Kamis, 20 November 2025

Erupsi Gunung Agung

Kepanikan Bisa Picu Kumatnya Gangguan Jiwa, 17 Orang Dirawat di RSJ Bangli

RSJ Bangli merawat 17 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) asal Karangasem, Bali yang mengungsi usai penetapan status Gunung Agung menjadi Level Awas.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Petugas memeriksa kondisi pasien pengungsi asal Besakih, Karangasem di RSJ Bangli, Minggu (24/9/2017). TRIBUN BALI/MUHAMMAD FREDEY MERCURY 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Muhammad Fredey Mercury

TRIBUNNEWS.COM, BANGLI - Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli merawat 17 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) asal Karangasem, Bali yang mengungsi usai penetapan status Gunung Agung menjadi Level IV (Awas).

Sebelumnya, mereka ikut mengungsi bersama keluarga dan tinggal di kantong-kantong pengungsian.

Perawat Supervisi RSJP Bali, I Wayan Suarjaya mengatakan, para pasien gangguan jiwa tersebut dikirim secara beruntun sejak Selasa (19/9/2017) hingga Sabtu (23/9/2017).

Ada beberapa juga yang langsung dijemput oleh pihak rumah sakit ke lokasi pengungsian.

"Beberapa dari mereka ada yang dijemput oleh RSJ Bangli, seperti satu keluarga yang mengalami gangguan jiwa asal Banjar Yeh Kori, Desa Jungutan, Bebandem, Karangasem. Ada pula yang diantar oleh puskesmas setempat," ujarnya.

Sebelumnya, mereka diajak mengungsi oleh keluarga masing-masing karena lokasi tempat tinggalnya terkena radius rawan erupsi Gunung Agung.

Baca: 14 Kali Gempa Tektonik, Gunung Agung Diselimuti Kabut Tebal dan Awan Mendung

Suarjaya merinci, 17 OGDJ tersebut berasal dari Bebandem tiga orang, Abang tiga orang, Kubu tiga orang, Selat dua orang, Kota Karangasem satu orang, Rendang satu orang, Subagan tiga orang, dan Besakih satu orang.

Wakil Direktur Pelayanan RSJ Bangli, I Dewa Gde Basudewa menuturkan, dari 17 ODGJ tersebut, beberapa di antaranya merupakan pasien lama yang mengalami gangguan jiwa berat.

Artinya, mereka harus tetap dikontrol dengan obat.

Sedangkan yang masuk golongan pasien baru, adalah mereka yang sebelumnya telah memiliki riwayat gangguan kejiwaan namun masih bisa dikontrol dengan berobat ke puskesmas.

Menurutnya, kepanikan yang terjadi usai situasi meningkatnya status Gunung Agung bisa menjadi pemicu kondisi kejiawaan ODGJ tak stabil.

"Dengan adanya situasi seperti ini, pasien yang telah memiliki riwayat gangguan kejiwaan lebih mudah terlihat ciri-cirinya. Biasanya disebabkan karena putus pengobatan, lantaran panik menyelamatkan diri, sehingga lupa membawa obat, dan menyebabkan yang bersangkutan kambuh," jelas Basudewa.

Baca: Tekanan Magma ke Puncak Gunung Agung Semakin Kuat, Berikut 9 Ciri-cirinya

Sedangkan pasien yang termasuk kategori baru, bisa dipengaruhi lantaran stressor.

Artinya suatu keadaan yang membuat atau menjadi pencetus seseorang mengalami tekanan berlebih.

Meski demikian, dasar dari seseorang mengalami stressor tetap harus dilakukan observasi lebih lanjut.

Dengan situasi dan kondisi di pengungsian, Basudewa mengimbau kepada masyarakat agar selalu menerima dengan tabah dalam menghadapi bencana yang dialami.

Sebab bencana alam ini juga dialami oleh banyak pengungsi lain. Selalu berdoa agar terhindar dari pikiran cemas, dan beradaptasi dengan pengungsi lain.

"Apabila masyarakat di pengungsian yang mengalami gangguan tidur selama lebih dari tiga hari, mengalami mimpi-mimpi buruk, serta cemas berlebih, segera konsultasikan ke petugas kesehatan, atau laporkan kepada posko agar dilaporkan kepada kami untuk dilakukan pemeriksaan di posko terkait," pesannya.

Pasien pengungsi Gunung Agung yang mengalami gangguan kejiwaan dan tidak memiliki jaminan kesehatan akan tetap mendapat pelayanan.

Mereka didaftarkan secara umum.

Kabut tebal dan awan mendung menutupi Gunung Agung dilihat dari PVMBG Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem, Bali, Senin (25/9/2017) pagi. TRIBUN BALI/I PUTU CANDRA
Kabut tebal dan awan mendung menutupi Gunung Agung dilihat dari PVMBG Pos Pengamatan Gunungapi Agung, Desa Rendang, Karangasem, Bali, Senin (25/9/2017) pagi. TRIBUN BALI/I PUTU CANDRA (Tribun Bali/I Putu Candra)

Sedangkan untuk pembayaran akan dikoordinasikan dengan dinas Dinas Sosial Karangasem.

Warga Siap Sumbang Beras
Warga Karangasem yang mengungsi ke Kecamatan Baturiti, Tabanan jumlahnya 580 orang.

Mereka tersebar di lima posko yang dibuka di lima banjar yakni, Banjar Candikuning I, Kembang Merta, Bukit Catu, Pemuteran, dan Banjar Batu Sesa.

Perbekel Desa Candikuning, I Made Muditha mengatakan, Balai Banjar Kembang Merta dijadikan sebagai dapur umum dan tempat menerima bantuan masyarakat.

"Masaknya di Posko Kembang Merta, untuk selanjutnya bahan makanan yang sudah matang dibungkus dan dibawa ke empat posko lain," katanya.

Petugas Basarnas mengevakuasi warga menuju pos penampungan sementara desa Rendang, Sabtu (23/9/2017). Pusat vulkanologi dan mitigasi bencana Geologis (PVMBG) menaikan status Gunung Agung dari level III (siaga) menjadi level IV (awas) sejak Jumat (22/9/2017) malam pukul 20.30 Wita. Tribun Bali/Rizal Fanany
Petugas Basarnas mengevakuasi warga menuju pos penampungan sementara desa Rendang, Sabtu (23/9/2017). Pusat vulkanologi dan mitigasi bencana Geologis (PVMBG) menaikan status Gunung Agung dari level III (siaga) menjadi level IV (awas) sejak Jumat (22/9/2017) malam pukul 20.30 Wita. Tribun Bali/Rizal Fanany (Tribun Bali/Rizal Fanany)

Ini dilakukan agar pembagian makanan kepada warga yang mengungsi berjalan tertib dan teratur.

Selain beras, sumbangan dari warga juga berupa selimut, air mineral, mie instan, dan bumbu-bumbu dapur mengalir.

Bendesa Adat Kembang Merta, I Nyoman Sukita menyebutkan, lima posko yang ada di Desa Candikuning masih bisa menampung hingga ribuan pengungsi.

Ketersediaan bahan makanan, terutama beras diprediksi bisa digunakan selama sebulan ke depan.

"Kalau kurang, dari setiap kepala keluarga yang ada di Desa Adat Kembang Merta sejumlah 425 KK siap memberikan beras masing-masing tiga kilogram," ujarnya.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved