Bukan karena Kelaparan Tak Makan 2 Hari, Yuli Diduga Meninggal akibat Serangan Jantung
Hari Pamungkas mengatakan, warga bernama Yuli yang meninggal pada Senin (20/4/2020), penyebabnya bukan karena kelaparan.
Penulis:
Nuryanti
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Kota Serang, Hari Pamungkas, mengatakan warga bernama Yuli yang meninggal pada Senin (20/4/2020), penyebabnya bukan karena kelaparan.
Berdasarkan diagnosa sementara, Yuli meninggal karena mengalami serangan jantung.
Informasi tersebut Hari dapatkan dari keterangan dokter yang merawat Yuli di rumah sakit.
"Kami mendapat informasi dari dokter yang menangani, sampai hari ini visum resmi belum dikeluarkan, tapi diagnosa klinisnya diperkirakan meninggal karena serangan jantung," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (22/4/2020).
Baca: Ombudsman Banten Akan Telusuri Soal Biaya Ambulans Rp 15 Juta Bagi Korban Covid-19 di Kota Tangerang
Baca: Selain Paru-paru, Virus Corona Juga Serang Lapisan Pembuluh Darah? Ini Kata Peneliti
Baca: Dengan Syarat, Gubernur Banten Izinkan Industri Buka di Tangerang saat PSBB: Kalau Tidak, Kita Tutup
Ia menambahkan, pihak rumah sakit akan memberikan hasil visum mendiang Yuli kepada Pemerintah Kota Serang pada Rabu ini.
"Secara resmi, visum akan disampaikan hari ini (Rabu) kepada pemerintah Serang," jelas Hari.
Kata Camat Serang
Sebelumnya, Camat Serang, TB Yasin, membantah Yuli meninggal karena kelaparan setelah tidak makan selama dua hari.
Yasin juga membantah jika Yuli disebut tak mendapat bantuan dari pemerintah.
Menurutnya, manusia bisa bertahan selama dua sampai tiga hari tanpa makan.
"Kalau dari dampak makan tidak mungkin, karena manusia bisa bertahan 2-3 hari."
"Seandainya Bu Yuli tidak makan 2-3 hari, kelihatannya lemas," ujar Yasin, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa (21/4/2020).

Ia mengatakan, jajaran Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Serang, sudah memberi bantuan kepada Yuli sebelumnya.
"Sedangkan hari Sabtu (18/4/2020) pun, jajaran Muspika sudah datang menengok, sudah memberikan bantuan ala kadarnya, dan itu sudah bisa dimasak," terangnya.
Yuli yang tinggal di kelurahan Lontar Baru, kota Serang, Banten, meninggal dunia pada Senin pukul 14.30 WIB.
Berdasarkan keterangan suaminya, Kholid, Yuli diketahui banyak pikiran sebelum pingsan kemudian dibawa ke puskesmas.
Anak bungsu Yuli yang masih berusia 7 bulan, sebelumnya terus menangis, karena ASI yang diberikan hambar.
Baca: Memelihara Harapan di Tengah Pandemi Corona, Merry Riana: Jaga Imun, Jaga Iman, dan Jaga Pikiran
Baca: Penjelasan Lengkap Pakar IDI Soal Virus Corona Mati Sendiri dalam 14 Hari, Sistem Imun Dipertaruhkan
Baca: Tips Sehat Berkendara di Tengah Pandemi Covid-19
Sebelum meninggal, Yuli mengaku belum makan selama dua hari bersama suami dan keempat anaknya.
Keluarganya harus meminum air galon, untuk menahan rasa lapar akibat tak ada pemasukan saat pandemi virus corona.
Yuli dan suami sehari-hari kerja serabutan mengangkut sampah, dengan gaji harian.
Setelah jadi sorotan publik, keluarga Yuli mendapat bantuan dari sejumlah relawan.
Diberitakan sebelumnya, Yuli mengaku, sang suami memintanya untuk sabar dengan kondisi yang dialami.
"Dua hari, cuma diam aja, sampai saya sedih, Abah (suami) nyuruh sabar, sambil dielus-elus," ujar Yuli, dikutip dari YouTube Kompas TV, Minggu (19/4/2020).
Yuli mengaku, dirinya belum mendapatkan bantuan dari pemerintah, meski sempat mengajukan diri.

Ia ditolak sebagai penerima bantuan, karena dianggap masih menerima gaji dari dinas.
"Belum ada (bantuan). Saya udah ngajuin, katanya kalau masih dapat gaji, enggak dikasih katanya," ungkapnya.
Baca: 6 Makanan untuk Menu Buka Puasa Sehat, Termasuk Kurma dan Madu, Bisa Kembalikan Energi Tubuh
Baca: Segar dan Pasti Sehat, Suguhkan Jus Wortel Tomat untuk Keluarga Di Rumah
Baca: VIRAL Ibu Meninggal setelah Lahirkan Anak Kembar dan Koma, Suami: Bangun Sayang, Anak Kita Sehat
Yuli bekerja sebagai pegawai lepas yang dibayar sebesar Rp 25 ribu per harinya.
"Katanya karena kerjanya di dinas, kan ini bukan di dinas, tapi swasta, kerjanya per hari."
"Sekali masuk dibayar 25 ribu, kalau enggak masuk, enggak dikasih," jelasnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)