Rabu, 20 Agustus 2025

KDRT Mendominasi Angka Kekerasan pada Perempuan Solo di Masa Pandemi, Ini Tanggapan Pengamat Sosial

KDRT mendominasi angka kekerasan pada perempuan Solo Raya di masa pandemi, begini tanggapan pengamat sosial.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
pixabay.com
Ilustrasi kekerasan. KDRT mendominasi angka kekerasan pada perempuan Solo Raya di masa pandemi, begini tanggapan pengamat sosial. 

TRIBUNNEWS.COM - Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) mengungkap data angka kekerasan pada perempuan di Solo Raya.

Hal itu berdasarkan laporan yang diterima SPEK-HAM selama tahun 2020.

Pada masa pandemi, aduan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) justru banyak terjadi, yakni sebanyak 62 kasus.

"Domestik ranah personal masih tertinggi dalam relasi pasangan rumah tangga," jelas Koordinator Penanganan Kasus SPEK-HAM Solo, pada webinar bertajuk 'Bersinergi Meretas Kekerasan terhadap Perempuan', Rabu (10/3/2021).

Di kesempatan yang sama, hal itu mendapat tanggapan dari Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Akhmad Ramdhon.

Baca juga: Pengamat: Kisruh Partai Demokrat Bikin SBY dan AHY Harus Mengubah Strategi

Baca juga: Hasil Studi: 42 Persen Masyarakat Alami Kekerasan Berbasis Gender Selama Pandemi

Menurutnya, KDRT ini terjadi karena adanya adaptasi aktivitas baru di masa pandemi.

Sehingga, ada beberapa kebiasaan dalam rumah yang harus berubah.

"Keluarga dalam konteks pandemi mengalami highlight adaptasi baru," ucapnya.

Beban di luar rumah seperti pekerjaan, kini harus ikut tertumpuk dengan masalah yang sudah ada sebelumnya.

"Rumah tangga di era pandemi setahun terakhir mengakumulasikan beban kerja bersifat publik."

"Beban itu harus menumpuk bersamaan dengan beban yang sudah ada sebelumnya di rumah."

"Orang tua yang selama ini di luar, ditarik ke dalam rumah," kata Ramdhon.

ILUSTRASI
Ilustrasi KDRT. (KOMPAS IMAGES)

Baca juga: Mina Eks AOA Klarifikasi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Dirinya Bukanlah Selebriti

Baca juga: Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat, RUU PKS Perlu Segera Disahkan

Dosen UNS ini juga sempat menyinggung momen pergantian kepala daerah yang baru.

Baginya, kepala daerah baru bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki isu kekerasan terhadap perempuan.

"Ruang politik untuk membangun implementasi UU Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT harus diafirmasi."

"Isu ini harus tetap diadvokasi dan afirmasi oleh pihak pemerintah dan stakeholders," tandasnya.

Ia berharap, dengan kepala daerah baru di Solo, yakni wali kota, bisa menyesuaikan anggaran daerah untuk lebih memperhatikan isu kekerasan perempuan.

Angka Kekerasan pada Perempuan di Solo Raya Meningkat Kian Tahun

Diberitakan sebelumnya, menurut data laporan SPEK-HAM, angka kekerasan terhadap perempuan di Solo Raya mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tahun 2019, sebanyak 64 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan diterima.

Untuk tahun 2020, saat terjadi pandemi Covid-19, jumlah kasus juga bertambah menjadi 80.

"Tren kasus tidak turun, tapi tiap tahun semakin meningkat," ucap Fitri, Rabu (10/3/2021).

Selama tahun 2020, kategori kekerasan terbanyak masih dalam lingkup ranah personal.

Sebanyak 62 kasus aduan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) telah diterima.

Aktivis perempuan dari Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Fitri Haryani.
Aktivis perempuan dari Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Fitri Haryani. (Dokumen Pribadi)

Baca juga: Kemendikbud Godok Rancangan Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Baca juga: Beberkan Tiga Dosa Besar Pendidikan, Nadiem: Siswa Perempuan Lebih Rentan Alami Kekerasan

Sehingga, KDRT menduduki peringkat pertama dari sejumlah kasus kekerasan.

Pada kasus KDRT itu, didominasi dengan bentuk penelantaran rumah tangga.

Baik dalam penelantaran ekonomi maupun meninggalkan rumah tangga dan menikah dengan perempuan lain sejumlah 47,5%.

Sementara, angka kasus terbanyak kedua di masa pandemi, yakni bentuk kekerasan seksual.

Dimana lebih kerap terjadi Kekerasan Berbasis Gender secara Online (KBGO).

"Kekerasan seksual bahkan meningkat 100 persen di situasi pandemi," kata Fitri.

Selain itu, melihat data kekerasan terhadap perempuan, kebanyakan korban dan pelakunya memiliki profesi.

Hal ini membuktikan, ekonomi bukanlah faktor utama dari kekerasan.

"Tidak hanya sebatas ekonomi sebagai pencetus utama, tapi ada faktor lain," tandasnya.

(Tribunnews.com/Shella)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan