Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Pandji Pragiwaksono Sebut Akar Kemarahan Rakyat Indonesia, Singgung Warisan Masa Lalu
Pandji Pragiwaksono menilai kemarahan masyarakat sebagai akumulasi panjang kebijakan politik,
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Anita K Wardhani
Namun kebijakan ini justru menyasar rakyat kecil.
Sejumlah PNS yang sudah lulus seleksi harus menunda pengangkatan, karyawan kehilangan pekerjaan, hingga daerah-daerah kehilangan dana transfer dari pusat.
Kasus paling mencolok terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Bupati setempat menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen sebagai kompensasi dana pusat yang dipangkas.
Aksi itu memicu protes besar hingga akhirnya Presiden Prabowo turun tangan membatalkannya.
“Permasalahan dari efisiensi yang Pak Prabowo lakukan adalah efisiensi yang mengorbankan rakyat secara langsung. Korbannya adalah rakyat, terutama rakyat kecil,” ujar Pandji beropini.
Jarak elite dan rakyat yang makin lebar
Kemarahan rakyat semakin dalam ketika melihat pernyataan elite yang dinilai tidak sesuai realitas.
Presiden sempat menyebut angka pengangguran terendah sejak reformasi, padahal banyak pekerja terkena PHK massal.
Pandji menilai sikap pejabat semakin terasa berjarak dari kondisi nyata di lapangan.
“Kayak gak tahu apa yang terjadi di akar rumput. Kayak dijagain, Pak Prabowo jangan sampai tahu deh apa yang terjadi di rakyat,” ungkapnya.
Kekecewaan publik pun memuncak setelah DPR memutuskan memberikan tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan bagi anggotanya.
Kebijakan ini dinilai tidak peka di tengah krisis kepemilikan rumah yang menghantui kelas menengah.
“DPR yang harusnya wakil rakyat asyik-asyikan menerima tunjangan rumah 50 juta sebulan. Rakyat lagi pusing dengan rumah,” tegas Pandji.
Kemarahan publik saat ini, menurutnya, adalah bentuk protes terhadap jarak sosial yang kian melebar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.