Cerita Dokter Fadhil 8 Tahun Bertugas di Natuna Kala Warga Setempat Lebih Percaya pada Dukun
Kapal tenggelam dan pernah dikejar benda tajam parang hingga diguna-guna dan bahkan ditolak warga sebagai dokter kerap dilalui Dokter Fadhil.
Editor:
Dewi Agustina
Kata Fadhil warga menolak adanya pengobatan secara medis yang masuk ke perkampungan pulau.
Bukan tanpa alasan, warga lebih memilih obat-obatan tradisional serta dukun kampung dibanding dokter dan obatan medis.

"Persaingan dunia disini bukan melawan penyakit ataupun bencana melainkan orang berilmu, kalau kata orang kampung, dukun," cetus Fadhil.
Hal itu juga sejalan dengan warga yang lebih mempercayai dukun kampung dibanding dokter medis.
Warga percaya dukun itu, kata Fadhil dahulu itu sudah sebuah keyakinan dan tradisi warga setempat.
Warga yang sakit berobat ke orang yang ahli, dan bahkan ibu-ibu yang melahirkan mereka lebih percaya bidan kampung dari pada dokter.
Keyakinan setempat misalnya, ibu yang baru melahirkan harus makan makanan yang kering, dan anak yang baru dilahirkan tidak boleh dibawa keluar selama 40 hari.
Hal-hal seperti itu kuat diyakini warga setempat.
Baca: Tak Takut Lagi Tertular Virus, Para WNI Diminta Bertemu Masyarakat Natuna Sebelum Dipulangkan
Baca: Observasi 238 WNI Selesai Hari Ini, Istana Ucapkan Terima Kasih ke Warga Natuna
"Jadi saya itu sering dijauhin sama dukun beranak selama disini dan bahkan ada beberapa warga juga yang tidak suka sama saya," sebut Fadhil.
Memang tak bisa kita pungkiri bahwa hal-hal sepertu itu menjadi keyakinan lokal yang telah membentuk peradaban budaya masyarakat.
Namun yang menjadi pertanyaannya jika ini terus dibudayakan masyarakat akan terpencil dalam kondisi peradaban yang modern ini.
"Keyakinan mereka terhadap hal seperti itu, sudah berlangsung sejak lama. Namun yang menjadi tugas saya harus sering mengedukasi masyarakat agar mereka paham dan menerima kehadiran dunia medis," kata Fadhil.

"Jadi hal itu sangat saya rasakan mulai dari 2012 hingga 2016 para warga setempat sangat anti medis," ujarnya.
"Bahkan ironisnya yang saya tidak dapat tahankan bak hati saya tersayat melihat sebuah peristiwa yang pernah terjadi di pulau ini, ketika seorang warga ibu-ibu melahirkan mereka menunggu dukun kampung."
"Waktu itu saya dapat informasi dari warga bahwa seorang ibu akan melahirkan kondisinya bayi sudah di ujung, lalu saya bersama tim perawat bergegas ke sana. Saat mau kita tangani sang suami justru melarang saya, sementara sang ibu sudah pendarahan dan pecah ketuban," ujarnya.