Sabtu, 23 Agustus 2025

Pilkada Serentak

Soal Pilgub Sumut 2018, Pujakessuma Nusantara: Di Kandang Kami Hanya Ada Banteng

“Visi-misi Djarot-Sihar sejalan dengan Pujakessuma, sehingga di kandang kami pun hanya ada banteng," ungkap Suhendra di Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Editor: Hasanudin Aco
Ist/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara Suhendra Hadi Kuntono menyatakan dukungannya kepada pasangan calon gubernur-wakil gubernur Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Utara 2018.

“Visi-misi Djarot-Sihar sejalan dengan Pujakessuma, sehingga di kandang kami pun hanya ada banteng," ungkap Suhendra di Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Soal pilkada, Pujakessuma Nusantara memang sudah memiliki “pakem” tersendiri, yakni akan memilih calon yang merasa senasib-sepenanggungan, atau dalam istilah Pujakessuma, “tunggal sabahita”.

“Tunggal ialah satu, sabahita adalah satu perahu, sehingga ‘tunggal sabahita’ berarti kebersamaan dalam satu perahu,” jelas pria low profile kelahiran Medan 50 tahun lalu.

Suhendra lalu merujuk sejarah di mana orang-orang Jawa yang “dibuang” ke Sumatera oleh pemerintah kolonial Belanda secara bergelombang sejak 1880 menggunakan perahu atau kapal laut untuk kerja paksa.

Baca: Masyarakat Muara Pinang Heboh Saat Melihat Djarot-Sihar

Di Sumatera, dan kemudian juga di Sulawesi, Maluku dan pulau-pulau lain di Indonesia, bahkan sampai ke Semenanjung Malaya dan Madagaskar, mereka beranak-pinak, dan memiliki ikatan persaudaraan yang tinggi untuk bertahan hidup (survive) di perantauan, dan rasa persaudaraan itu sama seperti saudara kandung yang kemudian diturunkan ke anak-cucu.

“Sabahita pun dimaknai sebagai hidup mati bersama, apa pun masalahnya harus dihadapi bersama. Pemimpin yang menghayati makna ‘sabahita’ inilah yang akan mampu membawa rakyat ke pulau harapan,” paparnya.

Salah satu indikator dari “sabahita”, kata Suhendra, ialah seorang pemimpin tidak korupsi, dan itu sudah dibuktikan Djarot baik semasa menjabat Walikota Blitar, anggota DPR RI maupun Gubernur DKI Jakarta.

“Bahwa Djarot berasal dari Jawa berpasangan dengan Sihar dari Sumut, itu suatu kebetulan saja, karena kita tak pernah berorientasi pada isu primordialisme atau SARA. Tapi kebetulan komposisi ini sangat cocok, karena lebih dari 50% penduduk Sumut beretnis atau keturunan Jawa,” cetus Suhendra yang belum lama ini mendesak kejaksaan agar berkas perkara JR Saragih, salah satu cagub Sumut, dinyatakan lengkap atau P21.

JR Saragih, yang berstatus tersangka pemalsuan legalisasi ijazah, bersama pasangannya, Ance Selian, pun urung mengikuti Pilgub Sumut, apalagi setelah gugatannya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan ditolak, sehingga Pilgub Sumut hanya diikuti dua pasang calon, Djarot-Sihar dan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Ijek).

JR Saragih-Ance sebenarnya memenuhi syarat minimal 20 kursi karena memegang dukungan Partai Demokrat (14 kursi), PKPI (3) dan PKB (3) di DPRD Sumut. Sedangkan pasangan Djarot-Sihar didukung PDIP dan PPP dengan total 20 kursi, sementara pasangan Edy-Ijek didukung Partai Golkar, Partai Gerindra, PKS, PAN dan Partai Nasdem dengan total 60 kursi.

“Kursi pendukung Edy-Ijek memang dominan. Tapi ingat, dalam pilkada yang lebih berperan dalam mendulang suara adalah figur calon, sehingga tak ada jaminan Edy-Ijek akan menang,” tukas mantan Ketua Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Indonesia-Vietnam ini.

Ia lalu merujuk hasil survei Indo Barometer yang dirilis di Jakarta, Jumat (23/3/2018), di mana elektabilitas Djarot mengungguli Edy meski sangat tipis.

Berdasarkan pertanyaan tertutup di mana responden disuguhkan tiga nama, elektabilitas Djarot 27,8%, Edy 27,4% dan JR Saragih 9,4%. Pemilih yang belum memutuskan pilihannya atau tidak tahu cukup besar, yakni 35,4%.

Halaman
12
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan