Fakta-fakta Aksi Demonstrasi Guru Honorer, Menginap di Depan Istana hingga Kesal pada Respons Jokowi
Persoalan tenaga honorer kembali menengemuka seiring aksi para guru honorer yang menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta, Selasa
Penulis:
Daryono
Editor:
Natalia Bulan Retno Palupi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan tenaga honorer kembali menengemuka seiring aksi para guru honorer yang menggelar demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta, Selasa (30/10/2018) hingga Rabu (31/10/2018).
Para guru honorer kecewa terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak menemui mereka.
Berikut ini Tribunnews.com merangkum fakta-fakta terkait aksi demonstrasi guru honorer.
1. Menginap di depan Istana.
Dalam unjuk rasa yang dilakukan sejak Selasa (30/11/2018), para guru honorer menginap di depan Istana selama satu malam.
Baca: Jubir Prabowo-Sandi: Presiden Pilih Blusukan untuk Pencitraan Ketimbang Guru Honorer
Mereka tidur beralas seadanya di depan Istana.

Aksi itu mereka lakukan karena mereka ingin bertemu langsung dengan Presiden Jokowi guna menyampaikan tuntutan mereka.
2. Kecewa tak ditemui Jokowi dan ancam tak memilih
Para guru honorer yang berunjukrasa di depan Istana Negara sejak Selasa (30/10/2018) hingga Rabu kecewa tak ditemui Presiden Joko Widodo.
Padahal, kata Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih, para guru honorer sampai menginap di jalanan sekitar Istana untuk menunggu jawaban dari Presiden.
Kesal dengan sikap Presiden yang mengabaikan para pengunjukrasa itu, Forum Guru Honorer pun mengancam Joko Widodo (Jokowi).
Forum Guru Honorer mengancam tidak akan memberikan dukungan kepada Jokowi yang menjadi Capres di Pilpres 2019.
"Pak Jokowi mau nyalon nih, ada massa begitu banyak, berarti kan enggak butuh suara (guru honorer). Ya sudah kalau enggak butuh suara," kata Titi Purwaningsih kepada Kompas.com, Kamis (1/11/2018).
Baca: Tuntut Diangkat Jadi PNS, Forum Guru Honorer Ancam Tak Pilih Jokowi
Perwakilan guru honorer hanya diterima oleh perwakilan Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) pada Rabu Sore.
Namun, perwakilan guru honorer enggan melanjutkan pertemuan karena tidak ditemui langsung oleh Jokowi.
3. Jawaban Pihak Istana
Deputi IV Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo menyarankan para guru honorer yang hendak bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk mengajukan surat permohonan.
Menurut dia, cara tersebut akan lebih efektif ketimbang melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana.
"Presiden tidak bisa dadakan begitu. Saya sarankan, kalau misalnya mau ketemu presiden jangan begitu, ajukan surat, ajukan apa," kata Eko kepada Kompas.com, Kamis (1/11/2018).

Lagipula, lanjut Eko, pada dasarnya tuntutan para guru honorer yang ingin diangkat menjadi pegawai negeri sipil adalah permasalahan teknis.
Oleh karena itu, ia meyakini para guru honorer cukup bertemu menteri terkait, tak perlu harus bertemu Presiden langsung.
"Itu kan urusan teknis ya," kata dia.
Eko mengatakan, pihak Istana sebenarnya sudah mengupayakan agar para guru honorer setidaknya bisa bertemu dengan menteri terkait untuk membahas tuntutan mereka.
Baca: Guru SD Honorer di Indramayu Jalan Kaki ke Istana Presiden, Dititipi Surat dari Guru yang Disinggahi
Namun, menteri terkait yakni Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan dan Kementerian PAN-RB tidak ada yang bisa hadir saat itu.
"Setneg sudah mengontak kementerian, enggak ada yang mau menerima," kata dia.
4. Tanggapan Jokowi saat Ditanya aksi guru honorer
Dikutip dari Kompas.com, Presiden Jokowi tak bereaksi saat kantornya didemo oleh para guru honorer.
Sepanjang hari Selasa itu, Jokowi tetap bekerja seperti biasa.
Pagi harinya, Kepala Negara menghadiri acara Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta.
Sementara pada sore harinya, Presiden Joko Widodo meninjau posko evakuasi pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang.
Posko evakuasi berada di Jakarta International Container Terminal (JICT) di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Lalu pada malam harinya, pukul 22.00 WIB, saat sebagian guru honorer sudah terlelap tidur di sebrang Istana, Jokowi memilih blusukan ke pasar di wilayah Bogor untuk mengecek harga sembako.
Keesokan harinya, saat ditanya wartawan soal demo guru honorer, Jokowi pun enggan menjawab.
Ia hanya tersenyum dan langsung pergi meninggalkan wartawan.
Baca: Update CPNS Kemenag 2018 - Seleksi Eks Tenaga Honorer K2 di Kanwil Kemenag Sulawesi Tengah Ditunda
Padahal sebelumnya Jokowi mau menjawab pertanyaan seputar acara Indonesia Science Expo yang dihadirinya.
Sikap cuek Jokowi ini disesalkan oleh Titi.
"Kami diabaikan. Senangnya blusukan saja itu presiden entah kemana. Tetapi kami tidak diperhatikan," kata Titi.
5. Kata Menteri PanRB
Secara hukum (de jure) sebenarnya permasalahan Tenaga Honorer Kategori 2 (THK 2) sudah selesai dan harus sudah diahiri pada tahun 2014 sebagaimana diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2012, namun demikian dalam realitanya masih ada persoalan khususnya bagi sekitar 439 ribu lebih THK 2 yang tidak lulus seleksi di tahun 2013.
"Masalah honorer ini sudah mengemuka dari tahun 2004 dan pemerintah sudah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap para honorer tersebut, baik THK1 maupun THK2," ungkap Menpan-RB Syafruddin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) di Jakarta. Jum'at (2/11/2018).
Dijelaskan Menteri, sampai tahun 2014 pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang cukup masif dan progresif dengan mengangkat secara otomatis 900 ribu lebih THK 1 dan sekitar 200 ribu THK 2 menjadi PNS.
"Jadi apabila rujukannya hukum karena kita adalah negara hukum, maka permasalahan honorer seharusnya sudah selesai tahun 2014 seiring dengan diangkatnya kurang lebih 1,1 juta THK 1 dan THK 2 menjadi PNS," tegas Syafruddin.
Lebih lanjut diterangkan bahwa dampak dari kebijakan tersebut saat ini komposisi PNS didominasi oleh Eks THK 1 dan THK 2. Dari 4,3 juta lebih PNS, sebesar 26 % terdiri dari Eks THK 1 dan THK 2 yang sebagian besarnya diangkat secara otomatis tanpa tes.
Namun demikian, disampaikan Menteri bahwa pemerintah tetap memberikan perhatian serius untuk mengurai dan menyelesaikan permasalahan honorer Eks THK 2. Ditekankan berkali-kali oleh mantan Wakapolri ini bahwa Pemerintah sama sekali tidak menafikan jasa para tenaga honorer yang telah bekerja dan berkeringat selama ini.
Dalam penyelesaiannya, Pemeritah harus memperhatikan kondisi dan kebutuhan obyektif bangsa serta sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, Pemerintah telah menyiapkan skema penyelesaian sebagai berikut:
Pertama, Pemerintah mengupayakan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM ASN secara berkelanjutan yang saat ini raw input-nya 26 % berasal dari tenaga honorer yang diangkat tanpa tes.
Kedua, Pemerintah memperhatikan peraturan perundangan yang saat ini berlaku, antara lain: UU ASN yang mensyaratkan usia maksimal 35 tahun, serta harus ada perencanaan kebutuhan dan harus melalui seleksi; UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan Guru minimal harus S1; dan UU Tenaga Kesehatan yang mensyaratkan tenaga kesehatan minimal harus D3.

Ketiga, dengan pertimbangan hal tersebut di atas, pemerintah bersama 8 (delapan) Komisi di DPR RI, telah menyepakati skema penyelesaian tenaga honorer Eks THK 2 sebagai berikut :
a. Bagi yang memenuhi persyaratan menjadi PNS, disediakan formasi khusus Eks THK 2 dalam seleksi pengadaan CPNS 2018.
b. Bagi yang tidak mememuhi persyaratan untuk menjadi PNS, namun memenuhi persyaratan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), akan diproses menjadi P3K (P3K adalah pegawai ASN).
c. Bagi yang tidak memenuhi persyaratan menjadi PNS dan P3K, namun daerahnya masih membutuhkan, yang bersangkutan tetap bekerja, dan daerah diwajibkan memberikan honor yang layak, minimal sama dengan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
Menteri PANRB menambahkan bahwa setelah selesai pengadaan CPNS 2018, Pemerintah akan segera memproses pengadaan P3K.
"Kami mohon pengertian dari semua pihak. Permasalahan honorer Eks THK 2 ini memang rumit dan kompleks, penyelesaiannya tidak seperti membalikan telapak tangan. Tapi pemerintah akan terus berupaya melakukan penyelesaian secara komprehensif tanpa memicu timbulnya permasalahan baru. Apalagi saat ini kita dihadapkan pada persaingan global di era industri 4.0 dan tingginya ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik, strateginya pemerintah harus menyiapkan ASN yang berdaya saing tinggi," pungkas Syafruddin.
(Tribunnews.com/Daryono)