Selasa, 12 Agustus 2025

Masyarakat Adat Dayak Kenyah Kelola Kakao Berbasis Kearifan Lokal

Desa Lung Anai, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang 92% warganya merupakan masyarakat adat Dayak Kenyah

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
INDUSTRI COKLAT - Kunjungan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto ke Rumah Cokelat Lung Anai, di Desa Lung Anai, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Program ini dinilai berhasil mendorong kemandirian ekonomi masyarakat adat Dayak Kenyah melalui hilirisasi industri cokelat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desa Lung Anai, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang 92 persen warganya merupakan masyarakat adat Dayak Kenyah dan telah ditetapkan sebagai Desa Budaya sejak 2007.

Mereka sebelumnya mengelola kakao secara tradisional dengan penjualan biji basah berharga rendah. 

Masyarakat adat Dayak Kenyah mampu mendapatkan kemandirian ekonomi melalui hilirisasi industri cokelat di Desa Lung Anai melalui Rumah Cokelat Lung Anai.

Mereka mengelola kakao dengan kearifan lokal. Program Rumah Cokelat ini berdasarkan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dan Sustainable Livelihood Approach (SLA). 

Dengan mengoptimalkan lebih dari 100 hektare kebun kakao, MHU merevitalisasi fasilitas lokal menjadi pusat hilirisasi produk kakao, lengkap dengan rumah pengering, mesin produksi bersertifikat Halal dan BPOM, serta ruang edukasi komunitas.

"Biji kakao lokal diolah menjadi produk bernilai tambah, mulai dari cokelat batangan hingga bubuk kakao sehingga memberikan dampak peningkatan pendapatan petani cokelat sebesar 5 kali lipat," kata Division Head Mining Support and Compliance MHU Wiwin Suhartanto melalui keterangan tertulis, Jumat (11/7/2025).

Dirinya mengungkapkan Rumah Cokelat Lung Anai memanfaatkan lahan secara produktif dapat berjalan seiring dengan upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat adat.

"Program ini telah membuka peluang usaha baru, meningkatkan keterampilan warga, dan pada saat sama turut menjaga keseimbangan lingkungan," ujar Wiwin.

Melalui program ini, pembangunan ekonomi dan pelestarian kearifan lokal dapat berjalan beriringan.

Sejalan dengan 6 agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) khususnya pada Tujuan 2 “Tanpa Kelaparan”, Tujuan 5 “Kesetaraan Gender”, Tujuan 8 “Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi”, Tujuan 9 “Industri, Inovasi dan Infrastruktur”, Tujuan 11 “Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan”, Tujuan 12 “Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab”.

Program ini berkolaborasi melalui lintas sektor dengan Kelompok Tani Lalut Isau, Badan Usaha milik Desa (BUMDes), serta Dinas Perkebunan Kutai Kartanegara. Selain itu, MHU juga melibatkan Yayasan Peduli Desa Nusantara Madani dan Fakultas Pertanian Universitas Kutai Kartanegara.

Pihak ini berperan dalam memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat dalam pengolahan kakao menjadi cokelat kemasan.  

Capaian program ini sangat signifikan, lebih dari 100 petani kini mengalami peningkatan pendapatan hingga 5 kali lipat, dengan harga jual kakao kering fermentasi mencapai Rp120.000-Rp150.000/kg dari sebelumnya Rp25.000-Rp30.000/kg untuk biji basah. 

Baca juga: Saat Harga Kakao Naik di 2024, Indonesia Mampu Ambil Peluang Kembangkan Industri Olahan Coklat

Selain itu, 12 perempuan lokal kini aktif sebagai tenaga kerja, mencerminkan pergeseran peran gender positif dan peningkatan taraf hidup keluarga.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan