Kisah Warga Sinjai 2 Jam Jalan Kaki Sambil Tandu Jenazah karena Jalan Rusak: Miris Sekali
Viral video yang menunjukkan sejumlah warga di Sinjai, Sulawesi Selatan, berjalan kaki sambil menandu jenazah selama 2 jam karena jalanan rusak.
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Garudea Prabawati
Masih di Sulsel, di mana Simon Tappa' (96), seorang kakek asal Dusun Perangian, Lembang Ampang Batu, Kecamatan Rindingallo, Kabupaten Toraja Utara, harus ditandu sejauh 6 kilometer menuju Puskesmas Pangala.

Peristiwa yang terjadi pada Selasa (15/4/2025) itu, juga menjadi viral media sosial (medsos).
Dalam kondisi lemah dan sempat muntah darah, Simon Tappa' ditandu secara bergantian oleh warga dan keluarga mulai pukul 17.30 hingga 19.00 WITA.
Setibanya di Puskesmas, Simon Tappa' dinyatakan meninggal dunia dan kembali ditandu pulang ke rumah duka.
Jenazah Simon Tappa' tiba di rumah duka sekitar pukul 21.00 WITA.
Perjalanan dibarengi dengan kondisi hujan deras, di jalur ekstrem berlumpur dan mendaki.
Akses jalan yang dilalui hanya bisa dilewati kendaraan roda dua jenis trail atau mobil off-road, itupun sangat sulit ditembus saat cuaca buruk.
Viralnya kejadian ini sempat memunculkan kabar bahwa pihak Puskesmas Pangala tidak mengizinkan penggunaan salah satu dari dua ambulans yang tersedia untuk mengantar pasien.
Kepala Puskesmas Pangala, Jon Padidi, pun membantah tudingan tersebut dan menyebut adanya kesalahpahaman di lapangan.
"Jadi ini sepertinya miss komunikasi, bahwa peruntukan kedua ambulans tersebut tidak untuk mengantar jenazah karena di dalamnya harus steril dan sudah ada SOP. Awalnya pasien mau dirujuk ke rumah sakit di Rantepao, tapi karena kondisi drop dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia,” ujar Jon Padidi saat ditemui di Puskesmas Pangala, Minggu (20/4/2025) siang, dilansir TribunToraja.com.
Baca juga: Kisah Mulyoto yang Jenazahnya Lewat Sungai di Ponorogo Gegara Tetangga, Tinggalkan Anak Baru Lahir
Jon Padidi mengatakan bahwa ambulans jenis Puskesmas Keliling (Pusling) sebenarnya diperuntukkan untuk pelayanan preventif dan promotif, bukan untuk membawa jenazah.
Tetapi, ia tak menampik bahwa miskomunikasi antara sopir dan masyarakat menjadi faktor utama.
"Supir kami baru saja diangkat sebagai PPPK dan belum menerima SK, jadi saat itu juga belum bisa bertugas secara penuh. Apalagi saat kejadian hujan deras dan medan sangat sulit,” jelas Jon Padidi.
Jon Padidi lantas berharap agar ke depan setiap lembang atau desa dapat menganggarkan pengadaan Ambulans Desa agar kejadian serupa tidak terulang.
“Semoga ke depan lembang-lembang bisa mengadakan ambulans desa dari dana desa, supaya kita bisa tingkatkan pelayanan. Tapi yang pasti, kami tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan maksimal jika ada komunikasi yang jelas dari masyarakat dan kepala lembang,” ungkapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.