Selasa, 19 Agustus 2025

Menteri Nusron Tinjau Perumahan Cluster Tambun yang Digusur Paksa, Begini Duduk Perkaranya

Nusron menyatakan bahwa lima pemilik rumah yang mengalami penggusuran paksa tersebut merupakan korban konflik kepemilikan lahan di masa lalu.

Tribunnews/Rizki Sandi Saputra
PENGGUSURAN RUMAH - Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat meninjau langsung polemik penggusuran lima rumah di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jumat (7/2/2025). Nusron menjelaskan duduk perkara dari polemik ini. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid mendatangi lokasi pemukiman 5 warga di Cluster Setia Mekar II, Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, yang jadi korban penggusuran paksa di atas lahan sengketa.

Nusron yang tiba bersama jajaran Kementerian ATR/BPN di lokasi pada pukul 09:16 WIB, termasuk Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Bekasi, Darman Satia Halomoan Simanjuntak bertemu 3 perwakilan pemilik bangunan.

Mereka adalah Asmawati, Yaldi, dan Mursiti. Nusron lalu membeberkan duduk perkara munculnya sengketa tanah di perumahan cluster tersebut.

Kata dia, kasus ini bermula pada tahun 1973 silam, ketika saat itu seseorang bernama Djuju memiliki tanah seluas 3,6 hektare.

Kemudian, pada tahun 1976 Djuju melakukan jual beli atas tanah tersebut dengan mengeluarkan Akta Jual Beli kepada seorang bernama Abdul Hamid.

"Akan tetapi Abdul Hamid yang sudah almarhum tidak langsung membalik nama. Kemudian, pada 1982, Djuju nakal (melakukan kecurangan)."

"Tanah (yang) sudah dijual kepada Abdul Hamid, dijual lagi kepada orang namanya Kayat," kata Nusron di lokasi penggusuran, kepada awak media, Jumat (7/2/2025).

Setelah membeli tanah tersebut dari Djuju, Kayat yang sudah memegang AJB dari pembelian tanah itu, langsung membuat sertifikat dan membalik nama.

"Kayat karena merasa punya AJB kemudian membalik nama. Akibat balik nama muncul sertifikat. Kemudian terbit (sertifikat) 704, 705, 706, dan 707," kata Nusron.

"Berlima ini dulunya diklaim sebagai orang yang di 706. Jadi ada sertifikat induknya 706. Itu kejadian 1982," sambung dia.

Singkat cerita, anak dari almarhum Abdul Hamid sebagai pihak pertama yang membeli tanah Djuju yakni Mimi Jamilah melayangkan gugatan kepada Kayat.

Gugatan itu dilakukan untuk membatalkan AJB yang terbit pada tahun 1982 karena sebelumnya AJB sudah terbit terlebih dahulu atas jual beli Djuju dengan Abdul Hamid.

Baca juga: MUI Soroti Penggusuran Lahan Warga Terkait Proyek PIK 2: Pemerintah Pro Pengusaha Daripada Rakyat

"Di dalam gugatannya itu, AJB-nya tahun 82 batal, karena sebetulnya sudah ada AJB tahun 1976."

"Kemudian, oleh pengadilan sampai MA dimenangkan oleh Mimi sebagai ahli waris Abdul Hamid. Kemudian ada eksekusi pengadilan (penggusuran)," kata Nusron.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan