Sabtu, 6 September 2025

Erupsi Gunung Anak Krakatau

Status Gunung Anak Krakatau Meningkat di Level Siaga, Berbahayakah?

Gunung Anak Krakatau berubah menjadi status siaga level 3 pagi ini, Kamis (27/12/2018). Meningkatnya status tersebut, berbahayakah bagi masyarakat?

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Fathul Amanah
Twitter/Sutopo_PN
Gunung Anak Krakatau berubah menjadi status siaga level 3 pagi ini, Kamis (27/12/2018). Meningkatnya status tersebut, berbahayakah bagi masyarakat? 

"Kejadian tsunami beberapa waktu lalu diakibatkan salah satunya longsoran gunung," kata Rudy, dikutip dari Kompas.com.

"Secara dimensi lewat citera satelit, kami bisa menghitung kurang 64 hektar luas longsoran," ujar Rudy.

Baca: Dentuman Letusan Gunung Krakatau Bisa Membuat Kesehatan Telinga Runtuh

Untuk saat ini, dirinya belum bisa memastikan apakah ada potensi longsoran Gunung Anak Krakatau lainnya atau tidak.

Namun, kata dia, kemungkinan akan terjadi lagi, mengingat aktivitas Gunung Anak Krakatau menghasilkan getaran yang berpengaruh pada struktur gunung.

Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018).
Aktivitas letupan abu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terpantau dari udara yang diambil dari pesawat Cessna 208B Grand Caravan milik maskapai Susi Air, Minggu (23/12/2018). (KOMPAS/RIZA FATHONI)

"Tetap waspada terus bahwa longsoran pasti ada lagi dan kemungkinan ada lagi," ucap Rudy.

Baca: Masih Terus Aktif, Anak Gunung Krakatau Disebut Akan Meletus dengan Energi yang Lebih Dahsyat

"Kami selalu waspada, kami kerja sama dengan BMKG, BPPT, selalu waspada menghadapi hal terburuk," kata dia.

Jika longsoran terjadi seperti pada Sabtu (22/12/2018) lalu, kata Rudy, besar kemungkinan tsunami akan kembali menerjang daratan.

Hanya saja, belum bisa diukur seberapa besar gelombang tsunami yang dihasilkan dari longsoran yang akan datang serta waktu pasti terjadinya.

Waspadai Hujan Abu Saat Berkendara

Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, menyarankan untuk selalu waspada dan tetap memperhatikan sisi keselamatan.

Baca: Kilas Balik Letusan Gunung Krakatau 1883 : 36 Ribu Orang Tewas

"Biasanya saat ada aktivitas vulkanik akan dibarengi dengan debu yang menyebar," ujar Jusri saat dihubungi Kompas.com.

"Dalam kondisi ini, pengendara perlu meningkatkan kewaspadaan karena sisi visibilitas akan menurun drastis," tambahnya.

Personel Kepolisian bersama anggota BPBD Sulut membagikan masker kepada pengendara dan pejalan kaki di Desa Silian Tiga, Kecamatan Tombatu, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Minggu (16/12/2018). Teramati erupsi Gunung Soputan kali ini mengeuarkan abu vulkanik dengan kolong letusan setinggi 1500 meter diatas puncak dengan ketinggian 8.809 Mdpl. Tribun Manado/Andreas Ruauw
Personel Kepolisian bersama anggota BPBD Sulut membagikan masker kepada pengendara dan pejalan kaki di Desa Silian Tiga, Kecamatan Tombatu, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, Minggu (16/12/2018). Teramati erupsi Gunung Soputan kali ini mengeuarkan abu vulkanik dengan kolong letusan setinggi 1500 meter diatas puncak dengan ketinggian 8.809 Mdpl. Tribun Manado/Andreas Ruauw (Tribun Manado/Andreas Ruauw)

"Usahakan tetap terkontrol dan jangan panik, nyalakan lampu untuk membantu visibilitas dan juga alat komunikasi bagi pengendara lainnya," ucap Jusri.

Menurut Jusri, jika saat terjadi hujan abu vulkanik dan menutupi kaca mobil, pengendara untuk tidak menyalakan wiper.

Baca: Terungkap, Aktivitas Vulkanik Anak Gunung Krakatau Ternyata Terjadi Sejak 1928

Hal tersebut dikarenakan abu vulkanik memiliki sifat yang mengumpul ketika terkena air, sehingga membuat kaca mobil semakin buram.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan