Minggu, 12 Oktober 2025

Cerita Liuk Cendrawasih dari Pekalongan: Sebuah Kritik Sosial Lembut di Balik Motif Batik

Inilah cerita Indah Handayani, seorang guru di Pekalongan yang menjadi peserta kelas membantik Rumah Batik TBIG.

Editor: Nuryanti
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
RUMAH BATIK TBIG - Indah Handayani (31), salah satu peserta program membatik di Rumah Batik TBIG, di Pekalongan, Jawa Tengah, saat mengerjakan karyanya. (Selasa (7/10/2025). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) 

TRIBUNNEWS.COM - Dengan gerakan pelan dan penuh ketelitian, tangan pembatik itu mengayunkan kuas kecil mengikuti alur pola batik yang telah dibubuhi malam yang masih pekat.

Ia mencelupkan kuas ke dalam larutan pewarna, lalu dengan penuh kehati-hatian, menggoreskan warnanya ke atas pola batik.

Pola batik karyanya sendiri. 

Garis-garis pola itu samar membentuk siluet seekor burung, bak menari di hamparan biru.

Adalah Indah Handayani, warga Pekalongan, Jawa Tengah tampak tekun memberikan warna pada pola batik di hadapannya, siang itu, Selasa (7/10/2025).

Pola batik yang sedang dikerjakan Indah bukan sekadar hasil latihan. Ia menciptakan sendiri desain tersebut dan menamainya “Cendrawasih”, mengambil inspirasi dari burung ikonik asal Papua yang kini terancam oleh aktivitas tambang dan kerusakan lingkungan. 

“Papua sekarang sedang banyak polemik soal tambang, dan saya ingin menyoroti itu lewat batik. Cendrawasih itu kan lambang keindahan Papua, tapi sekarang nasibnya makin terancam,” ujarnya kepada Tribunnews, saat ditemui di Rumah Batik Tower Bersama Group (TBIG), Desa Wiradesa, Pekalongan, jawa Tengah, Selasa (7/10/2025).

Ya, Indah merupakan salah satu peserta kelas membatik di Rumah Batik TBIG, sebuah program pelatihan gratis yang membuka ruang belajar bagi siapa saja yang ingin mengenal dan ikut serta melestarikan seni batik.

Perempuan kelahiran 10 September 1994 ini rencananya akan diwisuda pada Kamis, 9 Oktober 2025 di rumah Batik TBIG, bersama puluhan pembatik lain yang telah menyelesaikan program pelatihan tersebut.

Melalui goresan motif Cendrawasih, Indah berusaha menyampaikan pesan sosial yang kuat: bahwa batik tidak hanya soal estetika, tetapi bisa menjadi medium kritik sosial dan suara untuk alam dan kemanusiaan.

Perempuan yang berprofesi sebagai guru di SMPIT Al Qutub Cendekia, Pekalongan ini telah mengikuti program kelas membatik di Rumah Batik TBIG sejak Desember 2024 lalu.

Baca juga: Lewat Kurikulum Unggulan, TBIG Bantu Perkuat Kompetensi Siswa dan Guru SMK

“Pelatihan ini sangat worth it, karena selain gratis, pembelajarannya juga sangat lengkap. Mulai dari desain digital, teknik menggambar pola, penggunaan canting, sampai ke pewarnaan dan finishing,” ujar Indah saat ditemui di sela-sela proses membatik.

Program ini diawali dengan dua bulan pembelajaran desain digital, tempat di mana peserta diajarkan menciptakan pola batik mereka sendiri. 

Setelah itu, para peserta mulai belajar memegang canting, alat utama dalam membatik, dan teknik pewarnaan tradisional. 

Bagi Indah, seluruh proses ini bukan hanya melatih keterampilan teknis, tetapi juga menjadi perjalanan mengenal kesabaran, ketekunan, dan kedalaman makna dalam setiap goresan malam.

Jati Diri sebagai Warga Pekalongan

Bagi Indah, kesempatan belajar membatik bukan hanya tentang menambah keterampilan, tapi juga tentang menguatkan jati diri sebagai warga Pekalongan, kota yang berjuluk sebagai Kota Batik.

“Saya lahir dan besar di Pekalongan. Tapi jujur, sebelumnya belum pernah benar-benar mendalami batik. Jadi pelatihan ini seperti menghubungkan saya kembali dengan akar budaya sendiri,” ujarnya.

Kini, setelah hampir satu tahun mengikuti pelatihan, Indah bukan hanya membawa pulang selembar kain batik buatannya sendiri. 

RUMAH BATIK TBIG - Indah Handayani (31), salah satu peserta program membatik di Rumah Batik TBIG, di Pekalongan, Jawa Tengah, saat mengerjakan karyanya. (Selasa (7/10/2025). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
RUMAH BATIK TBIG - Indah Handayani (31), salah satu peserta program membatik di Rumah Batik TBIG, di Pekalongan, Jawa Tengah, saat mengerjakan karyanya. (Selasa (7/10/2025). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) ((Tribunnews.com/Garudea Prabawati))

Ia membawa pulang kebanggaan, kesadaran, dan tanggung jawab sebagai bagian dari pelestari budaya leluhur. 

Di tengah tren tekstil modern dan produk fashion massal, kisah Indah adalah pengingat bahwa bekarya lewat batik adalah karya jiwa, bukan sekadar kain bermotif. 

Selaras dengan esensi keberadaan Rumah Batik TBIG, yang eksistensinya memaknai batik sebagai warisan budaya, cermin pemikiran, bahkan suara sosial dari mereka yang menuangkannya. 

Diketahui, Rumah Batik TBIG merupakan inisiatif budaya yang didirikan oleh PT Tower Bersama Infrastructure, Tbk, sejak 2014 sebagai wujud komitmen dalam melestarikan warisan batik Indonesia.

Program ini menjadi wadah pembelajaran, pengembangan kreativitas, sekaligus pemberdayaan masyarakat di bidang batik.

TBIG melaksanakan salah satu program Tanggung Jawab Sosial di bidang budaya melalui Koperasi Bangun Bersama (KBB) yang melayani UMKM dan karyawan dalam memberikan kemudahan akses permodalan hingga produksi batik. 

Sementara KBB memiliki salah satu unit pelatihan masyarakat berupa pelatihan membatik.

Ketua KBB, Nanang Tri Purwanto mengatakan program tersebut ditunjukkan untuk melatih masyarakat agar memiliki pengetahuan dasar dalam membuat batik serta pengetahuan terkait bisnis batik secara keseluruhan. 

RUMAH BATIK TBIG - Indah Handayani (31), salah satu peserta program membatik di Rumah Batik TBIG, di Pekalongan, Jawa Tengah, saat mengerjakan karyanya. (Selasa (7/10/2025). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)
RUMAH BATIK TBIG - Indah Handayani (31), salah satu peserta program membatik di Rumah Batik TBIG, di Pekalongan, Jawa Tengah, saat mengerjakan karyanya. (Selasa (7/10/2025). (Tribunnews.com/Garudea Prabawati) ((Tribunnews.com/Garudea Prabawati))

Rumah Batik TBIG sejak 2014 konsisten membimbing generasi muda agar tak hanya mencintai batik, tetapi juga menjadikannya sebagai ladang penghidupan. 

Melalui pelatihan dan pendampingan, lanjut Nanang, Rumah Batik TBIG berhasil melahirkan puluhan wirausahawan muda yang kini menekuni dunia batik.

“Hingga hari ini, kami sudah menciptakan banyak wirausaha muda yang bergerak di bidang batik," tutur Nanang.

Namun tak sekadar soal bisnis, perjuangan mereka juga tentang menjaga napas budaya, berbagai kegiatan kreatif telah digelar untuk memastikan batik tak sekadar menjadi motif di kain, tetapi juga tetap hidup dalam keseharian masyarakat.

Di tangan para pemuda binaan Rumah Batik TBIG, harapan itu tumbuh, dan dari Pekalongan, cerita tentang cinta pada budaya terus menjalar ke penjuru negeri.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved