Kamis, 9 Oktober 2025

Berita Viral

Guru di Makassar Diduga Cabuli Murid, Pengacara Sebut Emoji Love Bentuk Perhatian, Apa Kata Polisi?

Amiruddin menegaskan pesan emoji love yang dikirim pelaku hanya bentuk perhatian saja, tidak lebih, karena korban adalah anak asuh nya di kelas.

Penulis: Rifqah
Stok Warta Kota
PELECEHAN MURID - Ilustrasi pelecehan ini diunduh via situs Warta Kota pada Sabtu (8/3/2025). Amiruddin menegaskan pesan emoji love yang dikirim pelaku hanya bentuk perhatian saja, tidak lebih, karena korban adalah anak asuh nya di kelas. 

TRIBUNNEWS.COM - Oknum guru SD berinisial IPT (32) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ditangkap polisi atas dugaan tindak kekerasan seksual kepada muridnya sendiri dengan modus les privat.

IPT yang juga berstatus guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) itu ditetapkan tersangka kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur oleh Polrestabes Makassar.

Kasus ini terungkap setelah korban berinisial SK (12) menceritakan peristiwa itu ke orang tuanya dan ditemukan pula percakapan mencurigakan antara IPT dan SK.

Disebutkan bahwa IPT melakukan tindakan pelecehan hingga menyetubuhi korban sebanyak tujuh kali. Korban bercerita bahwa dirinya telah mengalami pelecehan dan pemaksaan selama enam bulan, sejak duduk di kelas V SD.

“Modusnya dimulai dari sentuhan fisik saat les, lalu dilanjutkan dengan komunikasi lewat media sosial. Dari situ, terjadi persetubuhan berulang. Hasil visum menunjukkan adanya robekan pada selaput dara di area sensitif korban,” ujar Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, dalam konferensi pers, Jumat (3/10/2025).

Namun, pernyataan polisi itu dibantah oleh Kuasa hukum IPT, Amiruddin, yang telah dua kali mendampingi tersangka saat penyelidikan dan pemeriksaan.

Amiruddin mengatakan bahwa dia tidak pernah membaca keterangan yang menyebutkan bahwa tersangka sampai melakukan hubungan badan dengan muridnya.

“Sampai kemarin, saya tidak pernah membaca atau melihat keterangan yang menyebutkan bahwa tersangka telah melakukan hubungan badan dengan korban, saya sangat keberatan dengan pernyataan Bapak Kapolrestabes Makassar yang menyampaikan bahwa tersangka telah mengakui perbuatannya,” kata Amiruddin, Sabtu (4/10/2025).

Menurut Amiruddin, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hanya disebut pelecehan verbal.

“Jadi yang diakui tersangka itu masih sebatas pelecehan verbal. Untuk pelecehan fisik sama sekali belum ada,” jelasnya.

Amiruddin juga membantah pernyataan Kapolrestabes yang menyebutkan berdasarkan hasil visum ditemukan luka robek pada kemaluan korban.

Baca juga: 21 Kali Cabuli Murid Kelas 2 SD, Oknum Guru Agama di Sragen Ternyata Suka Tonton Film Porno

“Menurut saya itu masih abu-abu. Sekalipun menjadi salah satu alat bukti, robeknya itu belum tentu dilakukan oleh tersangka. Bisa saja ada penyebab lain,” ujarnya.

Terkait dengan pesan yang dikirimkan tersangka kepada korban, Amiruddin tidak menampik adanya chat tersebut.

Namun, Amiruddin menegaskan bahwa pesan tersebut dikirim oleh pelaku hanya sebagai bentuk perhatian saja, tidak lebih.

“Klien saya mengakui memang ada komunikasi lewat chat seperti menggunakan emoji hati, love, dan sebagainya sebagai bentuk perhatian. Kebetulan korban adalah murid yang juga anak asuhnya di kelas, sehingga perhatian itu muncul,” jelas Amiruddin.

IPT, kata Amiruddin, juga mengaku mungkin pernah memegang pundak korban sebagai bentuk perhatian.

“Tidak ada tindakan lain seperti yang dituduhkan, apalagi sampai hubungan badan,” ujarnya.

Hingga kini, IPT tidak pernah mengakui tuduhan tersebut, baik kepada kuasa hukum maupun penyidik.

“Makanya saya berani menyatakan bahwa pernyataan Kapolrestabes soal pengakuan tersangka itu keliru, kemungkinan besar hanya diambil dari keterangan pelapor,” jelasnya.

Amiruddin lantas mempertanyakan dasar pernyataan Kapolrestabes soal pengakuan tersangka itu, karena menurutnya, IPT sebagai guru juga patut dihormati dan dilindungi.

“Apakah berdasarkan keterangan saksi dalam BAP, atau hanya berdasarkan opini publik dan penggiringan media? Bagaimanapun juga, tersangka ini adalah sosok figur yang harus dilindungi. Beliau seorang guru, dan sosok guru itu harus dijaga,” sebutnya.

Apa Kata Polisi?

Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana menanggapi santai pernyataan pengacara IPT yang membantah kliennya melakukan persetubuhan anak di bawah umur itu.

Menurut Arya, pernyataan Amiruddin sebagai seorang kuasa hukum merupakan hal yang wajar.

“Gak ada masalah pengacara bilang dia (IPT) gak terlibat atau mungkin pembelaan, itu tugasnya pengacara, masalah dia keberatan, gak ada masalah. Kalaupun kliennya tidak mengakui, juga tidak masalah, kan gitu,” kata Arya di Mapolsek Panakkukang, Jl Pengayoman, Makassar, Selasa (7/10/2025) malam, dikutip dari TribunMakassar.com.

Arya menjelaskan, dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), keterangan tersangka bukan alat bukti.

“Dalam KUHAP Pasal 184, keterangan tersangka itu bukan alat bukti. Alat bukti itu keterangan terdakwa, sehingga selama masih jadi tersangka, keterangannya belum ada nilainya,” jelasnya.

Mantan Kapolresta Depok ini menyarankan IPT mengakui perbuatannya agar meringankan hukuman.

“Dia akan lebih baik kalau mengaku, karena itu akan meringankan sebenarnya. Tapi kalau dia gak ngaku ya ada bukti lainnya,” terang Arya.

Arya menyebut, bukti lain yang sudah ada itu berupa hasil visum korban, kesaksian korban, dan bukti chat. Selain itu, penetapan tersangka terhadap IPT juga sudah melalui gelar perkara.

“Sehingga begitu ditetapkan tersangka, ini sudah pasti ada alat bukti. Masalah bersalah atau tidak, itu nanti hakim menentukan,” tegasnya.

Kuasa hukum korban, Muhammad Ali, sebelumnya juga menyebut bahwa tersangka sempat mengancam korban agar tidak menceritakan kejadian tersebut.

Bahkan, sempat ada upaya damai yang difasilitasi pihak sekolah, tetapi keluarga korban akhirnya memilih jalur hukum.

“Awalnya sempat ada pertemuan antara orang tua korban dan pelaku, tapi setelah didorong keluarga besar, kami laporkan ke UPTD PPA, Dinas Pendidikan, dan akhirnya ke Polrestabes,” kata Ali, dikutip dari TribunMakassar.com.

Dalam kasus ini, IPT dijerat dengan pasal 81 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar, ditambah sepertiga karena pelaku merupakan tenaga pendidik.

Kapolrestabes Arya Perdana menegaskan bahwa kasus ini akan diproses hingga ke pengadilan.

“Tidak ada Restorative Justice untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kami akan lanjutkan proses hukum,” tegasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunMakassar.com/Muslimin)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved