Dulunya Pelaku Klitih Hanya Serang Sekolah, Kini Dipakai untuk Tindak Kriminal
Sekitar 2010 sampai 2012, klitih lebih ke perselisihan antarsekolah. Untuk nyari musuh, kami datang ke sekolah musuh, datang ke tempat biasa nongkrong
Beberapa faktor penyebabnya adalah pencarian jati diri, keinginan untuk diakui, termasuk juga pergaulan.
"Kalau info dari temen-temen ada sih memang komunitas tertentu yang mesyaratakan untuk membacok orang. Bisa jadi klitih yang saat ini terjadi karena itu (komunitas tertentu)," ujarnya.
Baca: Cerita Korban Selamat Kecelakaan Maut di Sleman, Konsumsi Miras hingga 5 Kali Hampir Menabrak
Agar tidak terjerumus pada hal negatif, anak muda saat ini harus pandai dalam memilih teman.
Selain itu, sebagai anak muda juga harus memiliki pendirian, dan berani menolak ajakan teman. Tidak harus pandai dalam hal akademik, bidang non akademik juga penting.
"Mumpung masih muda, banyakin karya positif. Tidak harus akademik, bisa juga mengembangkan potensi dibidang non akademik. Cari kegiatan yang positif, carirelasi yang banyak dan positif,"imbuhnya.
Jogja Police Watch (JPW) mendesak jajaran kepolisian untuk segera melakukan tindakan konkret dan mengusut tuntas insiden klitih yang menyerang Agung Setyobudi.
Agung menjadi korban tindakan bejat dan tidak bermoral dari sejumlah kelompok pemotor yang diduga pelaku klitih pada akhir Oktober lalu, namun hingga memasuki dua bulan pasca penyerangan kepolisian masih belum mampu menangkap satu pun dari para penyerang itu.
Polres Sleman mengklaim masih melakukan penyelidikan secara intensif guna mengungkap para pelaku dari insiden itu. Selain memeriksa kamera pengawas di sekitar lokasi kejadian, polisi mengklaim pula telah mempelajari sejumlah keterangan dari para saksi.
"Sangat mudah bagi kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut. Hanya satu kuncinya, yakni polisi serius untuk melakukannya dan punya tindakan yang tegas untuk mewujudkan kondusifitas wilayah serta memberantas pelaku klitih di Yogyakarta," kata Kadiv Humas JPW, Baharuddin Kamba dihubungi Senin (5/10).
Kamba menyatakan, alasan aparat yang menganggap bahwa penyelesaian kasus itu terkendala akibat kurangnya bukti lapangan dinilainya kurang tepat. Hal itu kata dia merupakan dalih dan sebagai bukti lambannya penanganan kasus yang telah menjadi perhatian banyak pihak.
"Alasan kurang bukti pasti menjadi dalih pihak kepolisian untuk mengungkap sebuah kasus yang menjadi perhatian publik. Kasus klitih salah satunya. Padahal di sekitar fly over Jombor itu ada pos polisi. Kasus klitih di fly over Jombor juga bukan kali pertama terjadi, sebelumnya juga sudah ada yang terungkap," jelasnya.
Dia bahkan menuding aparat kepolisian kecolongan atas kasus yang menimpa Agung itu. Pasalnya, daerah tersebut telah sejak lama dikenal sebagai lokasi rawan terhadap tindakan kejahatan terkhusus klitih yang kerap memakan korban.
"Toh tetap saja kasus klitih terjadi lagi. Diduga polisi kecolongan atas kasus klitih yang terjadi di fly over Jombor dan menimpa Agung itu," kata Kamba.
Selain mendesak aparat kepolisian untuk mengungkap kasus itu, dia juga menyatakan perlu upaya antisipasi untuk mencegah kejadian serupa agar tidak lagi terulang. Hal ini bisa dilakukan dengan menambah fasilitas penerangan dan kamera pengawas di sekitar daerah itu, yang disinyalir menjadi kawasan rawan bagi klitih dalam melancarkan aksinya. (Tribunjogja.com/ Maw/Jsf )
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Beda Motif Pelaku Klitih Sekarang dan Dulu di Daerah Istimewa Yogyakarta