Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien
Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien, Reza Indragiri: Ini Oknum Dokter Jahat, Hukum Seberat-beratnya
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri memberikan komentarnya terkait kasus dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) rudapaksa anak pasien.
Penulis:
Endra Kurniawan
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan komentarnya terkait kasus dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) rudapaksa anak pasien.
Diketahui, kasus ini melibatkan kasus rudapaksa ini menjerat tersangka Priguna Anugerah Pratama alias PAP (31), sedangkan korbannya seorang wanita berinisial FH (21).
Priguna Anugerah merupakan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Reza menyebut, pelaku merupakan dokter yang jahat.
"Saya tidak ingin membuka ruang bagi narasi-narasi alternatif kecuali semata-mata bahwa ini adalah oknum dokter jahat oknum dokter jahat," katanya, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Sabtu (12/4/2025).
Oleh karenanya, ia meminta Priguna Anugerah dihukum seberat-beratnya.
Baca juga: Respons Kasus Rudapaksa Dokter Residen RSHS Bandung, Menkes Minta Peserta PPDS Tes Kesehatan Mental
Terlebih Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022.
"Maka semestinya kita punya keinsafan tunggal bahwa orang-orang yang melakukan kekerasan seksual apapun jenisnya, terlebih perkosaan seharusnya mendapatkan hukuman seberat-beratnya," tegasnya.
Di sisi lain, lanjut Reza, pihak berwenang tidak boleh abai dengan korban FH.
Menurutnya pihak yang paling berkepentingan dalam kasus ini bukanlah pelaku, melainkan korban itu sendiri.
"Sehingga pemulihan korban ganti rugi terhadap korban betul-betul harus kita upayakan secara maksimal," imbuhnya.
Kenapa rudapaksa bisa terjadi?
Reza dalam kesempatannya menguraikan penyebab pelaku yang berprofesi sebagai dokter bisa merudapaksa korban.
Ia menjelaskan tiga teori dasar terkait kasus ini.
Pertama, teori yang dianut oleh kalangan feminis ini pasti bicara power asymmetry, yakni relasi kuasa yang tidak seimbang.
Dalam kasus ini Priguna Anugerah sebagai sosok superior sedangkan korbannya adalah inferior.
"(Teori kedua) ada teori lain teori belajar sosial. Barangkali ini dampak dari industri seks yang sudah merajai lela."
"Mengakibatkan siapapun manusia termasuk barangkali dokter bisa mengalami kehilangan kepekaan terhadap nilai-nilai sakral seksualitas terhadap tubuh," papar Reza.
"ketiga ini barangkali berkaitan dengan teori evolusi ya bisa panjang teorinya," imbuhnya.
Lebih lanjut Reza membeberkan faktor pendorong dan penarik yang membuat Priguna Anugerah bisa melakukan aksi bejatnya.
Ia menyinggung profesi dokter yang bisa membuat pelaku stres.
"Saya simpulkan adakah kemungkinan faktor stres, faktor keletihan, faktor kejenuhan sebagai faktor pendorong sampai-sampai seorang dokter akhirnya sampai hati melakukan tindakan nista semacam itu," imbuh Reza.
Baca juga: Dokter Residen Unpad Rudapaksa Anak Pasien, PPDS Anestesiologi RSHS Bandung Kena Imbas
Sedangkan faktor penariknya ada fungsi pengawasan yang tidak berjalan secara optimal baik pada lingkup mikro di rumah sakit bersangkutan maupun pada lingkup makro terkait dengan ketaatan dan penegakan etik di organisasi kedokteran.
Oleh karenanya, Reza meminta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ikut dilibatkan dalam pengusutan kasus ini.
"Karena itu, tidak cukup hanya otoritas penegakan hukum dalam pengertian sistem peradilan pidana yaitu kepolisian kejaksaan nanti juga pengadilan untuk bekerja mengukap kasus ini."
"Tapi juga sejak dini akan sangat baik seandainya otoritas Ikatan Dokter Indonesia atau perhimpunan-perhimpunan dokter lainnya diikutsertakan untuk memastikan siapa sesungguhnya sudah tanda petik punya kontribusi bagi peristiwa yang menyedihkan sekaligus menakutkan ini," tandasnya.
Kronologi kejadian

Semua bermula saat FH mengantarkan orang tuanya ke IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin guna mendapatkan perawatan medis pada 18 Maret 2025, sekira pukul 01.00 WIB.
Priguna Anugerah lalu mendekati FH dan menyampaikan perlu memeriksa darahnya.
"Tersangka membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC (Gedung Mother and Child Health Care) lantai 7 pada pukul 01.00 WIB. Dan meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya," kata Kombes Hendra, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Kamis (10/4/2025).
Singkat cerita, tersangka membawa korban ke ruang nomor 711.
Tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau dan meminta korban untuk melepas baju dan celananya.
Ditusuk jarum 15 kali
Kombes Hendra melanjutkan, Priguna Anugerah mulai melancarkan aksinya.
Tersangka mulai membius korban dengan cara menusukan jarum ke tangan FH.
"Tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan tangan korban kurang lebih 15 kali percobaan."
"Kemudian menghubungkan jarum tersebut ke selang infus setelah itu tersangka menyuntikan cairan bening ke selang infus tersebut."
"Dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri," urainya.
Saat tak sadar itulah, Priguna Anugerah rudapaksa korban saat tidak berdaya.
Baca juga: 2 Korban Lain Dokter PPDS Priguna Sudah Diperiksa, Ternyata Pasien RSHS, Pelaku Pakai Modus Serupa
FH baru sadar setelah 3 jam usai dibius tersangka.
"Setelah tersadar korban diminta untuk berganti pakaian kembali dan diantar sampai lantai 1 di gedung MCHC."
"Setelah sampai ruang IGD korban baru sadar bahwa pada saat itu sudah pukul 04.00 WIB, lalu korban bercerita kepada ibunya bahwa tersangka mengambil darah," kata Kombes Hendra.
FH baru sadar jadi korban rudapaksa saat merasakan sakit saat buang air kecil.
Bagian intimnya merasa perih saat terkena air.
Korban kemudian melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polda Jabar.
Terancam 12 tahun penjara
Kombes Hendra menyebut dalam perjalan kasus, ada 11 orang dimintai keterangan.
"Ada FH sendiri sebagai korban, ada ibunya kemudian, ada beberapa perawat, ada kurang lebih tiga perawat, dan adik korban."
"Kemudian dari farmasi, dokter, dan pegawai rumah sakit Hasan Sadikin dan juga apoteker. Dan Dirkrimsus juga akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan," jelas dia.
Polda Jabar sudah menetapkan Priguna Anugerah sebagai tersangka atas kasus rudapaksa terhadap korban seorang perempuan berinisial FH.
Ia kini terancam hukuman 12 tahun penjara.
"Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual."
"Adapun ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun," urai Kombes Hendra.
Selain jadi tersangka, Priguna Anugerah juga akan ditahan selama 20 hari guna mempermudah pendalaman kasus lebih lanjut.
Baca juga: Dokter PPDS Sudah Kantongi Alat Kontrasepsi sebelum Bius hingga Rudapaksa Gadis 21 Tahun
Kelainan seksual
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Surawan menambahkan, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.
Fakta tersebut didapatkan polisi lewat pemeriksaan yang sudah dilakukan.
"Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang ada kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual," urainya.
Oleh karena itu, Polda Jabar akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mendalami kelainan seksual tersebut.
Termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog.
"Kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli-ahli psikologi, maupun psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan."
"Sehingga kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan dari perilaku seksual," tegasnya.
(Tribunnews.com/Endra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.