Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Pengakuan Seniman di Yogyakarta setelah Mural 'Awas Intel' Dirusak, Diintimidasi Oknum Polisi
Dua mural kritik sosial di Jokteng Wetan Yogyakarta dihapus sehari setelah dibuat, diduga usai seniman diintimidasi aparat saat proses pengerjaan.
Penulis:
Faisal Mohay
Editor:
Salma Fenty
TRIBUNNEWS.COM - Dua mural bertuliskan 'Reset System' dan 'Awas Intel' di pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Kota Yogyakarta dihapus orang tak dikenal.
Mural berwarna hijau dan latar merah tersebut baru dibuat pada Senin (1/9/2025) dan ditemukan sudah rusak pada Selasa (2/9/2025).
Pembuat mural merupakan sekelompok seniman Yogyakarta yang menggunakan dana pribadi mereka.
Salah satu seniman dengan nama samaran Kinky20, mengatakan mural dibuat karena keresahan yang sama terhadap situasi nasional.
Menurutnya, mural sebagai bentuk ekspresi atas krisis sosial dan politik.
Akhir-akhir ini demo terjadi di berbagai wilayah menuntut DPR RI membatalkan kenaikan tunjangan.
Selain itu, pemerintah dianggap lambat merespons kritik masyarakat hingga ada korban jiwa saat unjuk rasa.
Ia menerangkan sejumlah aparat kepolisian sempat mengintai mereka saat pembuatan mural.
“Awalnya seorang pria tua berbaju putih lewat di depan saya dan beberapa teman-teman. Kami sudah curiga ia intel, tapi kami diamkan dulu,” ungkapnya, Rabu (3/9/2025), dikutip dari TribunJogja.com.
Selang beberapa jam kemudian, para seniman yang berjumlah 20 orang didatangi aparat dan mengeluarkan kata-kata intimidasi.
“Jumlahnya cukup banyak. Mereka hampir mengintimidasi dengan suara keras dan penuh emosi. Kami mencoba tetap tenang, memilih berdialog tentang tujuan kami membuat karya kreatif di Jokteng Wetan ini,” jelasnya.
Baca juga: Teman yang Tinggalkan Rheza saat Demo Sudah Minta Maaf, Ayah Rheza: Jangan Bully, Saya Sudah Rela
Kinky menerangkan aparat merasa tersinggung dengan tulisan mural karena memojokkan polisi.
Bahkan, aparat mengelak ketika kasus kematian Rheza Sendy disebut sebagai arogansi polisi.
“Mereka mencoba mengelak, memberi narasi bahwa korban jatuh dan patah tulang. Padahal kami tahu belakangan tubuh korban babak belur,” sambungnya.
Ia sempat menolak ketika aparat memintanya menghapus mural dan diancam akan dijemput paksa.
“Ada truk polisi, sepertinya akan menjemput kami. Tapi karena kami bisa berdialog dan mereka mati kutu, akhirnya ada tiga orang lagi yang datang, bilang bahwa 'Ayo Jaga Jogja dan sebagainya."
"Padahal ini kan bicara nasional, saya pun bilang kalau karya ini njenengan bredel, ini akan jadi isu nasional dan blunder lagi untuk institusi kalian," tukasnya.
Pagi harinya, Kinky menemukan mural sudah tak utuh dan tulisannya ditimpa cat merah.
Baca juga: Kematian Mahasiswa Amikom Jogja Rheza Sendy: Polisi Telusuri, Keluarga Minta Kasus Tak Berlarut
Ia berharap kasus penghapusan mural viral dan semakin banyak mural kritik di jalanan.
“Tidak ada institusi yang berhak membatasi ruang seni. Kami turun ke jalan karena suara kami tidak didengar."
"Semua biaya mural ditanggung sendiri dari iuran sukarela. Tapi ketika turun, keselamatan tidak ada jaminan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kadiv Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, menegaskan pembuatan mural tak melanggar hukum.
"Kalau kepolisian meminta seniman untuk menghapus muralnya, yang terjadi malah muncul mural-mural lain, baik di tempat yang sama, atau di lokasi yang berbeda," ucapnya.
Menurutnya, petugas kepolisian tak perlu takut dengan mural bernada kritik.
"Jangan terlalu reaktif lah. Jika memang diperlukan, mbok ya diundang saja ahli bahasa, yang santun itu seperti apa bagi seniman jalan dalam membuat mural," imbuhnya.
Baharuddin menambahkan setiap orang memilik cara yang berbeda dalam menyampaikan kritik salah satunya dengan mural.
Sebagian artikel telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Minta Kepolisian Tak Risau soal Mural Bernada Kritik, JPW: Jangan Terlalu Reaktif
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJogja.com/Azka)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.