Akibat Narkoba, SL Tanpa Sadar Bakar Uang Rp 16 Juta
Dalam kondisi setengah sadar, uang kertas sebanyak Rp 16 juta ia keluarkan dari lemari, lalu dibakarnya.
Editor:
Hendra Gunawan
Berbeda dengan SL, AR yang telah menjadi pemakai dan bandar narkoba selama 15 tahun mengawali taubatnya saat mencari rokok dan makan.
"Setelah terjerumus narkoba di Jakarta dan pulang ke Balikpapan, saya makin banyak pakai dan mengedarkan bermacam narkoba," ujar laki-laki yang mengonsumsi narkoba sejak usia 19 tahun ini.
Selama tinggal di kawasan Manggar, warga yang tahu kelakuan buruknya tersebut memperlakukannya seperti penjahat. Apalagi ketika itu AR tidak memiliki pekerjaan, selain menjual narkoba. Perlahan ia mulai melepaskan diri, tak lagi menjadi bandar, meski tetap tak bisa mudah lepas dari narkoba.
"Itu kan masih pakai narkoba tapi gak punya uang. Akhirnya saya datang ke pondok ini, pura-puranya mau ikut zikir. Padahal cari rokok dan makan," katanya sambil tertawa kecil.
Setelah sempat keluar masuk pesantren, akhirnya AR mendapat hidayah. Habib terus melakukan pendekatan agar mau bertaubat. "Ada tiga tahun juga sampai akhirnya dia (AR) bisa lepas dari narkoba," ujar Habib.
Selain terbebas dari narkoba, AR terbilang sukses dalam pekerjaannya. Beberapa tahun lalu ia diajak saudaranya untuk bekerja di sebuah perusahaan konstruksi asal Jepang di Balikpapan. Namun setelah menyelesaikan tugas itu, pihak pimpinan perusahaan tersebut kembali memanggilnya untuk menjadi supervisor.
"Awalnya diajak saudara. Tapi setelah itu pimpinannya langsung manggil saya, minta saya jadi supervisor," katanya.
Sekitar dua tahun lalu, AR pun dikirim selama satu tahun ke Afrika Selatan untuk mengerjakan proyek konstruksi.
"Di Afrika saya satu tahun, bangun konstruksi juga, dikirim sama perusahaan ke sana. Agar tidak terjerumus lagi ke narkoba, selama di sana saya tetap komunikasi dengan Habib, jadi merasa termotivasi dan terpantau," ungkapnya.
Habib mengatakan, AR mulai bergabung tahun 2002 dan ikut membangun pondok hingga menjadi tempat rehabilitasi narkoba pada 2004.
"Dia juga yang membangun pondok ini sampai seperti ini. Dulu kan pondok biasa, kecil, dan kita sempat pindah-pindah. Jadi pagar dan beberapa bangunan ini dia (AR) yang bangun, sekarang sudah sukses dia berkerja," kata Habib.
Sementara itu WT, pria asal Samarinda yang pernah menjadi pemakai dan bandar selama 18 tahun mengisahkan, awalnya sempat over dosis (OD) hingga koma selama tiga hari.
"Selama 18 tahun terjerumus narkoba hidup jadi sia-sia. Jauh dari keluarga, jauh dari teman, barang-barang habis, termasuk jodoh," ujar laki-laki kelahiran 34 tahun lalu itu.
Ketika itu, kata WT, mendapat uang yang lumayan banyak. Kemudian langsung menghabiskannya untuk membeli berbagai macam narkoba lebih dari biasanya. Akhirnya ia tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit.
"Lagi ada duit banyak, saya campur banyak, apa saja. Tiba-tiba nggak sadar, di rumah sakit," katanya sambil menunjukkan rekaman video saat di rumah sakit.
Dalam video dan foto tersebut, tampak WT tak sadarkan diri. Selang infus terpasang di tangan dan hidung. "Kakak saya yang ambil rekaman ini," katanya.
Alasan lain yang menguatkan dirinya meninggalkan narkoba, lanjut WT, adalah keluarga. "Pas sadar, saya lihat keluarga kumpul, dan ada yang menangis," ungkapnya. (yns/m10/dep)