WNI Disandera Abu Sayyaf
Umar Patek Bisa Negosiasi dengan Kelompok Abu Sayyaf Tanpa Keluar dari Penjara
Umar Patek, mengaku bisa bernegosiasi dengan dua pimpinan Abu Sayyaf yang menahan para WNI itu tanpa harus keluar dari Lapas Porong.
Editor:
Dewi Agustina
Sandera itu bernama Mary Jean Lacaba, anggota Komite Internasional Palang Merah.
"Ketika itu aku menyampaikan alasan pembebasan karena dalam Islam tidak diperbolehkan menahan atau memerangi wanita. Alhadulillah, dia dibebaskan tanpa uang tebusan," tambah Umar Patek.
Jika tawarannya untuk membantu negosiasi itu dikabulkan, Umar akan menyampaikan beberapa hal pada pimpinan Abu Sayyaf yang menyandera para WNI.
Ia akan bilang orang yang mereka sandera adalah bagian dari warga muslim.
Sedang untuk sandera non muslim, Umar akan memberi pengertian bahwa para sandera itu adalah warga negara Indonesia.
"Mereka (korban penyanderaan) tidak ada urusan sama sekali dengan kalian. Pertempuran kalian sama sekali tidak ada hubungannya. Ada deal-deal (lain) yang juga ingin aku sampaikan agar mereka mau melepas tanpa tebusan," ujarnya.
Para WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf yaitu 10 anak buah kapal (ABK) tug boat Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12.
Selain itu ada empat ABK tung boat Henry yang menarik tongkang Cristi juga disandera kelompok Abu Sayyaf pada Jumat (15/4/2016) lalu.
Pemerintah masih terus bernegosiasi untuk membebaskan para sandera itu.
"Kita masih omong (masih negosiasi)," jelas Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Senin.
Para sandera itu akan ditebus dengan uang dari perusahaan yang mempekerjakannya.
"Bukan kami, kita nggak bayar uang tebusan, tapi perusahaan," kata Luhut.
Sebelumnya Menlu Retno Marsudi, mengatakan, proses negosiasi masih terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Filipina.
Dia mengaku masih terus berhubungan terus menerus dengan Menlu Filipina.
"Dari waktu ke waktu saya terus memantau. Terus komunikasi khususnya konstan terus saya lakukan dengan Menlu Filipina," ujar Retno (23/4/2016).
Kelompok Abu Sayyaf meminta uang tebusan 50 juta peso atau setara Rp 15 miliar, pembayaran paling lambat 8 April 2016.
Hingga melewati tenggat waktu yang ditentukan belum ada informasi pasti mengenai pembayaran tersebut. (surya/fla)