Minggu, 12 Oktober 2025

Synchronize Fest 2025

Superman Is Dead Hadirkan Sosok Munir hingga Wiji Thukul di Panggung Synchronize Fest 2025

Selain menyampaikan pesan sosial, penampilan SID juga menjadi bagian dari perayaan 30 tahun perjalanan mereka di dunia musik.

|
Tribunnews.com/ M Alivio
SYNCHRONIZE FEST - Potret wajah Munir, Marsinah, dan Wiji Thukul dalam layar di atas panggung Superman Is Dead pada ajang Synchronize Fest 2025, Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (5/10/2025) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Grup musik Superman Is Dead (SID), menyuarakan kritik sosial saat tampil di Synchronize Fest 2025 hari ketiga yang digelar di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (5/10/2025) malam.

Mereka menyampaikan pesan melalui visual dan audio yang menghiasi panggung saat tampil.

Momen paling mencuri perhatian terjadi saat SID membawakan lagu Sunset di Tanah Anarki.

Di layar besar, terpampang wajah Munir, Marsinah, dan Wiji Thukul yang merupakan tiga aktivis dikenal sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.

Munir Said Thalib adalah seorang aktivis hak asasi manusia (HAM).

Baca juga: Tampil Lengkap di Synchronize Fest 2025, Kangen Band Janji Tak Akan Bubar Lagi

Ia tewas pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan menuju Belanda untuk melanjutkan studi S2. 

Kematiannya disebabkan karena diracun arsenik dalam penerbangan tersebut.

Sementara Marsinah dikenal sebagai aktivis buruh sekaligus pekerja pabrik di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Jasadnya ditemukan di hutan di Wilangan, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Hasil autopsi menunjukkan Marsinah meninggal akibat penyiksaan berat.

Marsinah kemudian menjadi simbol perjuangan hak-hak buruh, khususnya di masa Orde Baru.

Sedangkan Wiji Thukul dikenal sebagai penyair sekaligus aktivis Indonesia. Karya puisinya kritis terhadap Pemerintah Orde Baru.

Ia dinyatakan hilang sejak tahun 1998. Diduga diculik. Hingga kini tidak diketahui keberadaannya.

Foto-foto mereka tampil beriringan dengan lirik lagu yang sarat makna perdamaian.

"Andai ku malaikat kupotong sayapku / Dan rasakan perih di dunia bersamamu / Perang kan berakhir cinta kan abadi / Di tanah anarki romansa terjadi," tulis lirik tersebut.

Suasana semakin tegang saat lagu Luka Indonesia dibawakan. 

Layar panggung menampilkan tulisan Indonesia berwarna putih yang diselimuti merah darah dengan gambar tengkorak  simbol perlawanan dan kritik terhadap kondisi sosial-politik.

Lirik yang dinyanyikan dengan lantang oleh Bobby dan ribuan Outsiders (sebutan penggemar SID) menggema di area festival.

"Satu nusa, satu bangsa / Satu nusa, saling mangsa / Satu nusa, satu bangsa / Cukup sudah saling mangsa," tulis lirik tersebut.

Kritik terhadap ketimpangan sosial dan kesewenang-wenangan penguasa memang sudah menjadi ciri khas SID

Lagu-lagu band beranggotakan  Bobby Kool, Eka Rock, dan Jerinx sejak awal selalu menjadi medium ekspresi kegelisahan masyarakat terhadap kondisi bangsa.

Selain menyampaikan pesan sosial, penampilan SID juga menjadi bagian dari perayaan 30 tahun perjalanan mereka di dunia musik.

“Sebulan lalu kita merayakan anniversary ke-30, dan malam ini masih dalam rangka perayaan itu,” ujar Bobby dari atas panggung.

Dalam penampilannya mereka membawakan lagu hits di antaranya Punk Hari Ini, Tentang Tiga, Saint Of My Life, dan Jika Kami Bersama.

 

 

(Tribunnews.com/ M Alivio Mubarak Junior)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved