Pakubuwana XIII Meninggal Dunia
Pembahasan Penerus Takhta Raja Keraton Solo Libatkan Tedjowulan, KGPH Purbaya Berpeluang Besar
Kini penerus takhta Raja Keraton Solo menjadi sorotan setelah meninggalnya Pakubuwana XIII, disebut akan dibahas secara internal.
Ringkasan Berita:
- Penerus takhta Raja Keraton Solo menjadi sorotan setelah meninggalnya Pakubuwana XIII.
- Proses penentuan penerus Raja Keraton Solo masih akan dibahas secara internal.
- KGPH Purbaya disebut memiliki peluang besar untuk menjadi penerus Raja Keraton Solo.
TRIBUNNEWS.COM - Raja Keraton Solo Sinuhun Pakubuwana XIII meninggal dunia di Rumah Sakit Indriati, Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (2/11/2025) sekitar pukul 07.30 WIB.
Sinuhun Pakubuwana XIII meninggal dunia pada usia 77 tahun.
Kini penerus takhta Raja Keraton Solo menjadi sorotan setelah meninggalnya Pakubuwana XIII.
Adik mendiang PB XIII, KGPH Suryo Wicaksono atau yang akrab disapa Gusti Nino, mengungkapkan proses penentuan penerus Raja Keraton Solo masih akan dibahas secara internal.
Dari sisi administratif pemerintahan, Gusti Nino mengingatkan bahwa masih ada nama Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung (KGPHPA) Tedjowulan.
Adapun KGPHPA Tedjowulan memiliki keabsahan hukum dari Kementerian Dalam Negeri pada masa dualisme kepemimpinan di Keraton Surakarta beberapa tahun silam.
“Dari sisi pemerintah, sebenarnya masih ada Mahamenteri Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPHPA Tedjowulan, yang dulu memegang surat Kemendagri nomor empat puluh sekian."
"Saat itu muncul perjanjian dua raja, di mana Hangabehi tetap menjadi raja dan Tedjowulan sebagai hamentri atau wakil raja. Tapi kenyataannya peran itu tidak difungsikan sebagaimana mestinya,” jelas Gusti Nino, Minggu, dilansir TribunSolo.com.
Sosok yang Berpeluang Besar Jadi Penerus
Nantinya, keputusan terkait siapa yang akan naik takhta sebagai Pakubuwono XIV akan dibahas melalui musyawarah antara keluarga besar, pihak KGPHPA Tedjowulan, permaisuri Kanjeng Ratu Asih, para sesepuh, dan dewan adat keraton.
Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Purbaya, putra dari Kanjeng Ratu Asih Winarni, disebut memiliki peluang besar untuk menjadi penerus Raja Keraton Solo.
“Sementara beliau sudah mengangkat permaisurinya, Kanjeng Ratu Asih, dan anaknya adalah Purbaya."
Baca juga: Soal Raja Baru Keraton Solo Penerus Pakubuwana XIII, Adik Sinuhun Tak Tahu Apakah Ada Wasiat
"Jadi nanti kita tunggu bagaimana hasil musyawarah antara Tedjowulan, istri Sinuhun, Hangabei, lembaga dewan adat, dan para sesepuh,” jelas Gusti Nino.
Sementara itu, Gusti Nino berharap proses pemilihan raja penerus Pakubuwana XIII dapat berjalan dengan damai dan tidak memunculkan perpecahan seperti yang pernah terjadi pada masa lalu.
“Mudah-mudahan tidak ada dualisme lagi. Semua bisa dimusyawarahkan dengan baik demi menjaga marwah dan kelestarian Keraton Kasunanan Surakarta,” terangnya.
Proses Penentuan Raja Baru
Gusti Nino menjelaskan, proses penentuan penerus raja akan mengikuti angger-angger atau aturan adat internal Keraton Solo yang telah berlaku secara turun-temurun.
Pakubuwana XIII diketahui memiliki empat istri, dan keempatnya dikaruniai anak laki-laki.
Namun, dari keempat istri tersebut, hanya satu yang secara resmi telah diangkat sebagai permaisuri, yakni Kanjeng Ratu Asih atau Kanjeng Ratu PB XIII.
Berdasarkan tradisi, maka anak dari permaisuri inilah yang memiliki hak utama sebagai calon penerus takhta.
