Wahid.

Karena itu, dia mengungkapkan, Kementerian ATR/BPN tidak bisa menafsirkan sendiri kemauan Mimi.

“Kalau enggak diperintah ya enggak bisa. BPN ini bukan alih tafsir. Undang-undang (UU), ia (BPN) pelaksana. Nanti kalau diperintah, dieksekusi, langsung dibatalkan, tidak ada perintah pengadilan, salah, nanti dikira korupsi,” kata dia.

Setelah SHM dibatalkan, tentunya pengadilan bisa langsung mengeksekusi penggusuran atau pengosongan lahan.

Sebelum eksekusi dilakukan pun juga ada prosedur yang dilakukan berupa pengukuran lahan atas lokasi tanah sengketa.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan