Langgeng Lintas Generasi, Toko Barang Antik Pasar Triwindu Tetap Eksis Tak Lekang oleh Waktu
Terletak di Jalan Diponegoro, Keprabon, Banjarsari, Surakarta, Pasar Triwindu merupakan pasar yang menjual barang antik,langka hingga bekas
Penulis:
timtribunsolo
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM – Di tengah gempuran modernisasi dan pusat perbelanjaan kekinian, Pasar Triwindu, Surakarta tetap berdiri kokoh tak lekang oleh waktu.
Terletak di Jalan Diponegoro, Keprabon, Banjarsari, Kota Surakarta Pasar Triwindu merupakan pasar khusus yang menjual barang-barang antik,langka hingga bekas.
Pasar ini berada di sebelah selatan Pamedan atau halaman gerbang utama Pura Mangkunegaran, berdiamnya KGPAA Mangkunegara X alias Gusti Bhre.
Lokasinya strategis, jika menyusuri jalan protokol Jalan Slamet Riyadi sampai di perempatan Sarpon (Ngarsopuro), beloklah ke kiri (utara). Penampakan Pasar Triwindu ada di kanan jalan (timur).
Pasar yang sudah berusia lebih dari 80 tahun ini menyimpan banyak cerita, termasuk kisah sukses penjual yang telah berdiri kokoh selama 45 tahun.
Ini menjadi bukti nyata bahwa nilai sejarah dan keunikan senantiasa lestari, bahkan semakin dicari.
Diawali orang tua yang merintis bisnis pada tahun 1980 lalu diteruskan oleh anak pertamanya kurang lebih 30 tahun dan kini tongkat estafet berada di tangan si adik bernama Komet (42).
“Awalnya dulu dari orang tua tahun 1980-an dilanjut kakak saya setelah itu saya,” Jelas Komet (42) pemilik Toko barang antik di Pasar Triwindu, Rabu (30/7/2025).

Berlokasi strategis di jantung Pasar Triwindu yang kental akan nuansa sejarah, Toko Mas Komet bagaikan museum pribadi yang memamerkan koleksi barang antik dari berbagai era.
Koleksi yang dijual pun mulai beragam antara lain perabotan kayu jati, lampu hiasan, keramik, patung, cap batik dan aksesoris dekorasi ruangan lainnya tersusun rapi dan siap memanjakan mata para pengunjung.
Pengunjung biasanya datang untuk mencari ornamen dekorasi dan aksesoris ruangan.
Baca juga: 7 Rekomendasi Tempat Wisata Terdekat dari Stasiun Solo Balapan, Ada Monumen Pers hingga Keraton
“Biasanya pengunjung membeli kebanyakan untuk dekorasi ruangan,” jelasnya.
Komet juga menjelaskan menerima pesanan untuk barang baru, namun untuk barang lama atau antik tidak bisa dipesan karena kelangkaan barang tersebut.
“Tergantung barangnya kalau baru dapat dipesan karena pabriknya masih produksi tapi kalau lama nggak bisa dipesan hanya seadanya,” ucapnya.
Untuk barang reproduksi Komet mendapatkan dengan berlangganan dengan pabrik dan untuk barang lama biasanya membeli dari orang yang datang dan menjual barangnya tersebut.
erbulan Komet bisa meraup keuntungan kotor sebesar Rp20 juta hingga Rp30 jutaan.
Menurut Komet dengan adanya barang antik yang dijual di pasar online tidak mempengaruhi penjualannya dan tetap dicari oleh wisatawan.
Wisatawan yang berkunjung tidak hanya wisatawan lokal saja namun juga wisatawan mancanegara juga banyak yang berdatangan.
Toko ini mulai buka dari Pukul 09.00 hingga 16.00 WIB.
Rohmah Tri Nosita (21) pengunjung asal Boyolali, mengaku datang ke Pasar Triwindu tertarik karena tempatnya yang estetik bernuansa klasik dulu serta jarang ditemui di tempat-tempat lain.
“Saya sudah dua kali berkunjung ke sini karena tertarik dengan tempatnya yang estetik dengan nuansa klasik serta jarang ditemui di tempat lain," ujarnya.
Ia juga tertarik dengan lampu gantung antik yang dipajang seperti menambah kesan estetik
“Menarik, apalagi yang lampu gantung itu yang kaya di rumah-rumah antik, bisa dibuat furniture rumah yang memberi kesan antik,”ungkapnya.
Seza Afni Almahira Sanjaya (13) pengunjung asal Solo yang sedang melakukan observasi di Pasar Triwindu bersama dengan teman sekelasnya yang pertama kali datang ke Pasar Triwindu mengaku tertarik karena banyak yang menjual barang antik.
“Kebetulan ini pertama kali kesini kesannya menarik juga jarang kan yang jual barang antik, sebelumnya juga sering dengar tentang Pasar Triwindu ini di Tik Tok,” ucap Seza.

Sejarah Pasar Triwindu
Dilansir dari laman wonderfulimages.kemenparekraf.go.id Pasar Antik Triwindu berdiri sejak 1939 dengan menjual berbagai jenis barang antik dan unik.
Pasar dibangun oleh KGPAA Mangkunegara VII sebagai peringatan 24 tahun, atau tiga windu masa pemerintahannya.
Nama "Triwindu" sendiri memiliki makna filosofis yang mendalam, berasal dari bahasa Jawa yang terdiri dari kata "tri" (tiga) dan "windu" (delapan tahun), sehingga "triwindu" bermakna tiga windu atau 24 tahun.
Lokasi strategis yang dipilih tidak sembarangan. Pasar ini dibangun di sebelah selatan kompleks Istana Mangkunegaran, tepatnya di sisi timur boulevard yang mengarah ke gapura istana, mencerminkan kedekatan dengan pusat kekuasaan Mangkunegaran pada masa itu.
Pada awalnya, Pasar Triwindu hanyalah deretan meja sederhana yang menjajakan kebutuhan sehari-hari seperti jajanan pasar, kain, majalah, dan koran.
Tidak ada yang menduga bahwa pasar sederhana ini kelak akan menjadi salah satu destinasi wisata budaya terpenting di Solo.
Sejarah Pasar Triwindu mengalami perubahan signifikan selama masa penjajahan Jepang.
Kondisi ekonomi yang sulit pada periode tersebut memaksa banyak bangsawan dan masyarakat Solo untuk menjual benda-benda berharga mereka, termasuk koleksi seni dan barang antik, untuk bertahan hidup.
Inilah momen transformasi Pasar Triwindu dari pasar tradisional biasa menjadi pusat perdagangan barang antik.
Para bangsawan yang terpaksa melepas harta benda bersejarah mereka menjadikan pasar ini sebagai tempat transaksi yang penting.
Seiring waktu, para pedagang mulai membangun kios permanen, dan reputasi Pasar Triwindu sebagai tempat berburu barang antik mulai mengakar kuat.

Perubahan Besar di Awal Abad 21
Setelah puluhan tahun beroperasi dengan kondisi yang cukup sederhana, Pasar Triwindu mengalami transformasi besar pada era modern.
Pada Juli 2008, Pemerintah Kota Solo melakukan revitalisasi besar-besaran terhadap pasar bersejarah ini.
Program revitalisasi ini bukan sekadar renovasi fisik biasa.
Pemerintah Kota Solo bekerja sama dengan pihak Mangkunegaran untuk memastikan bahwa pengembangan pasar tetap mempertahankan nilai-nilai historis dan arsitektur tradisional Solo.
Desain bangunan baru mengikuti arsitektur khas di sekitar kota Solo, menciptakan harmoni visual dengan lingkungan istana dan bangunan bersejarah lainnya.
Dalam periode terkini, upaya pelestarian Pasar Triwindu mendapat dukungan signifikan dari pemerintah pusat.
Proyek revitalisasi kawasan Ngarsopuro yang mencakup Pasar Triwindu mendapat alokasi dana sebesar Rp 31,6 miliar dari Kementerian PUPR.
Proyek ini dimulai sejak Juni 2022 dan lingkup pekerjaannya mencakup fasad dan gapura dengan konsep wayang, revitalisasi Pasar Triwindu, pembangunan pedestrian dan perbaikan jalan lingkungan, sistem drainase, mural, kanopi, serta pemasangan lampu kawasan.
Salah satu perubahan paling signifikan adalah transformasi dari pasar satu lantai menjadi bangunan bertingkat dua.
Perubahan ini memberikan dampak positif langsung bagi para pedagang yang sebelumnya harus berdesak-desakan dalam ruang yang terbatas.
Kini mereka memiliki area yang lebih luas dan nyaman untuk menata dan memajang barang dagangan mereka.
Upaya pelestarian Pasar Triwindu melibatkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dengan komitmen anggaran yang konkret.
Pemerintah Kota Solo berperan sebagai fasilitator utama dalam program revitalisasi awal tahun 2008, tidak hanya menyediakan dana tetapi juga memastikan bahwa konsep pengembangan sejalan dengan visi pelestarian budaya kota.
Dukungan pemerintah pusat datang dalam bentuk investasi jangka panjang yang signifikan.
Kolaborasi dengan pihak Mangkunegaran juga menunjukkan komitmen untuk menjaga aspek historis pasar.
Keterlibatan keraton dalam proses revitalisasi memastikan bahwa nilai-nilai tradisional dan sejarah tetap terjaga di tengah modernisasi yang dilakukan.
Dari sisi pemerintah pusat, dukungan datang melalui berbagai program pengembangan pariwisata budaya.

Pasar Triwindu kini menjadi bagian dari rangkaian destinasi wisata budaya Solo yang dipromosikan dalam skala nasional, memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat setempat.
Hasil revitalisasi 2008 telah mengubah wajah Pasar Triwindu menjadi destinasi yang lebih nyaman dan menarik.
Bangunan bertingkat dua dengan arsitektur yang memadukan unsur tradisional Solo dan kebutuhan modern kini menjadi rumah bagi ratusan pedagang barang antik.
Para pengunjung dapat menemukan berbagai koleksi menarik mulai dari perabotan vintage, piring-piring antik bernilai seni tinggi, kursi dan lemari kuno, hingga benda-benda bersejarah lainnya.
Pasar ini tidak hanya menjadi tempat berbelanja, tetapi juga museum hidup yang menyimpan jejak peradaban masa lalu.
Fasilitas yang lebih baik pasca-revitalisasi membuat Pasar Triwindu semakin populer, tidak hanya di kalangan kolektor lokal tetapi juga wisatawan mancanegara yang tertarik dengan budaya dan sejarah Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa upaya pelestarian yang dilakukan telah berhasil menciptakan keseimbangan antara mempertahankan nilai historis dan memenuhi kebutuhan era modern.
Kini, Pasar Triwindu tidak hanya berperan sebagai pusat perdagangan barang antik, tetapi juga sebagai ruang edukasi informal tentang sejarah dan budaya Solo.
Setiap sudut pasar menyimpan cerita tentang masa lalu yang dapat dipelajari dan dinikmati oleh generasi mendatang.
Komitmen berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat untuk terus melestarikan Pasar Triwindu memastikan bahwa warisan berharga ini akan terus hidup dan berkembang.
Dengan demikian, pasar yang lahir dari sebuah peringatan 24 tahun pemerintahan ini telah menjadi saksi bisu perjalanan waktu Solo selama hampir satu abad.
(mg/Kiki Ratnasari)
Penulis merupakan peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.