Rumah Budaya Kratonan: Wisata Membaca Sejarah Kota Solo dari Masa ke Masa
Tampak depan Rumah Budaya Kratonan Solo yang dihiasi tanaman-tanaman hijau, Selasa (5/8/2025). (mg/Rohmah Tri Nosita)
Penulis:
timtribunsolo
Editor:
Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Arsitektur bangunan tua yang kental dengan nuansa Jawa menyambut kedatangan ketika melangkahkan kaki ke Rumah Budaya Kratonan Solo, Jawa Tengah, elasa (5/8/2025).
Lantunan musik-musik lawas menggema di udara menghibur telinga ketika netra menyisir setiap sudut yang penuh estetika.
Pengalaman seperti ini hanya bisa Tribunners rasakan ketika berwisata ke Rumah Budaya Kratonan yang berlokasi di Jl. Manduro No.6, Kratonan, Kecamatan
Serengan, Solo, Jawa Tengah.
Rumah Budaya Kratonan merupakan sebuah ruang komunitas yang membina berbagai aktivasi, seperti kegiatan pendidikan sejarah, kebudayaan, dan kemasyarakatan.
Terbagi menjadi beberapa bagian, Rumah Budaya Kratonan terdiri dari Galeri Sejarah Surakarta, Mini Perpustakaan, Event Space, dan Kantin Laras.
Buka dari Selasa hingga Minggu pukul 08.00 - 17.00 WIB, Tribunners dapat menjelajahi setiap sudut Rumah Budaya Kratonan dan mendapatkan pengalaman yang tidak akan ditemukan di tempat lain.
Rumah Budaya Kratonan menjadi salah satu destinasi wisata menarik di Kota Solo yang tidak hanya mempersembahkan estetika sebagai daya tariknya tetapi juga menyajikan segudang pengetahuan yang tak ternilai harganya.
Menyisir Rumah Budaya Kratonan Solo
Ketika berkunjung ke Rumah Budaya Kratonan, Tribunners tidak hanya merasakan satu pengalaman saja, tetapi tiga sekaligus.
Beragam peristiwa sejarah yang terjadi di Kota Solo terabadikan rapih di Galeri Sejarah Surakarta yang dapat diakses hanya dengan membayar tiket sebesar Rp 15.000 untuk pelajar dan Rp 25.000 untuk umum.
Galeri ini terdiri dari 9 ruang berisi rangkaian peristiwa yang memiliki ikatan dari masa ke masa yang berkesinambungan.
Tribunners tak perlu khawatir, harga tersebut sudah termasuk tour guide yang akan menjelaskan setiap lini masa yang ada dalamnya.
Sejarah-sejarah yang ada di sajikan dalam bentuk yang menarik dan interaktif sehingga memberikan pengalaman baru dalam memahami sejarah.

Bambang Julianto, tour guide Galeri Sejarah Rumah Budaya Kratonan menjelaskan penggunaan keker untuk membaca sejarah. (Mg/Rohmah Tri Nosita).
Selaras dengan hal tersebut, Lusita Indira Putri, salah satu pengunjung dari Solo juga merasa antusias.
“Kalau awalnya excited banget sih maksudnya ini kan tentang sejarah juga kan habis itu dipandu juga dan tentang tata letak atau dari galerinya pun tuh menarik kayak gitu,” ujar Lusita.
Beranjak ke bagian belakang Rumah Budaya Kratonan, Tribunners juga bisa berkunjung ke Mini Perpustakaan untuk menghabiskan waktu membaca buku-buku dengan tanpa dipungut biaya.
Pengunjung menikmati bersantai di Mini Perpustakaan sembari membaca buku. (Mg/Rohmah Tri Nosita)
Buku-buku yang ada mayoritas merupakan buku sejarah, kebudayaan, pendidikan, sastra dan politik yang tersusun di rak-rak besi.
Ketika lapar sudah melanda, sudah saatnya mencicipi masakan dan minuman khas nusantara yang tersedia di Kantin Laras.
Tak cukup sampai di sana, pada waktu-waktu tertentu Tribunners dapat mengikuti kelas-kelas budaya di Event Space, seperti karawitan, tari tradisional, pembelajaran bahasa jawa, dan kegiatan lain yang di antaranya tidak dipungut biaya sepeser pun.
Rumah Budaya Kratonan juga menyediakan berbagai macam kegiatan lain seperti workshop Wayang Beber/Kulit, Janur Sulam, Batik, Tulis Aksara, Tulis Lontar,
bahkan city tour dengan biaya yang berkisar Rp 100.000 - Rp 200.000.
Area tempat duduk digunakan pengunjung untuk bercengkrama dan menikmati hidangan yang dipesan. (Mg/Rohmah Tri Nosita).
Sejarah Lahirnya Rumah Budaya Kratonan

Muhammad Ivan Saputra, Marketing Manager Rumah Budaya Kratonan mengungkap bangunan ini awalnya milik mantan Menteri Sosial Indonesia Kabinet Djuanda, Muljadi Djojomartono sebelum akhirnya dibeli oleh istri dari Akbar Tandjung, yakni Krisnina Maharani Akbar Tandjung.
“Istri Pak Akbar itu Bu Nina Tandjung karena beliau suka dengan sejarah, hobinya baca-baca dia pengen punya ruangan atau sebelumnya dibangun karena hobi.
Beliau punya ruangan khusus untuk mengabadikan sejarah tersebut,” jelas Ivan ketika ditemui Tribunnews.com pada Selasa (5/8/2025).
Rumah Budaya Kratonan pada akhirnya mulai difungsikan di tahun 2016 berawal dari hobi dan keinginan untuk mengabadikan berbagai peristiwa bersejarah di Kota Solo.
Terus berkembang dari tahun ke tahun, saat ini Rumah Budaya Kratonan berada di bawah Yayasan Warna-Warni Indonesia yang juga merupakan milik Nina Tanjung.
“Di sini di bawahi oleh yayasan. Yayasan itu namanya Yayasan Warna-Warni Indonesia,” ungkap Ivan.
Yayasan Warna-Warni Indonesia (YWWI) merupakan yayasan yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan kemajemukan Bangsa Indonesia melalui pendekatan sejarah dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan.
Di sini, Rumah Budaya Kratonan dan YWWI mengajak masyarakat untuk memberdayakan kreativitas dan pengetahuan keberagaman budaya setempat untuk
kemajuan sesama.
Sebagai Tempat Sejarah Berkumandang, Budaya Berbicara, dan Masyarakat Berkarya

Linear dengan tagline yang diusung, yakni “Tempat Sejarah Berkumandang, Budaya Berbicara, dan Masyarakat Berkarya”, Rumah Budaya Kratonan membawa misi mulia untuk melestarikan sejarah dan budaya khususnya di Kota Solo.
Galeri sejarah menjadi wadah dan akses terbuka bagi masyarakat untuk mengenal seperti apa peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kota Solo.
Sementara kelas-kelas budaya yang dilaksanakan di Event Space bagian Bale Panggung menjadi wujud nyata pelestarian budaya serta upaya memberi ruang bagi masyarakat untuk berkarya.
“Kita emang tagline-nya kan tempat berbicara, belajar, dan ini ya. Jadi, emang mewadahi sebelumnya komunitas kecil-kecil yang memang punya kesenian.
Sekarang kan kesenian hampir jarang ya apalagi karawitan sudah mulai punah. Kita coba melestarikan itu,” tutur Ivan.
Rumah Budaya Kratonan tidak hanya mengabadikan peristiwa bersejarah di Kota Solo dari masa ke masa, tetapi juga menjadi ruang di mana budaya dapat terus bernyawa.
(mg/Rohmah Tri Nosita)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Sumber: TribunSolo.com
Persis Solo Tutup Pramusim dengan Anti Klimaks, Striker Asal Jepang Beri Harapan |
![]() |
---|
Penghapusan Mural One Piece Terjadi di Surabaya, Solo, dan Sragen, Dianggap Tak Nasionalis |
![]() |
---|
Wali Kota Solo soal Bendera One Piece Berkibar: Bagus! Pasang Gatot Kaca Juga Boleh |
![]() |
---|
Jika Ijazah Jokowi Terbukti Palsu, Oegroseno: Komisioner KPU di Solo, Jakarta & Pusat Bisa Dipidana |
![]() |
---|
Bendera One Piece Berkibar di Solo! Kenalan dengan Wali Kota Respati Ardi dan Alasannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.