Sabtu, 23 Agustus 2025

Para Pengemis di Bali Sanggup Setor Rp 1,5 Juta Per Bulan Agar Tak Diciduk

Suatu kali pengemis sanggup memberi pelicin kepada petugas Satpol PP Badung sebesar Rp 1,5 juta per bulan agar tak diciduk.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Bali/I Putu Darmendra
Sebanyak 50 orang yang mengemis di wilayah Gianyar ditangkap Satpol PP Kabupaten Gianyar, Rabu (27/4/2016). TRIBUN BALI/I PUTU DARMENDRA 

"Aparat Kecamatan Ubud selama ini rutin melakukan razia gelandangan dan pengemis (gepeng) di sana seminggu sekali," kata Suamba pada Senin (29/1/2018) lalu kepada Tribun Bali.

Baca: Dua Hari Terakhir Nia Masak Nasi Selalu Basi, Ternyata Keponakannya Jadi Korban Crane Roboh

Namun setelah dirazia, tidak sampai seminggu para gepeng yang didominasi anak-anak di bawah umur itu kembali berkeliaran di Ubud.

Meskipun mengetahui anak-anak tersebut meng-gepeng bukan karena tekanan ekonomi atau tidak bisa mencari pekerjaan lain, Suamba mengaku tidak bisa bertindak keras, karena khawatir dipersoalkan dari sisi kemanusiaan.

Gepeng Musiman
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Gianyar, I Made Watha, mengatakan bahwa gepeng yang berkeliaran di Ubud merupakan gepeng musiman.

Mereka hanya beraksi pada musim ramai wisatawan ke Bali, yakni pada bulan November, Desember hingga Januari.

Dari sejumlah gepeng yang terjaring razia Satpol PP Gianyar, hampir semua berasal dari Desa Adat Munti Gunung, Karangasem.

Seorang anak sedang mengemis di perempatan Jalan Raya Kuta kawasan Central Park Kuta Badung, Jumat (22/5/2015). TRIBUN BALI/MANIK PRIYO PRABOWO
Seorang anak sedang mengemis di perempatan Jalan Raya Kuta kawasan Central Park Kuta Badung, Jumat (22/5/2015). TRIBUN BALI/MANIK PRIYO PRABOWO (Tribun Bali/Manik Priyo Prabowo)

Menurut Watha, sejatinya ada dua tindakan yang dinilainya akan membuat para gepeng ini jera, yakni warga tidak memberi para gepeng itu uang serta membuat rumah singgah.

Namun dua hal tersebut relatif sulit dijalankan.

Baca: Kalau Tim Enggak Ngebut Pakai Ojek Online, Mungkin Bupati Nyono Sudah Kabur Naik Kereta

Para gepeng lebih suka mengemis ke para wisatawan mancanegara (wisman), yang tidak tahu kebenaran dari keberadaan dan kondisi mereka.

"Wisatawan asing yang baru datang ke Ubud, iba melihat mereka. Bahkan, kerap mereka menyalahkan pemerintah, karena ada rakyatnya yang sampai mengemis. Karena iba, wisman kerap memberikan sedekah dengan nominal yang relatif banyak. Nah, hal inilah yang dimanfaatkan, dan ini pula yang mengakibatkan gepeng ini tidak mau berhenti meng-gepeng. Padahal secara fisik, mereka sehat semua," ujar Watha dengan nada kesal.

Terkait rumah singgah, yang dimaksud Watha adalah bangunan besar yang dipergunakan untuk menampung para pengemis dan gelandangan kelainan jiwa.

Di rumah singgah ini, para gepeng dibina hingga berminggu-minggu sampai mereka jera untuk kembali ke kebiasaan lamanya.

Sayangnya, infrastruktur itu belum bisa dibangun, mengingat biaya pembangunan dan operasionalnya relatif besar, yakni mencapai Rp 3 miliar.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan