Dimyati Natakusumah, Eks Bupati Pandeglang, Kini Wagub Banten Sebut Aksi Tolak Sampah Dipolitisasi
Warga Pandeglang turun ke jalan 3 September. Tolak sampah Tangsel, balas tudingan Wagub Banten, dan jaga marwah Kota Santri.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM - Dimyati Natakusumah kembali jadi sorotan. Mantan Bupati Pandeglang yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten itu menyebut aksi penolakan sampah oleh warga sebagai gerakan yang berpotensi dipolitisasi.
Pernyataan ini memicu respons keras dari masyarakat, yang menegaskan bahwa gerakan mereka lahir bukan dari ruang elit, melainkan dari keresahan nyata di jalanan kota santri.
Di tengah rencana aksi besar pada 3 September, ketegangan antara suara rakyat dan suara pejabat kian terasa.
Di Pandeglang atau akrab disebut Kota Santri sedang memanas. Hal ini setelah muncul Gerakan Pandeglang Melawan Sampah.
Gerakan Pandeglang Melawan Sampah adalah aksi kolektif warga Kabupaten Pandeglang, Banten, yang menolak kerja sama pembuangan sampah dari luar daerah khususnya dari Tangerang Selatan (Tangsel) ke wilayah mereka.
Gerakan ini muncul sebagai respons atas keresahan masyarakat terhadap dampak lingkungan, pencemaran, dan ketidakjelasan proses kerja sama antar daerah.
Gerakan ini bertujuan menolak Pandeglang dijadikan tempat pembuangan sampah dari luar daerah, menuntut transparansi dan pelibatan publik dalam kebijakan pengelolaan sampah, dan menjaga marwah Pandeglang sebagai kota santri yang bersih dan layak huni
Wakil Gubernur Banten, Dimyati Natakusumah, menyebut aksi penolakan sampah berpotensi dipolitisasi oleh lawan politik.
Dia meminta kepada setiap lapisan masyarakat Pandeglang, agar tidak melakukan tindakan anarkis terkait kerja sama tersebut. Hal ini, karena Pemprov Banten, akan mencoba memberikan solusi terbaik.
“Enggak usah anarkis, destruktif saja, saya nanti akan putiskan apa yang terbaik untuk Kabupaten Pandeglang,” kata dia.
Mantan Bupati Pandeglang periode 2000–2009 itu berjanji, akan segera meninjau langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang. Tujuannya, untuk memastikan keputusan apa yang harus diambil Pemkab Pandeglang.
Dia memberikan tiga opsi untuk Pemkab Pandeglang dalam kerja sama pengelolaan sampah tersebut. Namun, sebelum itu dirinya akan memastikan kondisi TPA bangkonol terlebih dahulu.
Dia mengaku akan merapatkan dengan Pemkab Pandeglang dan Pemkot Tangsel serta instansi terkait.
“Saya akan turun diakhir bulan ini ke TPA Bangkonol,” kata dia.
Namun mendengar pernyataan tersebut, warga membalas tuduhan tersebut dengan tegas, menyatakan bahwa gerakan ini lahir dari keresahan rakyat, bukan agenda elit
Koordinator Lapangan (Korlap) Gerakan Pandeglang Melawan Sampah, Supriyadi, menegaskan gerakan penolakan sampah bukan dilandasi kepentingan politik, melainkan keresahan masyarakat atas adanya kerja sama pembuangan sampah dari Tangerang Selatan (Tangsel) ke Kabupaten Pandeglang.
“Kami tegaskan dengan sebenar-benarnya, aksi ini tidak berangkat dari kepentingan politik. Ini murni keresahan masyarakat Pandeglang yang menolak dijadikan tempat pembuangan sampah dari luar daerah, ke kota santri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (28/8/2025).
“Dan sebagai korlap, saya ingin menegaskan lagi, gerakan ini tidak lahir dari ruang rapat elit, tapi dari suara jalanan rakyat,” sambungnya.
Ia menilai, tuduhan Wakil Gubernur Banten terlalu berlebihan. Terlebih, kata dia, kerja sama pengelolaan sampah tersebut juga tidak transparan dan tidak melibatkan publik.
“Kami melawan bukan karena diarahkan siapa pun, tapi karena kontrak kerja sama sampah ini cacat. Tidak terbuka, tidak melibatkan publik, dan kompensasinya pun tak jelas,” katanya.
“Jadi, mari fokus pada substansi. Jangan lempar isu politisasi, karena itu hanya mengaburkan persoalan inti,” tegasnya.
Ilham Muntahir, yang juga Korlap Gerakan Pandeglang Melawan Sampah, menambahkan pihaknya menghargai pernyataan Wakil Gubernur Banten yang khawatir gerakan penolakan sampah dipolitisasi.
Namun, ia menegaskan, yang lebih mengkhawatirkan adalah bahaya pencemaran, bau busuk, penyakit, serta kerusakan lingkungan yang bisa diwariskan ke masyarakat Pandeglang.
