Melalui 'Sahabat BUku', Mahasiswa Unej Coba Hidupkan Pasar
"Memang ini pasar mati. Kami memang sengaja memilih di pasar yang bisa disebut sudah mati. Tidak ada aktifitas jual beli disini. Kata orang Dinas Pasa
Berbekal idealisme, mimpi, dan tekad, ia mengumpulkan modal. Ia menjual sepeda motornya untuk mendapatkan modal.
Modal itu ia tempatkan sebagai deposit kepada salah satu penerbit buku. Dengan begitu, ia memperoleh sejumlah buku.
Ia memilih buku bukan tanpa alasan. Ia melihat budaya membaca buku dan mengkaji isi buku, masih belum 'gahar' di Jember. Budaya membaca buku dan berdiskusi di kalangan mahasiswa dan pelajar di Jember belum setinggi di Jogjakarta atau Malang.
Karenanya, ia juga memilih menjual buku induk sejumlah mata pelajaran kuliah. BUku induk atau babon biasanya tidak dijual di toko buku mainstream. 'Sahabat Buku' juga menjual buku kajian tentang sosoal, budaya, gerakan, juga pemikiran tokoh agama. Mau mencari buku tentang pemikiran Abdurahman Wahid (Gus Dur), kiai kampung sampai gerakan kiri, ada di toko tersebut.
"BUku babon mata kuliah hukum, kedokteran, juga ekonomi ada di sini," ujar Andi berpromosi.
Tidak hanya berjualan buku, kios 'Sahabat Buku' juga menyediakan tempat untuk berdiskusi. Toko itu memang baru berjalan 1,5 bulan. Baru dua kali diskusi digelar. Andi ingin diskusi digelar secara rutin.
Tidak hanya diskusi, mahasiswa angkatan 2009 itu juga bermimpi, bisa menggerakan minat baca di kalangan ibu-ibu di perumahan yang letaknya bersisihan dengan pasar tersebut. Ia berangan-angan, ingin meminjam tabloid dari rumah-rumah di perumahan itu, kemudian ditukar dengan tabloid atau majalah baru dari tokonya.
"Sistemnya berputar, jadi saya pinjam majalah atau tabloid dari mereka untuk dipinjamkan, dan mereka dapat tabloid atau majalah baru, juga pinjam. Selain kami berharap bisa mendatangkan uang, akan ada minat baca di dalam rumah terutama oleh ibu-ibu," tegas Andi.
Dalam menjalankan tokoknya, Andi dibantu dua rekannya yang juga mahasiswa FISIP Unej. Dan meskipun berada di pasar yang sudah mati, bukan berarti Andi tidak membayar retribusi. Setiap bulan, ia membayar retribusi Rp 150.000 kepada Dinas Pasar Pemkab Jember.
Kehadiran 'Sahabat Buku' di pasar tersebut ternyata disambut baik oleh warga sekitar. Sejumlah dosen Unej yang tinggal di perumahan dekat toko itu mengapresiasi langkah Andi dan teman-temannya. Pengurus RT perumahan setempat juga berterimakasih.
"Karena akhirnya jadi ramai, karena sebelumnya sekitar pasar ini sepi. Kan berada di dekat jembatan, sungai, banyak pohon bambu. Sehingga warga sini melihatnya angket. Setelah kami berada di sini, jadi ramai," imbuhnya.
Meskipun pembeli tidak datang setiap hari, sejauh ini, Andi belum putus asa. 1,5 bulan berjalan, puluhan buku sudah berhasil dijual. Mahasiswa yang kesulitan mencari buku referensi bisa pesan ke 'Sahabat BUku' dan akan dicarikan.
"Saya memang bermimpi bagaimana pasar ini bisa hidup lagi, sebagai tempat jual beli agar semarak lagi. Toko ini juga terbuka sebagai tempat diskusi, tempat berbagi ilmu," tegas pemuda asal Kecamatan Bangsalsari, Jember itu.