Selasa, 26 Agustus 2025

Komdigi Ingatkan, Teknologi AI Tak Bisa Gantikan Peran Dokter

Dunia kedokteran tidak dianjurkan penggunaan AI untuk layanan kesehatan. apalagi untuk mendiagnosis suatu penyakit.

dok. Komdigi
BAHAYA AI DI SEKTOR KESEHATAN - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana mengingatkan tingginya risiko jika memaksakan penggunaan kecerdasan buatan (AI) di bidang layanan kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM , JAKARTA - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya, Wijaya Kusumawardhana mengingatkan tingginya risiko jika memaksakan penggunaan kecerdasan buatan (AI) di bidang layanan kesehatan.

Karena itu, dunia kedokteran tidak dianjurkan penggunaan AI untuk layanan kesehatan. apalagi untuk mendiagnosis suatu penyakit.

“Itu berisiko tinggi karena mencakup keselamatan nyawa seseorang,” ujar Wijaya di Kantor Kemkomdigi, Jakarta, Jumat (11/7/2025).

Dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan memiliki Digital Transformation Office (DT) dan sudah cukup berkembang. Wijaya mencontohkan, aplikasi layanan telemedicine tetap menggunakan dokter untuk mendiagnosa suatu penyakit.

"Layanan telemedicine pun dokter meminta harus datang langsung karena bisa jadi ada penyakit bawaan. AI foto ada benjolan tidak bisa, dokter pun tidak bisa harus MRI atau CT scan," terangnya.

Termasuk, jika flu tetap perlu mencermati kode etik kedokteran yang harus dicermati, jadi tidak bisa sembarangan. Oleh karena itu, ucap dia, tidak bisa meresepkan AI obat.

“AI menerbitkan resepnya sendiri, nah itu tidak boleh,” tutur Wijaya.

Meskipun AI memiliki potensi besar dalam membantu proses medis, pemerintah menyatakan bahwa teknologi ini tidak boleh digunakan sebagai alat untuk mendiagnosa penyakit secara otomatis tanpa pengawasan profesional kesehatan.

Pada akhir tahun 2024 lalu, Kepala Transformasi Teknologi Kemenkes, Setiaji, menegaskan bahwa AI hanya berfungsi sebagai alat bantu rekomendasi.

Baca juga: Perusahaan China Patenkan Teknologi AI yang Bisa Terjemahkan Bahasa Kucing

Sedangkan keputusan akhir tetap berada di tangan dokter, demi menjaga aspek etika dan keamanan pasien.

Artinya, AI harus diposisikan sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan medis—bukan sebagai pengganti kompetensi klinis—agar tetap mengedepankan pendekatan manusiawi dan tanggung jawab hukum dalam praktik kesehatan sehari‑hari.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan