Pakubuwana XIII Meninggal Dunia
Deklarasi Gusti Purbaya Dinilai Terlalu Dini, Jubir Tedjowulan Ingatkan Kesepakatan Kerabat Keraton
Melalui juru bicaranya, KP Bambang Pradotonagoro, Tedjowulan menilai deklarasi Gusti Purbaya sebagai Pakubuwono XIV terlalu dini.
Ringkasan Berita:
- KGPAA Hamangkunegoro atau yang dikenal Gusti Purbaya telah mendeklarasikan sebagai Pakubuwono XIV.
- Melalui juru bicaranya, KP Bambang Pradotonagoro, Tedjowulan menilai deklarasi Gusti Purbaya sebagai Pakubuwono XIV terlalu dini.
- Sementara itu, Tedjowulan telah menyatakan dirinya sebagai pelaksana tugas (ad interim) menggantikan mendiang Sinuhun Pakubuwono XIII.
TRIBUNNEWS.COM - Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamengkunagoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram atau yang dikenal Gusti Purbaya telah mendeklarasikan sebagai Pakubuwana XIV.
KGPAA Hamangkunegoro menyatakan dirinya sebagai Pakubuwana XIV di depan jenazah ayahnya sebelum diberangkatkan untuk dimakamkan pada Rabu (5/11/2025).
Pakubuwana XIII meninggal dunia di Rumah Sakit Indriati, Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Minggu (2/11/2025) lalu.
Jenazah Pakubuwana XIII dimakamkan di pemakaman Raja-Raja Mataram di Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Putra-putri almarhum Pakubuwana XIII telah bersepakat untuk menjalankan amanat penunjukan KGPAA Hamangkunegoro sebagai satu-satunya ahli waris takhta Keraton Kasunanan Surakarta.
Mereka menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh pihak keluarga lain.
Sementara, pihak Maha Menteri Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Gusti Panembahan Agung (KGPA) Tedjowulan, telah menanggapi deklarasi Gusti Purbaya itu.
Melalui juru bicaranya, KP Bambang Pradotonagoro, Tedjowulan menilai deklarasi Gusti Purbaya sebagai Pakubuwana XIV terlalu dini.
KP Bambang mengakui bahwa Tedjowulan merupakan satu di antara kandidat penerus Raja Keraton Solo.
Namun, kata dia, yang terpenting adalah sosok penerus takhta harus disepakati bersama oleh seluruh kerabat Keraton.
“Kita belum berbicara sampai di sana. Semua sah. Gusti Puger, Gusti Dipo silakan. Pembicaraan itu nanti,” kata KP Bambang saat ditemui di kantornya, Rabu, dilansir TribunSolo.com.
“Saya tidak mau mendahului. Yang terpenting keluarga maunya seperti apa. Beliau-beliau ini posisinya sudah sepuh. Semua terbuka, tidak hanya Gusti Tedjowulan. Termasuk Gusti Dipo, Gusti Puger,” jelasnya.
Baca juga: Awal Mula Deklarasi Raja Baru Keraton Solo hingga Respons Tedjowulan, Siapa Penerus Tahta?
Harus Disepakati Seluruh Kerabat Keraton
KP Bambang menegaskan pihaknya tidak menolak KGPAA Hamengkunegoro naik takhta.
Namun, menurutnya, harus melalui penetapan sesuai kesepakatan seluruh kerabat Keraton Solo.
“Silakan jika sudah disepakati bersama. Prinsipnya, Panembahan Agung jika sudah disetujui seluruh trah, maka tidak lagi bersifat Plt. Keraton ini milik bersama, dari PB I sampai PB XIII, jadi semua harus diajak bicara,” jelasnya, Rabu, dikutip dari TribunSolo.com.
Sementara itu, Tedjowulan telah menyatakan dirinya sebagai pelaksana tugas (ad interim) menggantikan mendiang Sinuhun Pakubuwana XIII.
Diberitakan TribunSolo.com, KP Bambang Pradotonagoro menjelaskan, peran pelaksana tugas semacam ini pernah terjadi dalam sejarah Keraton Kasunanan.
Menurut Bambang, Pakubuwono VII dan VIII juga pernah menjabat sebagai pelaksana tugas.
Mereka berperan sebagai transisi menuju kepemimpinan Pakubuwono IX, yang merupakan keturunan langsung dari Pakubuwono VI.
“Pakubuwono VI ditangkap Belanda dan dibuang ke Ambon. Penggantinya adalah Pakubuwono VII, saudaranya."
"Pakubuwono VII kemudian digantikan oleh Pakubuwono VIII, yang juga saudara beda ibu."
"Pakubuwono VI sudah menunjuk Pakubuwono IX yang saat itu masih dalam kandungan permaisuri."
"Sambil menunggu kelahiran dan masa dewasanya, ada caretaker Pakubuwono VII dan VIII yang tidak lain adalah pamannya,” terang KP Bambang.
Bambang menegaskan Tedjowulan bukanlah raja secara definitif, melainkan hanya menjalankan wewenang sebagai pelaksana tugas.
Penegasan ini merujuk pada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 430-2933 Tahun 2017 tentang Penetapan Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta.
Pada klausul kelima disebutkan bahwa Kasunanan Surakarta dipimpin oleh ISKS Pakubuwono XIII dan didampingi Maha Menteri Kanjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan dalam pengelolaan keraton, yang dilakukan secara terkoordinasi dengan pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Kota Surakarta.
“Beliau sebagai caretaker, bukan sebagai raja. Panembahan Agung Tedjowulan hanya sebagai pelaksana tugas dari Keraton Kasunanan Surakarta berdasarkan SK Mendagri,” papar KP Bambang.
Baca juga: Sosok Tedjowulan, Pensiunan Kolonel Pamit Urus Keraton Solo, Kini Klaim Ambil Alih Kuasa PB XIII
Proses Penentuan Raja Baru
Adik mendiang PB XIII, KGPH Suryo Wicaksono atau yang akrab disapa Gusti Nino, menjelaskan proses penentuan penerus raja akan mengikuti angger-angger atau aturan adat internal Keraton Solo yang telah berlaku secara turun-temurun.
Pakubuwana XIII diketahui memiliki empat istri, dan keempatnya dikaruniai anak laki-laki.
Namun, dari keempat istri tersebut, hanya satu yang secara resmi telah diangkat sebagai permaisuri, yakni Kanjeng Ratu Asih atau Kanjeng Ratu PB XIII.
Berdasarkan tradisi, maka anak dari permaisuri inilah yang memiliki hak utama sebagai calon penerus takhta.
“Secara adat turun-temurun, penggantinya itu mengikuti aturan internal kerajaan atau angger-anggernya."
"Biasanya berasal dari istri yang sudah diangkat menjadi permaisuri,” ujarnya kepada TribunSolo.com, Minggu.
“Beliau PB XIII memang memiliki empat istri, dan semuanya punya anak laki-laki. Tapi yang diangkat sebagai permaisuri adalah yang sekarang ini, sehingga kalau berdasarkan aturan adat, ya anak dari permaisuri itu yang menjadi calon penerus,” papar Gusti Nino.
Baca juga: Daftar Raja Keraton Solo dari Masa ke Masa: Putra Amangkurat IV, Pahlawan Nasional hingga PB XIII
Meski begitu, Gusti Nino menegaskan hak penentuan penerus raja tetap menjadi wewenang Keraton Solo dan harus dibicarakan bersama keluarga besar serta para sesepuh.
“Itu nanti yang menentukan tetap hak raja atau keputusan keluarga besar."
"Saya juga tidak tahu apakah almarhum sempat membuat surat wasiat atau testimoni sebelumnya kepada istrinya atau anak-anaknya. Kita tunggu saja nanti,” jelasnya.
Kata Pegiat Sejarah
Pegiat sejarah dan budaya Jawa, R. Surojo, menjelaskan proses penentuan raja baru merupakan ranah internal keluarga besar Keraton Solo.
Ia menyebut musyawarah itu akan menjadi forum tertinggi keluarga keraton untuk menentukan siapa penerus takhta.
“Itu ranah keluarga. Nanti ada musyawarah. Ada adik-adik raja, kerabat raja, dan para sesepuh kerajaan,” ungkapnya, Minggu.
“Anggota keluarga akan bermusyawarah dari awal hingga menentukan raja berikutnya,” lanjutnya.
Dalam proses itu, ketentuan tradisi dan hukum adat atau angger-angger akan menjadi pedoman utama.
Namun, sebelum menentukan sosok yang layak naik takhta, kerabat dan sesepuh keraton terlebih dahulu akan menyepakati dasar hukumnya.
“Mulai dari ketentuannya apakah sesuai tradisi, apakah sesuai angger-angger (ketentuan umum atau kaidah) dibahas dalam musyawarah ini,” jelas Surojo.
“Yang jelas nanti kerabat keluarga kumpul dulu, membicarakan angger-angger-nya. Dari situ dilihat apakah semua setuju atau tidak,” paparnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Soal Penerus Tahta Keraton Solo, Maha Menteri Tedjowulan Sebut Deklarasi Gusti Purbaya Terlalu Dini
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunSolo.com/Anang Maruf Bagus Yuniar/Ahmad Syarifudin)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.