Kamis, 28 Agustus 2025

Menjajal Kopi Gerobak Dimas, Kopi Sederhana di Pinggir Kota Bengawan

Di sepanjang Jalan Abdul Rahman Saleh di wilayah Kelurahan Setabelan, Banjarsari, Kota Solo, aroma kopi yang menyeruak

Mg/Rifqi Fawwaz Rijandra
KOPI GEROBAK - Dimas menjajakan kopinya di sepanjang Jl. Abdul Rahman Saleh, Setabelan, Banjarsari, Solo, Rabu (27/8/2025). Menu yang ditawarkan beragam, dan harganya yang ramah di kantong mulai dari Rp.8000. 

TRIBUNNEWS.COM – Di sepanjang Jalan Abdul Rahman Saleh di wilayah Kelurahan Setabelan, Banjarsari, Kota Solo, aroma kopi yang menyeruak sering  kali membuat orang menoleh. 

Dari balik sebuah gerobak sederhana berwarna merah, seorang pemuda bernama Dimas Feli (27) menghabiskan harinya menjual minuman yang kini menjadi temannya mencari rezeki.

Memang, Kota Solo dan sekitarnya sedang marak berdatangan lapak-lapak kopi dengan menggunakan gerobak.

Sebut saja di sekitar kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), hingga kawasan olahraga di Stadion Manahan.

Seperti usaha yang dilakoni Dimas yang belum lama ia jalankan, baru empat bulan terakhir.

Walau sederhana, ia percaya bahwa pelayanan yang ramah dan cepat bisa memberikan pengalaman berbeda bagi penikmatnya.

Gerobak miliknya buka cukup pagi, yakni mulai pukul 07.30 WIB hingga 16.30 WIB. 

Menurut Dimas, jam itu dipilih karena menyesuaikan ritme aktivitas orang-orang yang bekerja dan beraktivitas di sekitar jalan tersebut. 

“Biasanya pagi itu banyak yang mampir buat bekal kerja, kalau siang lebih santai, orang-orang nongkrong atau nunggu jam pulang,” ujarnya saat ditemui Tribunnews, Rabu (27/8/2025).

Menu yang ditawarkan pun beragam, dan harganya yang ramah di kantong mulai dari Rp.8000. 

Tak hanya kopi, tetapi juga pilihan minuman non-kopi seperti matcha dan cokelat. 

Strategi ini ia lakukan agar bisa menjangkau lebih banyak kalangan, terutama mereka yang tidak terbiasa minum kopi.

Meski pilihan menunya banyak, tetap ada satu racikan yang selalu menjadi primadona. 

Baca juga: 10 Makanan Tak Boleh Dikonsumsi Saat Minum Kopi, Termasuk Bisa Perparah Asam Lambung

“Kalau menu favorit, biasanya pelanggan pesan butterscotch latte. Hampir setiap hari ada yang cari menu itu,” ungkap Dimas sambil merapikan gelas plastik yang sudah berjejer rapi.

Dalam sehari, gerobak kecilnya bisa menghabiskan sekitar 50 cup minuman. 

Angka ini terbilang cukup stabil untuk sebuah usaha baru. 

Hasil tersebut membuat Dimas semakin semangat menjaga kualitas rasa dan pelayanan kepada pelanggan.

Namun, ia tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa bisnis kopi kini semakin padat. 

Hampir di setiap sudut kota, terdapat kopi gerobak serupa bermunculan. 

“Sekarang saingannya banyak, mungkin sudah banyak yang jualan kopi. Tapi Alhamdulillah masih lumayan bagus meski banyak kompetitor,” kata Dimas.

Meski begitu, ia tidak merasa gentar. 

Baginya, persaingan adalah hal yang wajar dan justru menjadi pemicu untuk terus berinovasi. 

“Kalau saingan ya memang sudah pasti ada, tinggal bagaimana kita bisa kasih rasa yang beda dan pelayanan yang ramah,” tambahnya.

Di balik rutinitasnya, Dimas menyimpan mimpi besar. 

Sejak awal, ia memang bercita-cita memiliki usaha sendiri yang lebih mapan. 

Namun, untuk saat ini, gerobak kopi inilah yang ia jadikan pijakan pertama. 

“Keinginan saya punya usaha sendiri yang lebih besar, tapi sementara ini saya jalani dulu usaha kopi gerobak ini,” tuturnya.

Keberadaan gerobak kopi seperti milik Dimas juga menambah warna tersendiri bagi warga sekitar. 

Banyak orang yang kini menjadikannya tempat singgah sebentar, sekadar melepas lelah atau mengisi energi sebelum kembali bekerja.

Ada kehangatan personal yang muncul dari interaksi langsung dengan penjual. 

Dimas pun kerap menyapa ramah setiap orang yang datang.

“Kalau ngobrol sama pembeli itu seru, jadi bukan cuma jualan kopi, tapi bisa kenal banyak orang juga,” ceritanya.

Selain itu, harga minuman di gerobaknya relatif terjangkau, sehingga bisa dinikmati siapa saja. 

Dari pelajar, pekerja kantoran, hingga warga sekitar yang sekadar lewat, semua bisa mampir tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

Dengan modal kecil dan tekad besar, Dimas perlahan membangun usahanya. 

Ia percaya konsistensi adalah kunci utama. 

Setiap hari, ia memastikan bahan baku segar, rasa tetap konsisten, dan pelayanan tidak berubah.

Kini, meski usahanya baru berjalan empat bulan, Dimas sudah punya pelanggan tetap. 

“Alhamdulillah ada yang jadi langganan.” ungkapnya 

Harapan Dimas sederhana agar usahanya tetap bertahan, berkembang, dan suatu saat bisa menjadi kedai kopi yang lebih besar.

(mg/Rifqi Fawwaz Rijandra)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan