Bekas Polisi Jadi Bos Barang Rongsokan, Omzetnya Miliaran Rupiah Per Bulan
Dari puluhan ton barang bekas, Kusyono dapat mengantongi omzet sekitar Rp 80 juta hingga Rp 120 juta per hari.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Seragam kebesaran Korps Bhayangkara sudah dia tanggalkan. Topi dan pangkat Aiptu yang menempel di pundak pun sudah tersimpan rapi.
Dia tak lagi pergi ngantor dan melayani berbagai pengaduan dari masyarakat. Dia justru mengenakan kaus oblong dan celana sederhana.
Bukan untuk ke kantor, melainkan ke gudang untuk mengorek gunungan barang bekas yang kotor, berkarat, dan berbau busuk.
Namun, siapa sangka, pekerjaannya ini membuat dia dikenal sebagai mantan polisi yang sukses menjadi bos barang rongsokan beromzet miliaran rupiah per bulan.
Iya, dialah Haji Kusyono, warga Desa Panguragan Wetan, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Dia adalah satu dari ratusan warga sekitar yang kesehariannya hidup dengan tumpukan barang-barang bekas, mengumpulkan dari banyak orang, menyortir, dan kemudian mengirimkan ke berbagai pabrik dan perusahaan besar di Jakarta dan daerah lainnya.
Perpindahan haluan pekerjaan Kusyono ini terjadi pada sekitar 2000 silam. Kusyono sebelumnya dikenal sebagai salah satu anggota Kepolisian Resor Cirebon.
Berpangkat Aiptu, Kusyono bertugas menjadi Kepala Unit Pembinaan Masyarakat (Binmas) dan Humas Polsek Panguragan.
Dalam menjalankan tugasnya, Kusyono bersentuhan langsung dengan masyarakat sekitar.
Ia pelajari dan perlahan mulai mencoba mengikuti usaha barang rongsokan kecil-kecilan pada 1990.
Sambil menjalankan tugasnya sebagai pelayan masyarakat, Kusyono terus meningkatkan modal pembelian barang rongsokan.
"Saya coba membeli dan mengumpulkan barang rongsokan hanya sedikit pada 1990. Tetapi, hampir setiap mendapatkan gaji bulanan (sebagai polisi–red), sekitar tiga juta rupiah, modal pembelian barang rongsokan terus saya tambahkan. Sampai akhirnya, saya beranikan diri pensiun dini pada usia ke-49 pada tahun 2000," kata Kusyono saat ditemui, Jumat, (10/4/2015).
Awalnya, Kusyono hanya memiliki enam karyawan, yang mengambil barang rongsokan dari wilayah Cirebon dan menjualnya ke Jakarta.
Karena kegigihannya melihat potensi dan kelihaiannya mengatur modal, akhirnya usaha Kusyono berkembang pesat hingga ia memiliki sekitar 100 karyawan.
Pada masa keemasannya, sekitar tahun 2000, ia mampu mengeluarkan modal sekitar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta untuk membeli 20 hingga 50 ton barang rongsokan dalam satu hari.