Sabtu, 13 September 2025

Puluhan Mata Elang di Tangerang Diamankan, Kapolresta Tegaskan Tak Boleh Asal Cegat di Jalan 

Indra Waspada menerangkan, puluhan matel itu diamankan dari beberapa titik di Jalan Raya Serang

ist
MATEL - Polresta Tangerang menggelar konferensi pers terkait penangkapan matel, Jumat (12/9/2025). (Dok: Istimewa) 

TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Polisi di Tangerang bergerak cepat merespons keresahan masyarakat soal tindakan mata elang (matel). 

Tim Sigap Resmob Polresta Tangerang bersama Unit Reskrim Polsek Cikupa mengamankan puluhan matel usai viral video pencegatan pengendara motor oleh 23 orang diduga matel, Kamis (11/9/2025).

"Pada dasarnya, kami konsisten untuk menindak semua bentuk kekerasan baik yang dilakukan perorangan atau kelompok, tindakan premanisme, persekusi, termasuk yang berkedok debt collector,” kata Kapolresta Tangerang Kombes Pol Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah, Jumat (12/9/2025).

Indra Waspada menerangkan, puluhan matel itu diamankan dari beberapa titik di Jalan Raya Serang. 

Setelah video viral, polisi langsung melakukan pendalaman, sehingga petugas sukses mengangkut 23 orang diduga matel.

Baca juga: Viral Mata Elang Ditangkap di Sukmajaya Depok, Polisi Sebut Mereka Target Operasi Pekat Jaya

Indra Waspada menegaskan, debt collector tidak dibenarkan main cegat, lalu merampas kendaraan di jalan. Kata dia, ada mekanisme hukum yang mengatur proses itu.

Indra Waspada juga menegaskan, tidak ada lagi hak eksekutorial bagi penagih hutang apabila tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur dan debitur menolak menyerahkan kendaraan.

Pernyataan Indra Waspada itu merujuk pada Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021, yang menginterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh ditetapkan sepihak oleh kreditur. Dalam putusan itu juga dijelaskan, objek jaminan tidak boleh langsung dieksekusi, meski sudah memiliki sertifikat jaminan.

“Penerima dan pemberi fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera janji tersebut. Jika sudah ada kesepakatan para pihak, kreditur dapat langsung mengeksekusi. Namun, saat tidak terdapat kesepakatan, maka pelaksaan eksekusi dapat melalui putusan pengadilan," beber Indra.

Dijelaskan pula, debt collector harus bernaung dalam satu badan hukum dan badan hukum tersebut memiliki izin dari instansi terkait. Selain itu, debt collector wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan.

"Apabila ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, penarikan kendaraan bisa dilakukan, tapi harus oleh pegawai perusahaan pembiayaan tersebut atau pegawai alih daya dari perusahaan pembiayaan yang memiliki surat tugas untuk melakukan eksekusi benda jaminan fidusia," katanya.

Pada sisi lain, Indra Waspada juga mengajak debitur yang menunggak untuk menunjukkannya itikad baik dengan melakukan penyelesaian kewajiban. Namun, dia kembali menegaskan, dengan alasan apa pun, segala bentuk intimidasi dan kekerasan tidak dapat dibenarkan.

Indra Waspada menyampaikan, debt collector dalam menjalankan tugas tidak boleh intimidatif. Kemudian, debt collector harus menunjukan identitas diri, sertifikat profesi, sertifikat jamiman fidusia, serta menunjukkan surat tugas perusahaan pembiayaan.

"Apabila penarikan dilakukan secara paksa atau tanpa prosedur yang benar, tindakan itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, atau Pasal 365 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, jika terjadi perampasan di jalanan," terangnya.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan