Selasa, 2 September 2025

Cerita Tompi Nyaris Terima Tawaran Parpol hingga Berani Menolak karena Tak Direstui Istri & Orangtua

Musisi Tompi berbagi cerita tentang pengalamannya nyaris menerima tawaran untuk terjun ke politik oleh sebuah partai di Indonesia.

Surya/Habibur Rohman
Penampilan Tompi pada hari pertama Jazz Traffic Festival (JTF) 2024 di Grand City Surabaya, Sabtu (14/9/2024). Pada gelaran Jazz yang mengusung tema Feel the Culture, Create the Memories ini Tompi memulai dengan lagu Burung Kakak Tua dan tampil selama 60 menit yang diantaranya berkolaborasi dengan musisi dan penyanyi lain. SURYA/HABIBUR ROHMAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Musisi Tompi berbagi cerita tentang pengalamannya nyaris menerima tawaran untuk terjun ke politik oleh sebuah partai di Indonesia.

Tompi mengatakan tawaran untuk terjun ke politik dilakukan partai kepadanya sejak dua periode lalu.

Baca juga: Keras ke WAMI dan LMK, Tompi Tegaskan Kritiknya untuk Lembaga Bukan Personal

"Ini saat yang tepat untuk bercerita. Sejak 2 periode pemilu lalu ada beberapa partai ternama yg menawarkan saya maju sebagai caleg," tulis Tompi dalam unggahannya di instagram, dikutip Wartakotalive.com (Tribunnews.com Network), Senin (1/9/2025).

Karena memiliki hasrat untuk maju guna memperbaiki sebuah hal dan membantu orang, Tompi akhirnya menemui pihak Partai besar itu dan tercipta lah sebuah dialog.

"Saya langsung bertemu dengan petinggi-petinggi beberapa partai. Saya pikir ada baiknya dengar saja dulu dan jajaki, pikirkan baru putuskan mau berlayar di kapal pilihan," tulisnya.

Baca juga: Tak Puas Konsep Hitungan Royalti, Tompi Keluar dari WAMI & Gratiskan Lagu-lagunya di Konser dan Kafe

"Semua tawaran terdengar sungguh-sungguh. Hampir saya ketok palu maju," tambahnya.

Namun di menit akhir, pelantun 'Menghujam Jantungku' ini membatalkan niatnya berpolitik dan gabung ke dalam sebuah partai, karena ada beberapa hal.

Pertama, Tompi merasa belum selesai dengan diri sendiri secara finansial, ia takut hal tersebut jadi celah godaaan.

"Finansial ini takut sekali ini menjadi celah godaaan untuk gak konsisten jujur dan amanah. Kedua, Takut gak sanggup bagi waktu konsisten antara pekerjaan sebagi dokter atau politisi," jelasnya.

"Ketiga, melihat sistemnya saat itu, belum bisa dicerna akal sehat saya. Baru lihat dari luar belum masuk ke dalam. (Pendanaan kampanye, gaji, dan lain-lain)," tambahnya.

Poin keempat diakui Tompi menjadi sebuah hal berat, dimana ia harus tunduk dengan partai tempat ia bernaung ketika berpolitik.

"Engga kebayang masuk diajak mikir tapi harus nurut ama apapun kata partai. Untuk yang sering berurusan sama saya pasti paham, saya agak sulit kompromi dengan hal yg menurut saya keliru," terangnya.

"Bahkan di perkumpulan dokter utk urusan medis pun sy dianggap "sulit diatur" -- Iha kalo ada yg ngaco masa dipertahankan? UBAH LAH! Maaf y, no kompromi," sambungnya.

Poin kelima diakui Tompi adalah alasan sepele, yaitu tidak mau menjadi anggota atau bawahan suatu kelompok, yang diketuai oleh seseorang yang duduk disitu karena faktor orang lama atau keturunan, yang tidak disupport oleh background knowledge yang bergizi.

"Keenam gak dapat restu ibu dan istri," tulisnya.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan