Sisi Lain Budaya Sumba: Pria Berparang Ada Dimana-mana, Namun bukan Untuk Berperang
Parang yang dibawa berukuran panjang dan diselipkan di pinggang dengan dibalut kain. Hampir semua parang panjangnya sekitar 40 cm.
Penulis:
Yulis Sulistyawan
Rato Sugarbani yang berpenampilan tenang, terlihat membawa parang berukurang panjang.
"Kami semua di sini membawa katopo. Semua kegiatan dan kemanapun kami membawa katopo," ujar Rato Amalede.

Menurutnya, katopo ini adalah alat untuk bekerja. Tanpa katopo maka pria di kampungnya tak bisa bekerja.
Katopo juga menjadi salah satu barang bawaan wajib saat pria meminang perempuan Sumba.
Jumlah katopo yang diberikan, sama persis dengan jumlah hewan untuk meminang atau belis.
"Kalau belisnya (Kerbau atau sapi) 100 ekor, maka katoponya 100 juga," jelas rato Malede.
Jokowi Hadir
Kebiasaan membawa parang lantaran sudah menjadi budaya, maka saat acara besar pun warga tetap membawa parang.
Tak terkecuali ketika Presiden Joko Widodo hadir dalam acara parade 1.001 ekor kuda Sandalwood pertengahan Juli 2017 lalu.
Erick,Salah seorang jurnalis asal Kupang yang hadir pada acara tersebut menceriterakan bahwa kehadiran Jokowi membuat pengamanan diperketat.

Semua orang yang hendak masuk ke stadion Waikabubak, dilarang membawa senjata tajam.
Pantauannya ketika itu, warga enggan melepas katopo. Sehingga, warga yang tak mau melepas katopo hanya bisa menyaksikan Jokowi dari luar stadion.
Pada acara itu, Jokowi juga dihadiahi parang Sumba bergagang gading gajah, kain Sumba dan seekor kuda Sandalwood yang merupakan kuda ras asli Pulau Sumba.
Sumba Timur
Kebiasaan membawa Katopo di Sumba bagian barat hampir tak ditemui di Sumba Timur.
Saat berada di kawasan Waingapu dan beberapa lokasi sekitarnya, Tribunnews tak melihat warga membawa parang.
Katopo hanya terlihat dibawa warga saat berladang atau bekerja lainnya.
"Di timur, kami tidak membawa katopo kemana-mana. Katopo dibawa warga saat berladang atau memotong ternak saja," ujar warga bernama Jemi Boamonga yang besar di Waingapu. (tribunnews/yulis)