“Secara adat turun-temurun, penggantinya itu mengikuti aturan internal kerajaan atau angger-anggernya."
"Biasanya berasal dari istri yang sudah diangkat menjadi permaisuri,” ujarnya kepada TribunSolo.com, Minggu.
“Beliau PB XIII memang memiliki empat istri, dan semuanya punya anak laki-laki. Tapi yang diangkat sebagai permaisuri adalah yang sekarang ini, sehingga kalau berdasarkan aturan adat, ya anak dari permaisuri itu yang menjadi calon penerus,” papar Gusti Nino.
Meski begitu, Gusti Nino menegaskan hak penentuan penerus raja tetap menjadi wewenang Keraton Solo dan harus dibicarakan bersama keluarga besar serta para sesepuh.
“Itu nanti yang menentukan tetap hak raja atau keputusan keluarga besar."
"Saya juga tidak tahu apakah almarhum sempat membuat surat wasiat atau testimoni sebelumnya kepada istrinya atau anak-anaknya. Kita tunggu saja nanti,” jelasnya.
Kata Pegiat Sejarah
Pegiat sejarah dan budaya Jawa, R Surojo, menjelaskan proses penentuan raja baru merupakan ranah internal keluarga besar Keraton Solo.
Ia menyebut, musyawarah itu akan menjadi forum tertinggi keluarga keraton untuk menentukan siapa penerus takhta.
“Itu ranah keluarga. Nanti ada musyawarah. Ada adik-adik raja, kerabat raja, dan para sesepuh kerajaan,” ungkapnya, Minggu.
“Anggota keluarga akan bermusyawarah dari awal hingga menentukan raja berikutnya,” lanjutnya.
Baca juga: Daftar Raja Keraton Solo dari Masa ke Masa: Putra Amangkurat IV, Pahlawan Nasional hingga PB XIII
Dalam proses itu, ketentuan tradisi dan hukum adat atau angger-angger akan menjadi pedoman utama.
Namun, sebelum menentukan sosok yang layak naik takhta, kerabat dan sesepuh keraton terlebih dahulu akan menyepakati dasar hukumnya.
“Mulai dari ketentuannya apakah sesuai tradisi, apakah sesuai angger-angger (ketentuan umum atau kaidah) dibahas dalam musyawarah ini,” jelas Surojo.
“Yang jelas nanti kerabat keluarga kumpul dulu, membicarakan angger-angger-nya. Dari situ dilihat apakah semua setuju atau tidak,” paparnya.
Dimakamkan Rabu
Jenazah Pakubuwana XIII akan dimakamkan di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Prosesi pemakaman Pakubuwana XIII akan berlangsung pada Rabu (5/11/2025).
Rencana pemakaman ini diketahui diganti, karena sebelumnya dikabarkan pemakaman akan dilaksanakan pada Selasa (4/11/2025) yang bertepatan dengan Selasa Kliwon.
Baca juga: Jokowi Melayat dan Ikut Menyalatkan Jenazah Pakubuwana XIII di Keraton Solo
Pegiat sejarah dan budaya Jawa, R Surojo, menduga pemilihan hari Rabu bukan tanpa alasan.
Menurutnya, hari Selasa yang bertepatan dengan pasaran Kliwon sengaja dihindari karena dianggap tidak baik untuk prosesi pemakaman.
Ia menjelaskan, dalam keyakinan masyarakat Jawa, Selasa Kliwon kerap dikaitkan dengan hari yang angker karena diyakini menjadi waktu turunnya energi besar alam gaib.
“Kalau orang Jawa, ora ilok (tidak baik) memakamkan pada Selasa Kliwon,” kata Surojo kepada TribunSolo.com, Minggu.
“Makanya, untuk acara seperti pemakaman, orang tua dulu menghindari Selasa Kliwon,” jelasnya.
Sebaliknya, hari Rabu Legi yang dipilih untuk pemakaman dipercaya membawa makna baik.
“Rabu itu pasaran Legi, artinya manis. Jadi kalau dikebumikan hari itu, harapannya mendapat manisnya kubur, kubur yang tenteram, damai, dan baik bagi arwahnya,” papar Surojo.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Raja Keraton Solo PB XIII Wafat, Tedjowulan Akan Dilibatkan dalam Pembahasan Penerus Takhta
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunSolo.com/Anang Maruf Bagus Yuniar/Tri Widodo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.