“Kami hargai peringatan soal politisasi, tapi kami lebih khawatir pada dampak lingkungan. Ini letak perbedaan: pemerintah khawatir pada politisasi, sementara rakyat khawatir pada kehidupan. Itulah mengapa kami berdiri tegak melawan sampah,” ujarnya.
Sementara itu, Imron, korlap lainnya, menegaskan gerakan yang dibangun sama sekali tidak ditunggangi kepentingan politik.
“Gerakan ini tidak bisa ditunggangi. Kami yang lahir, besar, dan hidup di Pandeglang tahu persis apa yang kami perjuangkan. Isu politisasi hanya pengalih perhatian dari fakta bahwa rakyat tidak pernah diajak bicara,” katanya.
Selain itu, menurut Imron, Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) TPA Bangkonol juga tidak jelas.
“Tidak jelas, dan Pandeglang hanya dijadikan korban kebijakan. Jadi, mari berhenti menaruh kecurigaan. Satu-satunya kepentingan kami hanyalah menjaga tanah ini tetap bersih, layak dihuni, dan mengembalikan marwah Pandeglang sebagai kota santri,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa gerakan yang sudah dan akan dibangun murni dari rakyat untuk rakyat.
“Tidak ada politik di balik gerakan ini. Yang ada hanyalah keberanian rakyat Pandeglang melawan ketidakadilan saat ini,” pungkasnya.
Mengenai polemik ini, Wakil Walikota Tangsel Pilar Saga Ichsan mengatakan, Pemkot Tangsel menyerahkan kepada Pemkab Pandeglang terkait dengan kelanjutan kerja sama pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol yang direncanakan hingga empat tahun ke depan tersebut.
Dia mengaku, Pemkab Pandeglang masih mengharapkan bisa bekerja sama dengan Pemkot Tangsel terkait pengelolaan sampah dengan berbagai ketentuan.
Sementara itu, apabila ada pembatalan kerjasama, kata dia, harus dilakukan oleh dua belah pihak yaitu Pemkab Pandeglang dan Pemkot Tangsel.
“Nanti tentu ini dikembalikan kepada kesiapan Pemkab Pandeglang, terkait dengan kondisi sosial masyarakat, perizinan dan lainnya. Kalau misalkan oke, kita lanjut. Kalau misal harus dipending berarti ada addendum. Kami menunggu kelanjutannya,” tutupnya.
Sosok Dimyati Natakusumah
Achmad Dimyati Natakusumah adalah sosok politikus senior asal Banten yang telah menempuh perjalanan panjang di panggung pemerintahan daerah dan nasional.
Ia dikenal sebagai figur yang berpengaruh di Pandeglang, terutama karena rekam jejaknya sebagai Bupati Pandeglang selama dua periode (2000–2009) dan kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2025–20302.
Profil Singkat Dimyati Natakusumah
Lahir: 17 September 1966, Tangerang
Pendidikan: Universitas Esa Unggul, Universitas Indonesia, Universitas Pasundan, Universitas Padjadjaran
Karier Politik:
Bupati Pandeglang (2000–2009)
Anggota DPR RI (2009–2024)
Wakil Ketua MPR RI (2014)
Wakil Gubernur Banten (2025–sekarang)
Partai Politik: PKS (sejak 2017), sebelumnya PPP
Pasangan: Irna Narulita (juga mantan Bupati Pandeglang)
Anak: Termasuk Rizki Aulia Rahman Natakusumah
Relasi publik: Menantu dari Dimyati adalah artis Beby Tsabina
Jejak Kekuasaan di Kota Santri
Dimyati dan istrinya, Irna Narulita, secara bergantian memimpin Pandeglang selama hampir 18 tahun, menjadikan mereka sebagai figur sentral dalam dinamika politik lokal.
Ia dikenal sebagai tokoh yang mengawali transisi Pandeglang dari bagian Jawa Barat ke Provinsi Banten.
Artikel ini telah tayang di TribunBanten.com dengan judul Pandeglang Melawan Sampah! Warga Balas Tuduhan Wagub Banten Dimyati soal Politisasi,
Sumber: Tribun Banten
Prakiraan Cuaca Serang Rabu, 27 Agustus 2025: Cerah Sepanjang Hari dan Berawan di Sore Hari |
![]() |
---|
Target 100 Persen Sampah Terkendali Tahun 2029, Sistem Open Dumping di TPA Bakal Dilarang |
![]() |
---|
Oknum Polisi yang Lempar Helm Saat Bubarkan Balap Liar di Serang Banten Jalani Pemeriksaan Khusus |
![]() |
---|
Profil Suyudi Ario Seto, Resmi Jabat Kepala BNN RI, Kini Berpangkat Jenderal Polisi Bintang Tiga |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Serang, 27 Agustus 2025: Besok Didominasi Cerah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.